Surat Asy-Syura Ayat 30 :
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
"Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)."
Dalam Surah ini, banyak sekali hal yang bisa kita petik hikmahnya. Terutama apa yang menimpa kita adalah andil dari diri kita sendiri, dari dosa-dosa kita sendiri.
Terkadang kita hanya pintar menyalahkan orang lain, sebagai bentuk yang katanya pembelaan diri tapi nyatanya lebih banyak menjustifikasi orang lain. Dan sebenarnya tidak semua hal yang benar itu perlu diucapkan. Karena setiap momen itu, ada bahasannya masing-masing.
Sepatutnya yang kita lakukan adalah bercermin seperti apa yang pernah dilakukan pendahulu-pendahulu kita terutama dalam hal Mental Menyalahkan Diri Sendiri sebelum menyalahkan orang lain.
Satu contoh dari hal tersebut adalah peristiwa di mana Ibnu Sirrin membeli minyak seharga 40.000 dirham sebanyak satu bejana penuh dibayar belakangan. Ketika diperiksa ternyata ada bangkai tikus yang sudah membusuk di dalamnya. Dia berpikir, "Minyak ini ditampung dalam satu wadah dan najisnya tidak hanya di sekitar bangkai itu. Jika aku kembalikan kepada penjualnya, pasti akan dijualnya kepada orang lain." Maka dibuangnya semua minyak di bejana tersebut. Ini terjadi di saat perniagaannya rugi cukup besar. Akhirnya beliau terbelit utang, pemilik minyak menagih utangnya sedangkan beliau tak mampu membayarnya, lalu orang itu mengadukan persoalan tersebut kepada yang berwenang. Akhirnya diperintahkan agar beliau dipenjara sampai bisa mengembalikan utangnya.
Muhammad bin Sirin berkata, "Sungguh aku tahu dosa mana yang membuatku memiliki utang. 40 tahun yang lalu aku pernah berkata pada seseorang, 'Hai orang yang bangkrut'." (Ibnu Asakir : Tarikh Dimasyq, 43/545-546). Ucapan ini serupa dengan riwayat sebelumnya.
Hisyam bin Hasan, "Suatu hari Muhammad bin Sirin tampak murung dan bersedih. Ada yang bertanya, 'Mengapa murung seperti ini, Abu Bakr (kun-yah Ibnu Sirin)?' Ia menjawab, 'Kesedihan ini dikarenakan dosa yang kulakukan 40 tahun yang lalu'." (Ibnu Asakir : Tarikh Dimasyq, 53/226).
Kisah ini, menunjukkan betapa beliau sedikit berbicara. Jikalaupun berbicara, beliau menjaga lisannya sehingga sedikit terjatuh dalam salah ucapan. Dan dari ucapan Ibnu Sirin ini, kita mengetahui dari mana datangnya perasaan sedih dan gundah yang sering kita alami. Itu adalah buah pahit dari dosa yang telah kita lakukan. Bedanya adalah kita tidak mengetahui gundah tersebut akibat dosa yang mana. Karena terlalu banyak kita melakukan perbuatan dosa. Atau malah menyalahkan orang lain atas hal-hal yang kita lakukan.
Kita tak mampu menunjuk dari dosa mana kesedihan itu berasal. Sedangkan Muhammad bin Sirin, beliau bisa tahu gundah dan kesalahan itu berasal dari dosa yang mana. Karena sedikitnya perbuatan dosa yang ia lakukan, masya allah...
Cukup lama beliau dipenjara, hingga penjaga merasa kasihan karena mengetahui keteguhan agama dan ketakwaannya dalam ibadah.
Penjaga berkata, "Wahai Syaikh, pulanglah kepada keluarga bila malam tiba dan kembalilah kemari pada pagi harinya. Anda bisa melakukan itu sampai bebas nanti." Beliau menolak, "Tidak, Demi Allah aku tidak akan melakukan itu." Penjaga berkata, "Mengapa?" Beliau menjawab, "Agar aku tidak membantumu mengkhianati pemerintah."
Ketika Anas bin Malik sakit keras, Anas bin Malik berwasiat agar yang memandikan jenazahnya kelak adalah Muhammad bin Sirin, sekaligus menyalatkannya. Tapi Ibnu Sirin masih berada di dalam penjara tahanan pada saat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang Semangat
Cerita PendekTulisan ini adalah catatan kisah perjalanan dalam segelincir waktu yang saya pergunakan untuk menuntut ilmu dengan sebutan "Halaqoh". Semoga bermanfaat.. Mohon koreksi dan saling mengingatkan jika terdapat salah dan khilaf.