Kita tahu, di era ini, seseorang bisa dengan mudah mengeksiskan dirinya. Bahkan sesombong apapun orang tersebut, seberkuasanya ia, tanpa ilmupun, kita tahu mereka bisa sangat eksis.
Lantas, maukah kita lebih eksis dari mereka??
Eksis yang bukan hanya sekedar shortcut belaka. Eksis yang benar-benar bisa jadi master of class yang tawadhu dan menjadi master peace di semua bidang. Tapi sayang, kita juga tahu, untuk menuju eksis itu, semua itu tidak mudah, semua itu berat, kita tidak akan bisa bertahan menjadi master peace jikalau begitu-begitu saja, pekerjaannya begitu-begitu saja, di dunia perjodohan begitu-begitu saja, kesungguhannya begitu-begitu saja.
Bahkan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah memberikan nasehat pada Ibnu 'Abbas yang kala itu sedang diboncengnya dibelakang. Beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda : "Wahai anak muda, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat, 'Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah Allah, maka engkau akan mendapati-Nya di hadapanmu. Jika engkau memohon (meminta), mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah, bahwa seandainya seluruh umat berkumpul untuk memberi suatu manfaat kepadamu, maka mereka tidak akan dapat memberi manfaat kepadamu, kecuali dengan sesuatu yang telah ditetapkan Allah untukmu. Sebaliknya, jika mereka berkumpul untuk menimpakan suatu kemudaratan (bahaya) kepadamu, maka mereka tidak akan dapat menimpakan kemudaratan (bahaya) kepadamu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan atasmu. Pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering.' " (HR. At-Tirmidzi dan ia berkata hadits ini Hasan Shahih).
Dari hadits di atas ini, kita tahu bahwa bagaimanapun semua manusia bersekutu, berkoalisi untuk mensupport kita, mendukung kita, memviralkan apapun itu untuk ketenaran dan eksis semu, maka mereka tidak akan berhasil kecuali telah Allah gariskan takdirnya untuk berhasil. Pun sebaliknya, jikalau seluruh manusia berusaha menentang, berkomplot untuk menjegal kita, menghancurkan kita, mencemarkan nama baik kita, membunuh karakter kita, maka semua itu tidak akan berhasil kecuali atas kehendak dan takdir Allah ta'ala. Dan kunci hikmah yang bisa kita ambil dari hadits ini adalah orang yang berilmu, orang yang menggunakan akalnya, dia tidak akan bergantung pada manusia, ketidakbergantungannya itu, tergantung pada kadar keilmuannya. Semakin tinggi ilmu seseorang, maka dia akan semakin tidak bergantung pada manusia terlebih dalam perkara-perkara dunia dan akhirat.
Dia menyadari bahwa dia adalah makhluk yang hina, mudah galau, jika terlalu bergantung pada opini komunitas, pada follow atau unfollow instagramnya, pada sudut pandang manusia, bahkan sampai harus keeksisannya itu membuat tindak tanduknya itu dibangun atas dasar persepsi orang lain. Padahal menjaga izzah itu adalah hak dan kewajiban seorang manusia yang beriman. Secara fisik dan batin seharusnya dia tidak bergantung pada pandangan manusia apalagi sampai berputus asa dari mengharap apa yang ada di tangan manusia.
Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al Badr hafizhohullahu menjelaskan,
مَن كان يائسًا ممَّا في أيدي النَّاس عاش حياتَه مهيبًا عزيزًا، ومَن كان قلبه معلَّقًا بما في أيديهم عاش حياته مهينًا ذليلًا، ومَن كان قلبه معلَّقًا بالله لا يرجو إلَّا الله، ولا يطلب حاجته إلَّا من الله، ولا يتوكَّل إلَّا على الله كفاه اللهُ في دنياه وأخراه، والله – جلَّ وعلا – يقول: {أَلَيْسَ اللَّهُ بِكَافٍ عَبْدَهُ} [الزمر: 36]، ويقول – جلَّ وعلا -: {وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ} [الطلاق: 3] ، والتَّوفيق بيد الله وحده لا شريك له.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang Semangat
Short StoryTulisan ini adalah catatan kisah perjalanan dalam segelincir waktu yang saya pergunakan untuk menuntut ilmu dengan sebutan "Halaqoh". Semoga bermanfaat.. Mohon koreksi dan saling mengingatkan jika terdapat salah dan khilaf.