Barang-barangnya dan juga Himeka sudah masuk di kamar Kata. Untuk Sapri, ia akan tidur di ruang tengah, Nadira sudah membawa tempat tidurnya dan seluruh mainan serta keperluannya juga.
"Ada lagi yang ketinggalan gak di rumah? Biar gue bawain kalau nanti ke sini lagi." Damayanti sudah tiduran di ranjang Kata setelah mengeluh kakinya pegal tadi.
Nadira berpikir sejenak sebelum menjawab, "Kayaknya gak ada. Gue udah bawa semuanya, sih." setidaknya menurutnya demikian. Ia tidak sempat membuat list karena langsung memboyong Himeka dan juga Sapri keesokannya, setelah ia menghabiskan satu malam di she shed. Ditemani para sahabatnya, tentu saja.
"Nadi, gue punya banyak mainan buat Hime. Mainan Kata dulu, sih waktu balita. Bisa dimainin di sini, biar gak bosen." Farras masuk kamar dengan satu kerdus besar di kedua tangannya, berdiri di tengah-tengah ruangan kemudian membalikkannya hingga seluruh isinya berhamburan di lantai.
Mulut Nadira menganga lebar, sedangkan Damayanti mengeluarkan sumpah serapah karena kini lantai yang tadinya bersih kembali berantakan. Barbie dengan berbagai jenis pakaian serta akesoris lainnya. Tidak hanya satu barbie, melainkan lebih dari sepuluh yang dapat dihitung sekilas oleh Nadira.
"Ini mainan Kata yang gak pernah dimainin. Gila, gue beli berbagai macam barbie dilepeh sama dia. Lebih milih mobil-mobilan sama karate!" keluh Farras, tidak peduli pada tatapan horor Nadira dan juga Damayanti.
Bunyi bel memotong niatan Nadira untuk protes, kemudian suara Rhea terdengar memanggilnya. "Nadi! Ada yang nyariin di depan!"
Bagai anak itik, kedua sahabatnya itu mengikutinya dengan cekikikan. Rhea sudah lebih dulu duduk di single sofa ruang tengah, sedangkan Ganendra duduk di sofa panjang yang berada di tengah-tengah ruangan. Mata Rhea tidak pernah lepas dari Ganendra, meniliknya. Farras yang mengekorinya tidak juga berhenti dengan tawa-tawa centilnya.
"Halo." sapa Ganendra saat melihatnya, pria itu otomatis berdiri kikuk karena tahu diperhatikan penuh minat oleh tiga wanita yang baru dilihatnya hari ini.
"Sorry, ya. Jadinya ngerepotin anter ke sini buat cemilan Sapri." ujarnya tak enak hati. Ia duduk di single sofa yang berseberangan dari Rhea, di sisi kanan Ganendra. Setelah bokongnya mendarat di sana, pria itu baru kembali duduk.
"Gak, kok. Memang sekalian mau omongin proposal yang kamu kirim semalam." balasnya. Nadira dapat melihat bagaimana pria itu tampak gelisah di tempatnya, karena Farras kini duduk di armrest sofa yang didiukinya, Damayanti yang duduk di tempat Rhea, dan Rhea yang duduk di armrest-nya tampak memperhatikannya dari ujung kepala hingga ke kaki.
Farras mengeluarkan batuk norak dengan selipan kata 'kenalin' yang membuat Nadira berdeham, "Ini teman-teman saya, yang lagi hamil itu Damayanti, sebelahnya Rhea dan yang sebelah saya ini Farras. Katanya kalian pernah kenalan."
Senyum di bibir Farras luntur seketika karena pria itu tampak bingung, "Sorry, saya lupa. Kita pernah kenalan?"
Farras menyebutkan satu acara, ia tampak mengingat dengan jelas acara tersebut dan juga menggebu-gebu menjelaskannya pada Ganendra "Kita kenalan di sana, ingat?"
Gelengan kepala Ganendra serta ringisan di bibirnya menjadi jawaban yang membuat lidah Farras kelu tetapi tidak dengan Nadira, Damayanti dan juga Rhea.
Tawa meledak di sana. Rhea sampai terjungkal dari armrest, Damayanti memegangi perutnya dengan tubuh yang bergetar sedangkan dirinya tidak dapat menahan tawa hingga kini sudut matanya berair. Muka kecut Farras membuat semuanya lebih lengkap karena mereka tidak dapat berhenti tertawa sekarang.
"Saya benar-benar buruk dalam mengenal wajah dan mengingat nama." Ganendra berusaha untuk membuat perasaan Farras lebih baik tetapi gagal. Nadira tampak ingin berbicara, namun seluruh kata-katanya habis ditelan tawa yang tak kunjung berhenti.
Farras merengut dengan wajah memerah, campuran kesal dan juga malu. Butuh waktu sepuluh menit hingga tawa itu hanya tersisa sedikit, dan perut mereka tidak lagi keram. "I'm so sorry, tapi kami jarang-jarang punya kesempatan untuk menertawai Farras. Jadi begitu kesempatan datang, kami tidak bisa melewatkannya." Nadira mencoba berucap tanpa tertawa, namun ia tidak mampu tidak tersenyum geli saat mengucapkannya. Ia merasa kasihan pada Ganendra yang kini tampak canggung duduk di sana.
Pria itu mengeluarkan berbagai cemilan untuk sapri yang dibawanya dalam kantong berwarna cokelat. "Ini, treats-nya. Makanannya masih cukup? Atau perlu saya bawain lagi? Jadwal dia ke dokter di minggu depan, saya yang bawa aja." begitu topik mengenai Sapri keluar dari mulutnya, seluruh kecanggungan itu hilang. Ganendra tampak fokus dengan apa yang diucapkannya.
"Makanan masih cukup. Kalau ke dokter apa gak sebaiknya saya aja?"
Ganendra berdecak pelan, "Kalau gitu saya jemput minggu depan dan kita berdua yang ke sana. Hari rabu? Karena jumat saya harus keluar kota. Atau senin sampai kamis, sebisanya kamu."
"Rabu saya bisa."
Pria itu mengangguk sekali, matanya kini mengarah ke halaman belakang di mana Himeka sedang berlari mengejar Sapri. Senyum pria muncul begitu matanya jatuh pada dua makhluk itu.
"Lo bisa ke halaman belakang kalau mau. Gue sensi, tapi masih punya hati." Farras mendengkus. Lagi-lagi Ganendra meringis, namun tetap izin pada mereka berempat sebelum ke taman belakang.
Mata mereka tidak lepas dari Ganendra
"Bokongnya boleh juga." komentar pertama Damayanti setelah pria itu berada di halaman belakang. Mata mereka langsung jatuh pada bokong pria itu yang mengenakan jeans berwarna hitam."Gue gak tahu kalau gamers badannya bisa bagus." kali ini Rhea yang berkomentar, begitu Ganendra melepas jaket jeans belel yang dikenakannya. Kedua lengan Ganendra terpampang jelas, terutama ketika menggendong Himeka yang tampak kegirangan saat melihatnya.
"Itu tatonya sampai ke mana, Nadi? Gue gak bisa lihat jelas, kehalangan kaosnya." tatapan Farras zoom in pada lengan Ganendra yang dihasi tato berwarna hitam, menghilang di balik kaos berwarna abu-abu yang dikenakannya.
"Mana gue tahu! Lo pikir gue pernah lihat dia telanjang?!"
29/6/21
Heyhooo, aku lagi revisi Rumpelgeist, boleh mampir ke sana karena dari awal hingga akhir berubah 😂
KAMU SEDANG MEMBACA
Sequential Love [FIN]
RomanceTrigger warning and may contain some mature convos. Bercerai tidak pernah ada di dalam kamus Nadira. Sebagai seorang yang hopelessly romantic, Nadira selalu berharap cinta pertamanya akan menjadi yang terakhir, yang berarti seperti janji pernikaha...