Disclaimer dulu, tulisan ini hanya retorika yang saya ubah sesuai bahasa sekarang. Mohon maaf jika ada kesalahan dan penulisan bahasa yang kurang pantas. Semoga bisa tetap diambil manfaatnya.
----
Ada sebuah kisah, bercerita tentang gurunya seseorang. Gurunya seseorang itu selalu menghadiri sebuah majelis ilmu bersama dihadiri murid-muridnya pula. Tiba-tiba majelis itu diliburkan tanpa sebab jelas dan dikatakan diliburkan lebih dari 1x. Akhirnya timbul pertanyaan dari gurunya dan murid-murid yang menghadiri majelis tersebut. Beliau dan murid-muridnya yang biasa menghadiri majelis tersebut menemui sang guru di majelis itu. Mereka mendatangi sang guru, membicarakan isi hati dan keresahan mereka karena dilema sebab sering diliburkannya majelis sang guru itu tanpa sebab jelas.
Sesampainya di rumah sang guru majelis itu, gurunya dan murid-muridnya melihat keadaan sang guru baik-baik saja, sehat, tidak ada permasalahan fisik dan secara kasat mata tidak ada masalah. Di tanyakanlah pada sang guru tersebut, keresahan dan tanda tanya mereka selama itu. Sang guru pun menjawab : "Saya mau tanya pada kalian, kalian mau menjadi murid yang pintar atau menjadi murid yang Sholeh?". Mereka pun kompak menjawab : "Menjadi murid yang Sholeh." Sang guru pun berkata lagi : "Jika kalian ingin menjadi murid yang pintar, maka, ayoo hari ini juga kita adakan majelis ilmu." Mereka pun terheran-heran dengan perkataan sang guru, lalu sang guru melanjutkan perkataannya : "Tapi, jika kalian ingin menjadi murid yang Sholeh, maka tolong evaluasi pelajaran-pelajaran kita, diamalkan, setelah itu kita akan belajar kembali pelajaran selanjutnya." Saat mendengar itu, semua terdiam termasuk gurunya seseorang itu, lalu mereka mengevaluasi diri-diri mereka. Setelah beberapa lama dari kejadian itu berselang, maka kajian baru dimulai.
Hasan Al Bashri rahimahullah sebagaimana disampaikan pula oleh Al Imam Al Baihaqi dalam karyanya Al-Jami 'li Syu'abi Al-Iman, "Dahulu para sahabat, tabi'in, yang senior itu, jikalau salah seorang dari mereka menuntut ilmu, ngaji, datang ke pengajian itu, tidak selang beberapa lama terjadi perubahan dalam kekhusyuannya, dalam membaca Al-Qur'an lebih tenang, dan ketika menghadapi persoalan, mereka lebih tenang, lebih sabar, ada life style atau pola hidup yang berubah, penglihatan berubah, cara pandangnya berubah, dan baiknya bertambah baik."
Ibnu Rajab rahimahullah berkisah tentang muda mudi yang berdua-duaan (tidak diceritakan detail mengapa mereka bisa berdua-duaan), tapi Qodarullah mereka sudah berdua-duaan sesuai scene yang diceritakan Ibnu Rajab. Lalu yang namanya berdua-duaan, otomatis si cowok agresif jadinya. Diajaklah berzina si ceweknya, tapi si ceweknya risih, ia teringat khilaf, terus berpikir akan dosa, lantas si cewek berkata : "Malu". Cowoknya menimpali perkataan si cewek itu : "Kenapa mesti malu? Tidak ada yang melihat kok, kecuali bintang-bintang dilangit." Lalu si cewek itu pun menjawab : "Kalau bintang-bintang saja bisa melihat kita, bagaimana dengan Sang Pencipta Bintang-Bintang tersebut?". Karena kalimat itu, kalimat yang lahir dari lubuk hati, maka si cowok hanya bisa terdiam dan akhirnya merubah planning atau rencananya, mereka akhirnya tidak berzina.
Jadi, inti dari kisah-kisah diatas adalah ketika kita mengikuti suatu majelis, menjadi seorang penuntut ilmu, maka yang dicari adalah menjadi orang yang Sholeh. Karena majelis ilmu itu tidak menawarkan kekayaan, tidak menawarkan materi, tidak menawarkan beras, sembako, bawang, tapi majelis ilmu itu menawarkan perubahan. Jika pola hidup saja harus berubah, maka ngaji juga harus ada perubahan.
Misalnya perubahan saat di dalam majelis ilmu karena sudah tahu dan dapat ilmu terutama dalam mengamalkan surah Al Hujurat ayat 2, maka lisannya tidak akan mudah berbicara hal yang tidak perlu dalam majelis ilmu, karena takut amal ibadahnya hancur. Mungkin memang ustadznya tidak melihat tidak mendengar apa yang mereka lakukan, tapi Allahu As Sami'. Dia tahu, yang bisa menghancurkan pahalanya bukan ustadz, tapi Rabbul 'alamin. Jika Allah saja tidak dihargai, bagaimana bisa ada perubahan, bagaimana bisa jaga sikap. Maka, orang yang yang ahli ilmu itu meskipun marah, marahnya tidak akan keluar dari dalil, walaupun memang sikapnya kurang tepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang Semangat
Short StoryTulisan ini adalah catatan kisah perjalanan dalam segelincir waktu yang saya pergunakan untuk menuntut ilmu dengan sebutan "Halaqoh". Semoga bermanfaat.. Mohon koreksi dan saling mengingatkan jika terdapat salah dan khilaf.