Himeka sudah duduk di baby chair lama milik Kata, putrinya itu diapit oleh Aksa dan juga Kata yang tidak berhenti berusaha memasukkan makanan kemulut mungilnya, namun gagal. Bocah itu mengatupkan kedua bibirnya serta menggelengkan kepalanya, menolak setiap sendokan makanan.
"Biarin aja, dia kalau mau makan nanti diraup sendiri pakai tangan, Sa." ia terkekeh saat Aksa yang duduk di sisi kirinya sudah tampak frustasi karena usahanya yang gagal terus menerus. "Kalian makan aja, nanti kalau Hime masih belum mau makan, Tante suapin." ujarnya. Kedua remaja tanggung itu menganggukkan kepala dengan lesu.
"Kalian kalau kumpul seramai ini?" Ia mendengar bisikan dari Ganendra yang duduk di sisi kanannya. "Biasanya ada tambahan Janu, tunangannya Rhea. Tapi, hari ini dia ada urusan jadi gak bisa bantu-bantu buat pindahan." Nadira menjawab setelah mulutnya selesai mengunyah makanan yang baru saja disuapkannya.
"Kamu akan berapa lama di sini?"
Nadira menggigit bibirnya, tidak tahu harus menjawab apa atas pertanyaan itu. Ia sendiri belum memikirkan berapa lama akan menumpang di rumah Farras, tetapi dari barang-barangnya yang dibawa paksa oleh para sahabatnya, sepertinya mereka berharap ia akan tinggal lumayan lama di sini.
"Saya berharap tidak terlalu lama." Nadira menjawab setelah menenggak minuman di gelasnya hingga tandas.
Ganendra sudah meletakkan sendok dan garpunya di atas piring, mengisi gelas Nadira yang kosong dengan air sebelum ia sempat melakukannya sendiri. "Jadi, ini kamu pindah secara tiba-tiba?"
Nadira tidak menjawab pertanyaan Ganendra, ia tidak suka membahas hal semalam. Pria itu pun tidak lanjut membahasnya dan memilih untuk melanjutkan makan.
"Kalau kamu perlu bantuan, lain kali jangan sungkan hubungi saya." Ganendra berbisik sesudah ia selesai makan. Nadira melihat pria itu bersungguh-sungguh ketika mengucapkannya, bukan sekedar berbasa-basi. Pria itu tidak melepaskan pandangan darinya hingga Himeka melemparkan makanan ke meja, disusul dengan tawa bocah kecil itu.
"Saya sudah selesai makan, saya yang suapin Hime saja. Kamu bisa lanjut makan dulu." Ganendra menahan tangannya yang hendak berdiri, pria itu mendahuluinya dengan menarik kursi ke sisi Himeka dan mulai menyuapi bocah itu.
Rhea berdeham dan ia baru tersadar keberadaan mereka bertiga di sana, karena sedadi tadi tidak mengeluarkan suara sama sekali. Berbeda dengan biasanya yang selalu meributkan entah apa pun itu. "Nen, biasa banget ya sama anak-anak?" Tanya Rhea. "Kamu kayaknya gak bermasalah sama anak-anak."
"Iya, ya. Beda banget sama si Anu yang dulu kayaknya alergi banget sama Aksa." timpal Damayanti.
"Keponakan saya ada tiga dan rumah udah kayak tempat penampungan anak kalau orangtuanya lagi mau liburan berdua. Satu dititipin, semuanya harus dititipin juga." ucapnya sambil tertawa, tangannya sesekali menyuapkan makanan pada Himeka dengan porsi kecil.
Ketiga sahabatnya mengeluarkan kata 'oh' berbarengan seperti sedang paduan suara. "Jadi, gak ada masalah sama single mom?" Farras yang bertanya kali ini dan Nadira merasa ini seperti sesi wawancara dengan pertanyaan satu arah seperti ini. Farras memberikan seringai lebarnya sambil menunggu jawaban Ganendra.
"Tergantung, single mom-nya bermasalah gak sama lajang? " pria itu menjawab pertanyaan Farras dengan pertanyaan lainnya yang membuat wanita itu terkikik geli, namun puas terhadap jawaban Ganendra.
"Kalau single mom-nya gak peka juga, gimana?" Kali ini Damayanti yang bertanya, mereka bergiliran bertanya pada Ganendra dan Nadira jujur saja tidak mengerti arah pertanyaan-pertanyaan aneh ini.
Ganendra tertawa, "Lumayan buat hiburan." jawabnya, saat melihat tidak ada yang tertawa pria itu tampak seperti menyadari kesalahan ucapannya dan buru-buru meralat. "Bukan, bukan seperti itu. Maksudnya bagian gak pekanya itu buat hiburan. Kalau single mom-nya gak buat hiburan, saya serius. Superserius." lanjutnya dengan tegas.
Nadira melihat mata ketiga sahabatnya yang tadinya menyipit dan penuh curiga pada Ganendra, kini sudah bernapas dengan lega.
Nadira mencoba merangkai informasi yang didengarnyab di dalam kepala dan berakhir dengan satu kesimpulan. "Oh, jadi kamu mau beresin rumah itu karena mau menikah." Ucapnya.
Ganendra menggigit bibir bagian bawahnya sedangkan ia dapat mendengar desahan panjang dari sebrang meja makan. "Saya belum mau menikah, Nadi. Memang mau beresin rumah, Bibi sudah terlalu tua buat beresin semuanya. Salah-salah Bibi bisa encok dan saya berakhir kelaparan, karena gak ada yang masakin."
"Terus, memang gak ada niat menikah? Sama dong sama ibu hamil satu ini." Rhea menunjuk Damayanti dengan sendok.
Ganendra membuka mulutnya saat menyuapkan makanan pada Himeka lalu menjawab pertanyaan, "Niat nikah pasti ada. Memang belun ketemu aja, makanya sampai sekarang masih single." Ganendra menjawab pertanyaan-pertanyaan aneh dari para sahabatnya dengan sabar.
"Guys, menikah atau gak itu ranah personal dan kalian baru kenal buat tanya-tanya hal yang kayak gitu." Potong Nadira sebelum ada yang sempat bertanya lagi. Namun yang dibelanya justru terkekeh, "Gak apa, Nadi. Saya gak masalah ditanya-tanya.
"Tuh, dianya gak masalah." Farras mencoba membela dirinya sendiri, tetapi Nadira merasa sudah cukup dan memerintahkan mereka bertiga untuk membawa piring kosongnya ke dapur untuk dicuci.
23/7/21
Hayo lho wawancara wkwkw
Oiya kalau ada tipo, boleh bantu aku dengan komen di paragrafnya ya. Terima kasih!
KAMU SEDANG MEMBACA
Sequential Love [FIN]
RomanceTrigger warning and may contain some mature convos. Bercerai tidak pernah ada di dalam kamus Nadira. Sebagai seorang yang hopelessly romantic, Nadira selalu berharap cinta pertamanya akan menjadi yang terakhir, yang berarti seperti janji pernikaha...