Nadira dan timnya sudah mengerjakan loteng itu semenjak lima jam yang lalu. Mulai dari mengeluarkan isinya hingga menata lemari di sisi kanan dan kiri lalu menyortir jenis-jenisnya agar dapat dikelompokkan di kontainer transparan lalu diberi label. Sampai sekarang, juaranya masih kontainer mainan yang berjumlah lebih dari sepuluh. Mulai dari boneka, rumah-rumahan boneka hingga mainan anak lelaki seperti robot, mobil-mobilan dan lain sebagainya. Lalu penantangnya adalah album foto. Nadira tidak meletakkannya di kontainer tapi secara dadakan membeli lemari dengan pintu kaca untuk meletakkan seluruh album foto itu agar tidak berdebu. Untuk menyortirnya, ia mengurutkan dari tahun foto itu diambil kemudian diberi label.
"Mbak, ini ada kotak masih ketutup sama pitanya. Mau dibuka aja?" Lisa mengangkat kotak berwarna biru muda dengan pita berwarna navy di atasnya dengan tangan kanan. Nadira melihat ke kanan dan kirinya, penuh dengan kontainer dan berbagai macam benda dan ia terlalu malas untuk berdiri dan keluar dari barikade barang-barang ini. "Boleh tolong bawa sini, Lis?" tanyanya. Lisa berjalan mendekatinya lalu menyerahkan kotak itu.
Benda pertama yang dilihatnya ketika membuka kotak itu adalah dua kotak lain yang berukuran lebih kecil berwarna biru dengan pita satin berwarna putih yang di atasnya. Satu kotak berukuran lebih besar dibandingkan yang lainnya. Hanya sekilas melihatnya saja Nadira tahu ini adalah warna dari salah satu perhiasan kenamaan. Orang gila mana yang meletakkan perhiasan mahal ini di loteng? Oh, benar. Orang yang memperkerjakannya.
Nadira menutup kembali kotak itu meskipun rasanya tangannya sangat gatal untuk membuka pita satin putih dan melihat isinya seperti apa. Atau sebesar apa berlian yang akan dilihatnya? Atau model apa perhiasan ini? Apa cincin pertunangan? Pernikahan? Ia menggelengkan kepala. Tidak etis rasanya membongkar kotak perhiasan ini hanya untuk sekedar memuaskan rasa penasarannya. Ia meletakkannya di kontainer tersendiri, agar kotak itu tidak tertiban dan merusak isinya.
"Mbak, gantian istirahat. Aku sama Lisa sudah istirahat lho tadi. Ini juga tinggal di atur aja kan?" ujar Rina. Nadira menumpukan tubuhnya di kedua tangan yang berada di belakang tubuh. Ia benar-benar lupa makan jika sudah bekerja seperti ini. Hime pun tidak merengek sama sekali untuk mencarinya sehingga ia lebih tenang, meskipun beberapa kali selama lima jam ini ia bolak balik loteng dan taman belakang atau kamar tamu tempat Hime tidur siang.
Nadira berdiri dengan susah payah. Kakinya kebas lantaran duduk di lantai terlalu lama sehingga ia memukul-mukulnya dengan pelan. "Sebentar ya, aku istirahat dulu. Makanannya ada di mana? Jadi pesen lewat ojek daring kan tadi?" tanyanya yang mendapat gelengan kepala dari kedua asistennya. "Terus? Kalian makan apa tadi?"
"Kata Mas Ganendra, makan yang dimasakin Bi Minah aja, Mbak." jawab Lisa dengan muka sumgringah ketika menyebutkan nama pria itu. Alisnya naik sebelah, "Mas?" ulangnya. Lisa terkikik dengan malu-malu.
"Disuruh manggil Mas tadi, katanya ketuaan kalau dipanggil Bapak." Jawab Rina kali ini. Ekspresi keduanya sama. Terlihat malu-malu dengan muka yang sedikit memerah. Nadira menggelengkan kepalanya setelah mendengkus.
"Ya sudah. Aku turun dulu. Bagian ini jangan dipegang ya. Nanti aku aja yang beresin." tangannya menyapu daerah yang dikerjakannya tadi. Akan lebih muda jika setiap orang mengerjakan bagiannya masing-masing sehingga lebih hapal apa saja barangnya saat dibuatkan list nanti.
8/3/21
Aku update 2/2 besok ya, kalau gak smapai target juga dari chapter 1-10 ketemu lagi 8 April 21, jgn lupa cetak bulan 6 yes tamat gak tamat WP.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sequential Love [FIN]
RomanceTrigger warning and may contain some mature convos. Bercerai tidak pernah ada di dalam kamus Nadira. Sebagai seorang yang hopelessly romantic, Nadira selalu berharap cinta pertamanya akan menjadi yang terakhir, yang berarti seperti janji pernikaha...