11

856 112 12
                                    

Gelap. Gelap sekali.

Taufan mencoba meraba sekitarnya, berharap menemukan sesuatu agar ia bisa keluar dari kegelapan yang menakutkan ini.

"Haloo?? Heyyy?" Suara Taufan menggema.

Taufan merasakan tubuhnya mulai gemetar. Entah karena apa.

Mata birunya mencoba melihat sekitar, berharap setidaknya ada cahaya atau mungkin benda apapun untuk mengeluarkannya dari sini.

"Fangggg!!! Stanleyyy!!! Heiiii tolong akuu!!! Siapapun tolong akuuu!!" Taufan berteriak sekuat tenaga.

"Fanggg!! Stanleyyy!! Shieldaaa!!!! Saiii!!! Help meee!!!"

"Taufan?"

Taufan menoleh. Menemukan seorang perempuan dengan latar cahaya dibelakangnya. Taufan akhirnya tersenyum penuh kelegaan.

"Hei kau, tolong akuu!!"

Perempuan itu hanya terdiam ditempatnya. Kedua tangannya terjulur kedepan, seolah hendak meraihnya.

"Taufan anakku... kau sudah besar rupanya..."

Taufan mengerenyit. Ia mendekati perempuan itu. Namun sayangnya ia tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas.

Wajah yang terselimuti cahaya itu membuatnya penasaran. Ia berjalan dengan langkah pelan. Tiba-tiba dadanya terasa sesak. Ia mencoba menggapai sosok itu, namun sosok itu justru pergi. Meninggalkan Taufan di tengah kegelapan ini lagi.

Cahaya yang tadi menjadi harapan Taufan hilang. Taufan tersentak takut. Samar-samar ia merasakan ada seseorang berjalan dibelakangnya.

Taufan merasa takut, perlahan ia menoleh kebelakang...

...dan menemukan wajah seorang perempuan dengan wajah bersimbah darah tersenyum manis padanya.

"Anakku... Taufan..."

Mata Taufan melotot. Tubuhnya gemetar hebat dan ia berteriak sekuat tenaga.

"AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA---"
.
.
.

"----AAAAAAAAAAA astagfirullah astagfirullah!!!"

Taufan terbangun dengan keringat yang membanjiri tubuhnya.

"Astagfirullah Allahuakbar apaan tadi itu?" Taufan ingin menangis rasanya. Ia melihat sekelilingnya.

Aku ketiduran di kantor, pikirnya.

Perlahan Taufan bangun dari posisi duduknya. Uhh lehernya terasa sakit karena posisi tidurnya benar-benar tidak nyaman.

Ia mengecek meja sekretaris, dimana Fang berada. Kosong. Sepertinya pria berambut ungu itu sudah pulang lebih dulu.

"Tega sekali meninggalkanku sendiri," gerutu Taufan sebal. Ia berjalan memasuki lift, menekan tombol lantai 1 dan merasakan lift mulai turun.

Taufan menghela napasnya mengingat mimpi yang menderanya barusan.

Anakku apanya? Mana mau ia jadi anak dari perempuan berwajah seram itu. Memikirkan itu membuat Taufan merinding.

Ia keluar dari lift dengan raut seperti seseorang yang baru saja putus cinta. Wajahnya kusut karena habis bangun tidur, ditambah leher dan tubuhnya pegal bukan main.

Please, Remember Us (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang