Nadira tiba di rumah kliennya setengah jam sebelum janji temu. Setelah memasuki dunia kerja dulu, kebiasaannya untuk in time dibandingkan on time. Ia duduk diam di dalam mobil, di depan rumah yang tampak tua dari luar.
Rumah dua lantai itu terbuat dari kayu. lantai satu berwarna hijau tua sedangkan bagian atasnya hijau telur asin dengan jendela kecil di bagian paling atas yang tampaknya seperti attic. Di bagian depan rumah ada beranda yang sama terbuat dari kayu berwarna cokelat tua. Ada hammock yang terpasang di antara kedua tiang yang menyangga bagian depan.
Sejujurnya ia tidak menyangka akan menemukan rumah seperti ini, apa lagi apartemen tempatnya tinggal benar-benar berada di tengah kota yang padat. Dan juga, siapa yang menyangka pria akan tinggal di rumah yang tampak sangat tua seperti ini?
Namun, halaman kecil bagian depan rumahnya tampak sangat terawat meskipun tidak ditumbuhi banyak bunga atau tanaman. Hanya hamparan rumput hijau yang terpangkas rapi dengan pemotong rumput berwarna merah yang terlihat kontras berada di ujung, dekat pagar kecil berwarna cokelat tua yang tidak sampai setengah tubuhnya.
Rumah ini tampak seperti berada di dunianya sendiri dibandingkan rumah-rumah lain yang tampak megah dan lebih moderen di sekitarnya. Hanya ada dua kemungkinan untuk seorang pria tinggal di rumah seperti ini; ini rumah orang tuanya atau dia baru saja pindah ke rumah ini.
Nadira menghabiskan banyak waktu untuk mengamati rumah itu hingga alaram pukul sepuluh kurang lima menitnya berbunyi. Ia sengaja menyetelnya karena tahu kebiasaannya yang suka lupa waktu jika sudah hanyut di pikirannya sendiri.
Dengan terburu-buru, Nadira turun dari mobilnya lalu memasuki pekarangan rumah dan mengetuk pintunya. Hingga ketukan ketiga yang sengaja diberikan jeda, tidak ada yang membukakan pintu untuknya.
"Apa gue salah rumah, ya?" Nadira memundurkan tubuhnya, melihat ke nomor rumah yang sama dengan yang diberikan pria kemarin. "Benar, kok." Ia lalu mengetuk pintunya lagi hingga ada yang membukakan pintu dari dalam.
Seorang wanita yang terlihat jauh lebih tua darinya membukakan pintu.
"Selamat pagi, Pak Ganendranya ada?" Tanyanya dengan sopan.
"Oh, Non Nadira ya? Masuk, Non. Abang tadi nitip pesan supaya kasih Non masuk." wanita tua itu membuka pintu lebar-lebar lalu menggiringnya masuk ke ruang tengah rumah. "Mau minum apa, Non?"
"Air putih saja, Bu. Terima kasih." jawaban itu membuat wanita tua tadi langsung pergi ke bagian belakang rumah.
Jika tadi bagian luar rumah yang tua terlihat berbeda dengan tetangga-tetangganya, kini Nadira kembali terheran dengan bagian dalam rumah yang ... eksentrik? Entahlah, siapa juga yang meletakkan robot-robot seukuran tubuh manusia di ruang keluarganya? Ada lima robot di sana dan semuanya sama seperti di film-film yang pernah di tontonnya, Bumble Bee? Iron Man? dan jenis lainnya yang tidak diketahui karena ia lebih suka film romantis.
Ia tahu ini tidak sopan tapi, rasa penasaran memakan habis sopan santunnya. Nadira mendatangi salah satu robot berwarna kuning dan memegang tubuhnya. Terbuat dari sesuatu yang bukan plastik. "Ini gak mungkin asli kan?" Ia mengetok bagian dada robot itu satu kali sebelum pindah dan mencoba untuk mengetes robot lainnya.
Hingga di robot paling akhir, Iron Man. Berwarna merah dan emas, persis seperti di film. Ia mengetoknya sekali hingga lingkaran di bagian dada robot itu mengeluarkan sinar terang. Nadira berjingkat dan memundurkan tubuhnya, jantungnya berderap lebih kencang karena takut merusak pajangan yang pasti sangat mahal ini. Tangannya menyentuh bagian dada robot itu dengan ragu-ragu, mendekat lagi untuk memperhatikan dengan seksama sebelum tangan robot itu tergerak ke atas dan ia menjerit dengan kencang. Tubuhnya luruh ke lantai karena kedua kakinya tidak memiliki tenaga sama sekali untuk menyanggah tubuhnya.
Wanita tua yang tadi menyambutnya datang dengan tergopoh-gopoh, "Kenapa, Non?" Tanyanya panik. Dengan tangan yang bergetar, Nadira menunjuk pada robot yang tadi bergerak. "I-itu bergerak, Bu."
Wanita itu berdecak lalu melotot ke arah robot itu, "Bang Gan! Kok ditakutin sih tamunya!" Hardiknya galak dan Nadira melihat bagian topeng robot itu menonjol keluar sebelum terangkat ke atas. Memperlihatkan seorang pria yang tertawa terbahak-bahak.
15/1/21
Bang Gan usil! Pukul-pukul dada manjah
Jangan lupa vote, komen dan follow akun WP ini + IG @akudadodado yaaw.
Thank you :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sequential Love [FIN]
RomanceTrigger warning and may contain some mature convos. Bercerai tidak pernah ada di dalam kamus Nadira. Sebagai seorang yang hopelessly romantic, Nadira selalu berharap cinta pertamanya akan menjadi yang terakhir, yang berarti seperti janji pernikaha...