Yuk, NGAJ!

1 1 0
                                    

Mari rehat sejenak, kita renungkan nasehat Imam asy Syafi’i;

"Berlelah-lelahlah, manisnya hidup baru terasa setelah lelah berjuang

Aku melihat air menjadi keruh karena diam tertahan

Jika mengalir menjadi jernih, jika tidak, akan keruh menggenang

Singa, jika tak tinggalkan sarang tak akan dapat mangsa

Anak panah, jika tak tinggalkan busur tak akan kena sasaran

Biji emas bagaikan tanah sebelum digali dari tambang

Kayu gaharu tak ubahnya kayu biasa jika di dalam hutan."

Para ahli ilmu tidak akan tinggal diam. Ia akan menempuh perjalanan yang jauh dari rumahnya untuk menuntut ilmu. Ia akan berusaha mendapatkan ilmu yang membuatnya mulia dan tinggi derajatnya di sisi Rabb-Nya, ia akan dapatkan pengganti asyiknya mainan dunia.

Terus berlelah-lelah berjuang mendapatkan ilmu agar semakin menjadi hamba-Nya yang bertakwa. Ya, agar lelah ini berujung pada ridha-Nya, berbuah jannah-Nya.

Barangsiapa yang menempuh jalan untuk untuk menuntut ilmu niscaya Allah akan memudahkan jalan baginya menuju surga. Sesungguhnya malaikat mengepakkan sayapnya sebagai tanda ridha bagi para penuntut ilmu. Sesungguhnya seorang alim akan dimohonkan ampunan oleh penduduk langit dan bumi serta ikan yang berada di lautan. Sesungguhnya keutamaan orang alim (berilmu) di atas ahli ibadah adalah seperti keutamaan bulan saat purnama di atas bintang-bintang. Sesungguhnya ulama itu pewaris para Nabi. Para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, melainkan mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambil ilmu berarti mengambil bagian yang besar.”  (HR. Tirmidzi)

Keutamaan Duduk di majelis dan melakukan Rihlah (perjalanan menuju majelis), diantaranya :

1). Kita mendapatkan pahala dari setiap perjalanan.

Al-Khathib Al-Baghdadi mengutip pandangan Mutharrif ibn 'Abdillah, "Ilmu itu lebih utama daripada amal. Tidakkah engkau dapati seorang rahib beribadah sepanjang malam, tapi ketika masuk pagi hari dia menyekutukan Allah." (Al-Fiqh wa Al-Mutafaqqih, 1/110).

Al-Khathib Al-Baghdadi mengutip pendapat seorang ulama yang berkata, "Ilmu adalah bapak sementara amal adalah anaknya..." (Iq tida' al-'Ilm al-'Amal [Beirut-Damaskus: al-Maktab al-Islami, 1404 H/1984 M]: 14).

Dalam kitabnya yang bertajuk Iqtida' al-'Ilm al-'Amal, Al-Khathib Al-Baghdadi mengutip pandangan Dawud al-Tha'i yang disampaikan oleh Hafs ibn Humaid, yang menyatakan sebagai berikut : "Aku menemui Abu Dawud al-Tha'i untuk menanyakan satu masalah penting. Dan dia adalah orang yang sangat baik. Lalu dia berkata kepadaku, 'Tidakkah engkau lihat seorang prajurit ketika hendak perang? Tidakkah dia mengumpulkan seluruh alat perangnya. Jika dia habiskan umurnya hanya untuk mengumpulkan alat perang itu, kapan dia berperang? Sungguh, ilmu adalah alat amal. Jika seseorang menghabiskan usianya hanya untuk mengumpulkan ilmu, kapan dia akan mengamalkannya?" (Iqtida' al-'Ilm al- 'Amal : 44-45).

Apalagi jika ilmu dijadikan alat untuk mengumpulkan glamor duniawi. Ini jelas diharamkan. Al-Khathib Al-Baghdadi mengutip riwayat dari Wahb ibn Munabbih yang menyatakan, "Allah berfirman ketika mencela para pemuka agama Yahudi : 'Apakah kalian menuntut ilmu selain untuk agama dan mencarinya bukan untuk diamalkan. Kalian menjual dunia dengan amalan akhirat. Kalian mengenakan baju domba, tapi berhati serigala. Kalian singkirkan sedikit kotoran dari minuman kalian, tetapi kalian menelan benda haram sebesar gunung. Kalian jadikan berat agama kepada manusia ibarat mengangkat gunung, namun tidak menolong mereka untuk mengangkat jari manis mereka. Kalian panjangkan shalat kalian dan memutihkan pakaian kalian, tetapi kalian rampas harta anak yatim dan para janda. Demi kemuliaanku, aku akan pukul kalian dengan satu ujian di mana setiap kalian akan tersesat di dalamnya." (Iqtida' al-'Ilm al-'Amal : 78-79).

Ruang SemangatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang