Bertanya Pada SIAPA??

7 0 0
                                    

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :


وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ إِلَّا رِجَالًا نُّوحِي إِلَيْهِمْ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

"Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui." (Surah An-Nahl : 43)

1.] AYAT INI MENUNJUKAN BAHWA ORANG AWAM HARUS MENGEMBALIKAN PERMASALAHAN AGAMA KEPADA AHLI ILMU, BAIK DALAM HAL PENDALILAN QUR'AN DAN ATAU AS-SUNNAH.

Mengembalikan pada pihak atau dalil terkait yang bisa mengolah permasalahan dan dalil itu, diharapkan lahirlah sebuah produk hukum yang tepat.

Pada Surah An Nahl ayat 43 diatas juga, seolah Allah memberitahu, bahwa kita tidak perlu berpikir terlalu keras pada suatu perkara jika memang kita tidak mengetahuinya. Allah tidak memerintahkan kita untuk berijtihad jika kita memang tidak mengerti suatu dalil, Ushul fiqh, dan permasalahan lainnya terutama permasalahan agama. Allah Hanya Menyuruh Kita, BERTANYA.

Seperti juga pada firman Allah ta'ala :

وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الْأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ ۖ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَىٰ أُولِي الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ ۗ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لَاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلَّا قَلِيلًا

"Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu)." (Surah An Nisa : 83)

Allah sangat menekankan untuk mengembalikan suatu hal pada ahli ilmu. Dalam Surah An Nisa ayat 83 diatas, Allah secara spesifik mengatakan mengembalikan pada orang-orang yang memiliki kemampuan "beristinbat". Bukan hanya sekedar orang yang hafal ayat Al Quran, bukan yang sekedar hafal hadits, bukan hanya bisa berbahasa arab, tapi orang-orang yang beristinbat, yaitu orang-orang yang mampu mengolah dalil sehingga melahirkan produk hukum yang tepat, mengerti Ushul fiqh, makna umum dan khusus, mutlak dan mukhayar, dan lain sebagainya.

Karena apabila suatu hal bisa didapatkan semua orang, dikatakan semua orang, kira-kira apakah yang sepert itu valuenya tinggi??

Semua hal yang berkelas itu tidak bisa disentuh sembarangan orang. Semua hal yang tinggi valuenya, maka hanya dimiliki oleh orang-orang yang tinggi, yang khusus. Tentu saja kita sekarang ini berbicara tentang objektifitas bukan subjektifitas, buka kelompok tertentu saja. Dan tentu juga, bukan berarti saya dan atau kita mengklaim diri kita paling tahu, tapi sebenarnya saya, diri kita, adalah yang paling bodoh. Karena amanah yang harus disampaikan, harus kita kembalikan pada marwah ahlinya.

2.] ORANG AWAM KETIKA BERBICARA TENTANG AGAMA, DIKHAWATIRKAN IA BERBICARA TANPA ILMU, DAN KETIKA BERBICARA TANPA ILMU, MAKA IA BERDOSA.

Ruang SemangatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang