Nadira tidak tahu harus merasa senang atau heran atas pekerjaan yang baru saja didapatkannya. Mengerjakan semuanya berarti ia tidak perlu memikirkan mengenai keuangannya selama dua atau tiga bulan kedepan. Dan juga, ini bagus untuk portfolionya.
"Ini beneran? Semuanya?" Tangannya bergerak melebar mengikuti rumah Ganendra. Matanya tidak berkedip hingga mendapatkan jawaban yang pasti dari pria itu. "Iya. Bibi bilang loteng rapi dan mudah buat beliau nyari-nyari barang. Jadi, sekalian aja kamu bantu buat beresin semuanya. Bibi sudah ketuaan buat ngerjain semuanya." Ganendra kini sudah duduk di rerumputan. Masih menggaruk perut Sapri dengan Boo dan Giant yang berbaring dengan manis di dekatnya. Himeka? Ia sibuk mengelilingi para anjing dan menyentuhnya. Hari ini sangat cerah, dengan sedikit awan sehingga tubuh mereka bermandikan sinar matahari.
Nadira membasahi bibirnya yang dipoles dengan lipstik berwarna nude. "Kalau ini masih edisi redemption karena kemarin, saya benar-benar gak masalah kok, Ganendra." ia tidak mau mendapatkan pekerjaan karena pria ini merasa bersalah.
Ganendra berhenti menggaruk perut Sapri sejurus kemudian, pria itu menatapnya dengan aneh. Kepalanya menengadah karena posisi Nadira yang masih berdiri. "Saya gak merasa seperti itu. Saya menggunakan jasa kamu karena memang perlu. Dan Sapri ini cara untuk menyogok supaya kamu memafkan saya dan mau ngerjain rumah saya." kedua tangannya terangkat, menunjukkan ia menyerah. "In all honesty, saya sudah coba tanya ke beberapa teman saya jasa profesional organizer dan saat mereka datang untuk kasih proposal, saya kurang sreg. Karena Bibi suka dengan loteng yang kamu kerjakan, jadi saya bisa apa selain menyogok?" Imbuhnya dengan jenaka.
Ada perasaan bangga menyeruak di dada Nadira saat mendengar pernyataan pria itu. Dan juga perasaan hangat saat tahu ada orang yang menyukai pekerjaannya. "Masuk ke dalam gih. Nanti Bibi tunjukin mana aja yang perlu kamu kerjain. Sejujurnya, beliau yang lebih tau mana aja. Saya lebih banyak habisin waktu di ruangan saya ketimbang merhatiin rumah kalau keponakan saya gak datang." ia tergelak. Nadira tidak dapat menyembunyikan senyumannya. Ia menganggukkan kepala lalu pamit pada Himeka yang masih saja mengusili ketiga anjing itu.
Bibi Minah langsung menyambutnya saat ia membuka pintu belakang. Wanita tua itu lari tergopoh-gopoh menyambanginya. "Non Nadira! Akhirnya datang juga!" Kata wanita tua itu dengan heboh. Rautnya tampak cemas bercampur dengan jengkel. "Mas Gan itu habis belanja buat isian kulkas minggu lalu." lanjutnya dengan cepat. Nadira masih tidak paham apa masalahnya dengan belanja isian kulkas?
Wanita tua itu menggeretnya memasuki satu ruangan yang berada di sisi lain dari dapur. Menyalakan lampunya hingga Nadira melihat beberapa kantong belanja yang berada di dekat mobil dan juga kerdus-kerdus yang berjejer rapi di sampingnya, setinggi pinggangnya. Tidak hanya stau baris, tetapi sangat banyak. Otaknya langsung memikirkan seberapa banyak kerdus yang harus dibongkarnya agar dapat membereskan garasi ini. Okay, ini adalah garasi yang berukuran sangat besar untuk satu mobil, pikirnya. Menurut perhitungannya, garasi ini dapat memuat dua atau tiga mobil.
Namun, Nadira masih tidak dapat mengerti kenapa belanjaan ini membuat Bibi jengkel. "Ini aja kan belanjanya, Bi?" tanyanya pada wnaita tua itu yang membuatnya mengerang. Tanpa memberikan jawaban, Bi Minah membuka beberapa kerdus di dekatnya. Nadira mengikuti tepat di belakangnya untuk melihat isi kerdus itu hingga kemudian menyadari apa isinya.
Matanya membelalak saat menyadari kerdus isi kerdus itu adalah bahan makanan dan pemandangan ini entah membuatnya takjub atau keheranan karena kini mulutnya terbuka dengan lebar. Seluruh kerdus di garasi ini berisikan makanan yang cukup untuk memberi makan satu kompi prajurit yang kelaparan.
5/5/21
Btw, Rumpelgeist sudah mau tamat ya, buat man teman yang belum baca dan berminat dengan cerita vampir dan sejenisnya sila mampir :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sequential Love [FIN]
RomanceTrigger warning and may contain some mature convos. Bercerai tidak pernah ada di dalam kamus Nadira. Sebagai seorang yang hopelessly romantic, Nadira selalu berharap cinta pertamanya akan menjadi yang terakhir, yang berarti seperti janji pernikaha...