"Dam-dam! Jangan angkat barang-barang gue!" Sentaknya kesal karena wanita itu mengabaikan ucapannya beberapa saat lalu. Ini bukan pertama kalinya ia mengucapkannya, sudah dilakukannya satu jam terakhir selama mereka membantunya membawa barang-barang ke rumah Farras. "Oh my god, gue hamil bukannya patah tulang! Ini cuma mainan Hime yang gue bawa!" balas Damayanti dengan dengusan. Ia membawa satu kerangjang plastik yang berisikan mainan Himeka yang didominasi oleh boneka. Damayanti menggerutu dan berjalan melewatinya.
Nadira menghela napas. Ia setuju dengan usulan mereka untuk tinggal di tempat Farras selama beberapa waktu. Pindah ke tempat orangtuanya bukan pilihan yang baik mengingat mereka tidak tahu penyebab perceraiannya, selain 'ketidakcocokan'. Dan juga, ia tidak dapat membayangkan bagaimana potongan-potongan hatinya akan berubah menjadi serpihan kecil di mata mereka, jika melihat apa yang terjadi padanya.
"Nadi! Ponsel lo gak berhenti bunyi terus, tuh!" Teriak Rhea saat ia sedang membereskan barang-barang Sapri di mobilnya. Membawa anak saja sudah seperti pindahan satu lemari penuh, dan pindahan balita ditambah dengan anak anjing seperti pindahan rumah beserta isi-isinya. Ia memboyong segala hal agar tidak ada drama tidak bisa tidur tanpa A, B, C dan seterusnya. Hanya Tuhan yang tahu seberapa rumitnya pikiran anak-anak.
Ia berjalan menuju meja ruang tengah Farras, di mana ia meletakkan ponselnya. Suara Himeka, Kata dan Aksa yang tengah bermain kejar-kejaran dengan Sapri di halaman belakang terdengar nyaring, namun menyenangkan di telinganya. Alisnya berkerut ketika melihat nama penelponnya, jemarinya menggeser ke tombol hijau untuk menerima panggilan itu.
"Halo?"
"Hei, saya di depan unit kamu, lagi keluar?" kalimat yang diucapkan Ganendra membuatnya bingung.
"Saya ada janjian sama kamu?"
"Gak, sih. Saya cuma mau antar treats-nya Sapri." ujar pria itu dengan canggung. "Saya tinggalkan di lobi atau gimana?"
Nadira menggigit bibir bagian atasnya, "Eng, saya gak tinggal di sana beberapa hari, tapinya." gumam wanita itu perlahan, namun masih dapat didengar oleh Ganendra.
"Oh, okay. Saya antarkan ke kamu aja sekarang, bagaimana? Share location, see you!"
"Ta--" panggilan itu terputus begitu saja dan ada pesan masuk lagi dari pria itu.
Ganendra
Share location, please. Dan saya juga perlu berbicara soal proposal yang kamu kirimkan kemarin.Ia mengesah, mau menolak juga tidak bisa karena pria itu perlu berbicara mengenai pekerjaan. Ia menoleh pada Farras yang kini duduk dengan kaki diluruskan serta tangan terkulai di kedua sisi tubuhnya. "Ras, Ganendra ke sini, boleh?" Pertanyaannya membuat kedua mata Farras yang tadinya tertutup, terbuka lebar. "Boleh! Boleh! Boleh!" jawabnya terlalu bersemangat. The mischievous grin gives her creep.
"Bi, tolong siapin makanan! Kita mau kedatangan tamu!" Teriak wanita itu dengan lantang, Bibi yang berada di dapur langsung menyahut dengan sama lantangnya, menarik perhatian Damayanti dan juga Rhea yang tengah memasukkan barang-barangnya ke kamar Kata. Mereka setuju agar ia tidur di kamar Kata ketimbang di lantai atas yang berpotensi membahayakan Himeka.
"Ada apa? Lo mau kasih makan tamu, tapi kita yang dateng dari tadi gak lo kasih barang minum doang? Sumur rumah lo kering, ya?" Rhea menyindirnya dengan satu tangan di pinggang.
"Kalian gak masuk hitungan tamu. Dan ya ampun, Rhe, itu sindiran sumur dari zaman kapan sih? Jadul banget. Kalau haus ambil sendiri di dapur, jangan manja." gerutu Farras.
"Siapa yang mau dateng, Nadi?" Tanya Damayanti yang menyusul Rhea. Perut Damayanti yang mulai membesar tidak membuatnya lantas berjalan dengan lebih berhati-hati. Wanita itu masih selincah dulu, hal yang justru membuatnya kadang ngeri.
"Ganendra, katanya mau ngomongin proposal kemarin dan bawa treats buat Sapri." jawabnya, jemarinya kini sudah mengirimkan alamat Farras kepada pria itu yang dibalas dengan ucapan terima kasih.
Tidak adanya respon dari ketiga sahabatnya membuat Nadira menatap mereka satu persatu. Matanya mengerjap berkali-kali, "Ada apa? Ada sesuatu di muka gue?" tangannya yang tidak memegang Ponsel sudah mendarat di pipinya, takut-takut ada sesuatu di sana, karena kini tatapan ketiga sahabatnya sangat aneh.
Rhea berdecak pelan, "Iya ya, Tuhan kasih kelebihan sama kekurangan buat semua orang. Ada yang pintar, tapi gak peka," ujar wanita itu sambil melihat ke arahnya, "ada yang pintarnya sampai keblinger dan lupa pakai hati," kali ini ia melihat ke arah Damayanti, dan terakhir ia melihat ke arah Farras, "ada yang gak dikasih kelebihan apa-apa sebagai kekurangannya."
Farras dengan sigap menimpuknya dengan bantalan sofa, tepat mengenai wajah Rhea. "Lo dikasih Tuhan kelebihan di kejudesan doang, kekurangannya yang banyak."
Pertikaian mereka terus berlanjut, sementara Nadira dan Damayanti memilih untuk membereskan barang-barang di kamar Kata.
27/6/21
Wkwkwkwkw Rhea suka bener mulutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sequential Love [FIN]
RomanceTrigger warning and may contain some mature convos. Bercerai tidak pernah ada di dalam kamus Nadira. Sebagai seorang yang hopelessly romantic, Nadira selalu berharap cinta pertamanya akan menjadi yang terakhir, yang berarti seperti janji pernikaha...