Hari ini mereka kumpul-kumpul kembali. Bukan Monday Cocktail, tapi Friday Mocktail with a hint of liqueur kalau kata Farras. Mereka berada di kediaman Damayanti, hanya berbeda tower dengannya dan juga Rhea. Salah satu alasan kenapa mereka mengadakan kumpul-kumpul seminggu dua kali alih-alih hanya sekali seperti dulu. Sahabatnya itu tengah hamil.
Kehamilan tidak melulu indah, ada bagian gelap yang tidak dibagikan oleh orang-orang yang tengah mengalaminya. Bagian yang harus disembunyikan agar dunia tidak tahu pun mendengar, karena akan dianggap tidak tahu diri dan seakan hal itu adalah tabu. Bagian yang akan membuat seorang wanita dianggap tidak kompeten untuk menjadi ibu. Padahal, memang kehamilan tidak semuanya mengenai bunga. Ada duri yang siap menusuk dan harus disembunyikan dari orang-orang.
Jadi, di sinilah mereka. Menambah jadwal berkumpul. Nadira senang-senang saja karena beberapa tahun terakhir ia sangat jarang bisa berkumpul seperti sekarang. Terlalu sibuk dengan perannya sebagai istri yang menuruti suami diktator. Lupa bahwa tidak ada yang bahagia dibawah kepemimpinan diktator yang tirani dan sejarah sudah banyak membuktikannya. Bodohnya dia mengulangi sejarah padahal itu mata pelajaran kesukaannya.
"Gue belum kasih hadiah deh ke lo, Nadi." Farras mengambil tasnya dan mengeluarkan kotak yang ukurannya lumayan besar satu buah dan dua lainnya berukuran lebih kecil. "Ini, buka dulu." perintahnya.
Nadira mengambil kotak berukuran besar dengan warna pink berglitter yang sangat norak, ada pita berwarna hitam di atasnya. Nadira membuka pita lalu kotak itu dan menemukan cokelat berbentuk p*nis dengan size yang sangat besar, lengkap dengan urat menonjol di sekelilingnya serta dua testikel. Ada tulisan di bagian dalam atas kotak:
'Selamat menjadi janda! You deserve a new p*nis!'
Nadira melongo melihat isian kotak itu, Rhea dan juga Damayanti mendekatkan kepalanya agar dapat melihat dengan jelas sebelum mereka bertiga melihat ke arah Damayanti yang tersenyum bangga pada dirinya sendiri.
"Itu buat dimakan ya Nadi, jangan lo jadiin dild*. Bisa mengobati kangen kalau nyep*ng dikit lah." kikiknya, "Nah yang ini baru bisa lo pakai." Farras membuka kedua kotak lainnya dan memperlihatkan satu vibrator berwarna pink dan satu lagi buku.
"Ini buku dari masturbati*n guru. Gue paham kalau lo gak pernah masturbasi dengan proper dan melempar laki ke lo juga percuma. Dianggurin aja itu laki." Farras melanjutkan ucapannya. Menganggukkan
kepala untuk menunjukkan keprihatinan seakan kehidupan seksnya sesuatu yang perlu dikasihani.Damayanti yang akhir-akhir ini ringan tangan langsung memukul wajah wanita itu dengan bantalan sofa. Cukup kencang hingga ia terjungkal di karpet. "Otak lo kenapa gak jauh-jauh dari penis sih, Ras!" Hardiknya, mengacuhkan Farras yang mengelus bokong kesakitan.
"I'm doing her a favor! Karena gue gak mungkin kenalin laki!" belanya.
"Hidup gue gak melulu soal seks, Ras." Nadira mengesah dengan pasrah pada pedilaku ajaib Farras.
"Kita lempar aja lah ini wanita jadi-jadian dari balkon lo, Dam. Lo pegang kepala, gue badan dan Nadi kaki." Rhea berujar, membuat Farras langsung merangkak dengan cepat menjauhi mereka sebelum idenya direalisasikan.
"Sudah-sudah. Kita cuma punya satu jam lagi, mending kita ngobrol hal yang penting." Nadira menengahi, ia kerap kali menjadi wasit di antara mereka.
"Itu wireless dan bisa atur gerakannya dari po--"
"FARRAS!" Teriak mereka bertiga.
19/1/21
Jangan lupa vote, komen dan follow akun WP ini + IG @akudadodado yaaw.
Thank you :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sequential Love [FIN]
RomanceTrigger warning and may contain some mature convos. Bercerai tidak pernah ada di dalam kamus Nadira. Sebagai seorang yang hopelessly romantic, Nadira selalu berharap cinta pertamanya akan menjadi yang terakhir, yang berarti seperti janji pernikaha...