Rahasia Kejayaan

48 4 0
                                    

Setiap kejayaan memiliki kisahnya tersendiri, begitupun para ulama dan atau para sahabat terdahulu.

Dibalik kejayaan yang mereka ukirkan, ada berjuta-juta kisah yang bisa kita teladani terutama kejayaan ini bermula dari begitu gigihnya mereka dalam menuntut ilmu.

Shofwan bin 'Asal al-Muradi berkata :
Aku pernah datang menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka aku berkata, "Wahai Rasulullah, aku datang untuk menuntut ilmu." Beliau pun menjawab, "Selamat datang, wahai penuntut ilmu. Sesungguhnya penuntut ilmu diliputi oleh para malaikat dan mereka menaunginya dengan sayap-sayap mereka. Kemudian sebagian mereka (malaikat, pent) menaiki sebagian yang lain sampai ke langit dunia karena mencintai apa yang mereka lakukan."
(lihat Akhlaq al-'Ulama, hal. 37)

Urgensi yang menjadikan mereka begitu berprestasi diantaranya adalah :

Adab Sebelum Ilmu
Kisah yang pantas dijadikan teladan dalam menjemput ilmu adalah Al Imam Qutrub yang bernama asli Abu Ali Muhammad. Beliau adalah murid Sibawayh.

Dalam tinjauan bahasa, makna 'qutrub' adalah binatang yang selalu bergerak dan tidak pernah lelah dan suka terlihat di malam hari. Julukan 'qutrub' disematkan pada dirinya oleh Sibawayh karena saat sang guru membuka pintunya untuk pergi ke masjid untuk melaksanakan shalat subuh, Sibawayh sudah mendapatkan sang murid berdiri di depan pintu rumahnya. Hal ini sering dilakukan oleh Al Imam Qutrub hanya demi bisa belajar dan bertanya kepada Sibawayh selama perjalanan ke masjid. (Akhbarun nahwiyin albashriyyin, 39).

Kisah lainnya para ulama terdahulu yang dapat dijadikan inspirasi dalam menjemput ilmu dengan adab yang begitu luar biasa adalah kisah Al Imam Ahmad bin Hanbal, yang senantiasa ditahan oleh sang ibunda dengan menahan (menarik bagian belakang) bajunya ketika hendak keluar rumah di pagi hari.

Sang Ibunda berkata; "Jangan pergi sekarang, tunggu sampai adzan subuh." Hingga akhirnya beliau masuk lagi seraya berkata : "Saya ingin cepat-cepat duduk di majelisnya Abu Bakar Ayyasy dan yang lainnya."
(Manaqib Imam Ahmad, 26)

Sebegitu gigihnya para ulama terdahulu mengejar kejayaan mereka sampai tak sabar ingin keluar rumah padahal pada saat itu pagi pun belum menjelang.

Kegigihan mereka karena mereka ingin masuk surga. Karena mereka mengetahui makna hadits Nabi Shallallahu'alaihi wa Sallam :
"Barangsiapa yang menuntut ilmu agama, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga." (HR. Muslim)

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah juga berkata, "Allah subhanahu wa ta'ala menjadikan ilmu bagi hati laksana air hujan bagi tanah. Sebagaimana tanah (bumi) tidak akan hidup kecuali dengan curahan air hujan, maka demikian pula tidak ada kehidupan bagi hati kecuali dengan ilmu." (lihat al-'Ilmu, Syarafuhu wa Fadhluhu, hal. 227).

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, "... Kebutuhan kepada ilmu di atas kebutuhan kepada makanan, bahkan di atas kebutuhan kepada nafas. Keadaan paling buruk yang dialami orang yang tidak bisa bernafas adalah kehilangan kehidupan jasadnya. Adapun lenyapnya ilmu menyebabkan hilangnya kehidupan hati dan ruh. Oleh sebab itu, setiap hamba tidak bisa terlepas darinya sekejap mata sekalipun. Apabila seseorang kehilangan ilmu akan mengakibatkan dirinya jauh lebih jelek daripada keledai. Bahkan, jauh lebih buruk daripada binatang di sisi Allah, sehingga tidak ada makhluk apapun yang lebih rendah daripada dirinya ketika itu." (lihat al-'Ilmu, Syarafuhu wa Fadhluhu, hal. 96)

Lebih daripada itu, ahli ilmu yang sejati adalah yang selalu merasa takut kepada Allah. Allah ta'ala berfirman (yang artinya), "Sesungguhnya yang benar-benar merasa takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orang yang berilmu." (QS. Fathir: 28). Karena ilmu dan rasa takutnya kepada Allah, maka para ulama menjadi orang-orang yang paling jauh dari hawa nafsu dan paling mendekati kebenaran sehingga pendapat mereka layak diperhitungkan dalam kacamata syari'at Islam.
(lihat Qowa'id fi at-Ta'amul ma'al 'Ulama, hal. 52).

Ruang SemangatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang