Dalam mobil Fang mulai khawatir. Ia tidak tau apa rencana Taufan kali ini. Untuk apa dia kesekolah ini? Apa dia ingin bertemu seseorang? Siapa?
"Maaf pak. Boleh saya tanya?" Fang menegur sopir.
"Iya tuan?"
"Apa anda tau dimana anak kembar bungsu keluarga Boboiboy bersekolah?" tanyanya. Beruntung sopir yang mengantarnya ini adalah salah satu bawahan dari keluarga Boboiboy. Jadi mungkin ia bisa mendapatkan informasi bila bertanya pada sopir ini.
Si sopir berpikir sejenak sebelum menggeleng.
"Maaf tuan, saya tidak tau soal itu. Sejak kecelakaan 7 tahun yang lalu, nona dan tuan muda bersekolah secara privat. Namun saya dengar mereka mulai bersekolah di sekolah umum lagi, cuma saya tidak tau dimana."
"Begitu, terima kasih infonya pak."
Fang melirik bangunan mewah itu. Ia memang tau sekolah ini adalah salah satu sekolah terbaik di Kuala Lumpur, hanya saja, sudah tentu keluarga Boboiboy akan menyekolahkan anak-anaknya di sekolah yang lebih baik daripada ini bukan?
Sekolah ini selain mewah, juga sarang pembullyan. Mereka tidak mungkin tidak tau itu kan? Memikirkan bagaimana si kembar bungsu berada disekolah ini saja tidak mungkin.
Benar, tidak mungkin disini..
"Apa yang sebenarnya direncakan oleh Taufan sih?" geram Fang.
.
.
.
."Kakak... masih hidup..?"
Pandangan Blaze mengabur. Ia mengusap airmata di wajahnya pelan.
"Kakak.. hikss.. kak Taufan... hikss.."
Mendengar suara tangisan Blaze, Taufan merasa marah. Tanpa mengetahui penyebab Blaze menangis adalah dirinya, ditatapnya penuh amarah keenam murid perempuan itu.
"Kalian! Beraninya kalian membuat adikku menangis!" bentak Taufan. Murid-murid itu mundur perlahan. Merasa takut dengan aura Taufan yang kian menggelap.
"Minta maaf atau aku akan benar-benar mematahkan tangan kalian!"
"U-un-untuk ap-apa kami me-meminta maaf?!"
"I-iya! Kami tidak salah!"
Ah, sudah lama aku tidak bermain, pikir Taufan kejam.
"Begitu ya? Baiklah, mari kita bermain anak-anak." Taufan menyeringai kejam. Ia melemaskan otot-otot tangannya.
Greb!
Blaze menahan lengan Taufan. Kepalanya menggeleng tak setuju dengan ucapan yang dikatakan kakaknya itu.
"Jangan! Jangan kak.. hikss.. jangan begitu... Blaze nggak apa-apa.. hiks..."
Taufan menatap aneh Blaze. "Nggak apa-apa kamu bilang? Pipi kamu merah loh!"
"Jangan kak.. Blaze mohon.."
Melihat Blaze yang merengek seperti itu membuat Taufan menghela napas. Diperhatikannya nametag milik keenan siswa itu, lalu mengambil ponsel miliknya.
"Huh! Kalian beruntung karena Blaze menyelamatkan kalian," ketusnya kesal.
Diam-diam keenam murid itu menarik napas lega, namun...
"Sai? Tolong hancurkan bisnis milik keluarga...hm, Azulian Mares, Klonia Varsa, Krania Varsa, Qaria Devlo, Arle Herba dan Winda Liona. Buat mereka tidak bisa menikmati masa-masa indah mereka lagi."
Perkataan Taufan sontak membuat keenamnya terkejut. Tapi Taufan seolah buta dengan mereka.
"Hah? Okay, laksanakan!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, Remember Us (Slow Update)
FanfictionTaufan B. Seorang pria berusia 24 tahun yang kehilangan ingatannya disaat berusia 17 tahun. Ia tidak tau siapa jati dirinya. Huruf 'B' dinamanya membuatnya bingung. Apa sebenarnya kepanjangan dari huruf 'B' itu? Apa itu nama marga keluarganya? Akank...