Cara melepas sifat munafik dengan dua hal, sebagaimana telah disabdakan oleh Nabi kita. Rasulullah sholallahu 'alaih wa sallam bersabda, "Ada dua sifat yang tidak akan berkumpul di dalam diri orang munafik, yaitu adab atau akhlak yang mulia dan fiqih (pemahaman atau ilmu agama yang benar)."
Jika kita masih terindikasikan dua sifat diatas, maka sedalam apapun pemahaman kita, kita masih bisa terinfeksi sifat orang munafik. Karena islam itu adalah agama yang komprehensif, butuh juga pemahaman yang benar dan tentu saja adab pada Rabbul'alamin, berupa tauhid, aqidah, dan lain sebagainya.
Allah berfirman,
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama." (Surah Al-Fathir : 28)
Maka upaya kita ketika tidak mampu meninggalkan syahwat sepenuhnya adalah dengan meninggalkan kelalaian dengan ilmu. Karena ilmu akan menumbuhkan rasa takut dan rasa takut itu yang akan membuat kelalaian itu terbangun, cenderung waspada siaga, atau terminimalisasikan sehingga terhindar dari kemaksiatan dan hawa nafsu (syahwat).
Syahwat Dapat Menimbulkan Kebaikan
Syahwat itu dituntut agama, maka adanya nikah. Rasulullah ketika ditanya mengenai syahwat maka beliau bersabda, "Bukankah ketika syahwat diletakan pada hal atau tempat yang haram maka akan menjadi dosa, pun sebaliknya, ketika diletakan pada hal atau tempat yang halal maka akan menimbulkan pahala."
Ibnu Rajab rahimahullah berkata : "Fitrah manusia akan takut, khawatir, dan menjauh terhadap hal-hal yang memudhorotkan dirinya, yang akan menyakiti dirinya, meracuni dirinya, menyengsarakan dirinya."
Sebagaimana fitrah kita ini cenderung mengejar apa yang menguntungkan kita.
Kenapa banyak orang maksiat? Padahal maksiat itu kan yang memudharatkan kita, yang merugikan kita, bahkan menjerumuskan kita ke dalam neraka atau di adzab di dunia?? Na'udzubillah tsumma Na'udzubillah. Karena mayoritas maksiat tidak hanya berisi kemudharatan tapi didalamnya ada kemudharatan dan ada manfaatnya, mix, dan dia divonis maksiat ketika mudharatnya lebih besar daripada manfaatnya.
Terjadi khilaf diantara ahli fiqh tentang apakah ada sesuatu yang isinya negatif semua? Mudharat semua? Atau sebaliknya, positif semua tidak ada negatifnya sama sekali?" Button line atau yang digaris bawahi, sebagian mengatakan didunia ini tidak ada yang seperti itu. Kalau pun ada hanya di akhirat.
Seperti pada surah Al Baqarah ayat 219. Tentang khamr dan judi yang jelas didalamnya hal-hal yang memabukkan dan terdapat dosa-dosa yang besar serta memudharatkan. Tapi di waktu yang sama pula, khamr dan judi banyak sekali manfaatnya. Namun tentu mudharatnya tetap lebih besar dan banyak dibandingkan manfaatnya. Maka, ranah khilaf kita adalah Mana mudharatnya yang LEBIH BESAR?! Bukan ada atau tidaknya manfaatnya atau maslahatnya. Dan disinilah peran dari ilmu. Karena jika maksiat isinya mudharat saja, rasa sakit saja, tersiksa saja, mungkin kita cukup mengandalkan fitrah. Tapi, yang jadi kendala, yang jadi masalah, mayoritas maksiat itu isinya maslahat dan mudharat. Akhirnya fitrah kita terkecoh karena diangkat, yang terlihat itu manfaatnya saja dibanding sisi mudharatnya dan itu real. Dan disini pula peran syaitan bermain menurut Ibnu Rajab rahimahullah, senantiasa membranding kita, menjual kita, di blow up, dikampanyekan, konspirasi iblis mereka tebar dimana-mana, itulah sisi-sisi manfaatnya baik yang real benar-benar mengandung maslahat maupun yang hoax. Itulah tugas syaitan membuat orang awam terkecoh. Seperti upaya iblis dengan bagaimana memperdaya dan merayu Nabi Adam as dan Siti Hawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang Semangat
Short StoryTulisan ini adalah catatan kisah perjalanan dalam segelincir waktu yang saya pergunakan untuk menuntut ilmu dengan sebutan "Halaqoh". Semoga bermanfaat.. Mohon koreksi dan saling mengingatkan jika terdapat salah dan khilaf.