Sequential Love - 9 - Pekerjaan 1/2

4.3K 805 101
                                    

Nadira duduk di beranda belakang yang menghadap ke taman. Memperhatikan pria dewasa yang tengah bermain lempar bola dengan dua anjing dan satu anak kecil yang ikut mengejar anjing-anjing dengan tertatih. Tidak jarang terjatuh hingga membuat Giant mendatangi bocah itu lalu menyundulnya dengan pelan.

Tawa Himeka terdengar merdu di telinganya. Bocah itu sibuk tertawa atau berlari. Atau keduanya secara bersamaan. Ia mengesah, tinggal di apartemen satu kamar membuatnya tidak memiliki lahan agar anaknya bermain dengan bebas. Memang ada tempat bermain bersama dan Himeka terlalu kecil untuk paham perbedaannya, tapi untuknya tetap saja terasa berbeda.

Meskipun taman yang dimiliki orang tuanya kecil, ia terbiasa dengan rumput yang menyapa kakinya di pagi hari. Lengkap dengan embun yang menyentuh telapaknya. Atau suara gemerisik daun dan ranting yang bergesekan saat angin berembus. Bau tanah yang tercium kala hujan membasahi bumi. Atau bagian terbaiknya, ia yang bediri telanjang kaki di tengah hujan. Kebiasaannya sejak kecil yang sering diejek oleh Farras seperti film India, kurang bagian berlari dan berjoget di dekat pohon saja katanya.

Ia tidak peduli. Suara yang dihasilkan oleh hujan adalah satu-satunya hal yang dapat membuatnya tenang sedari dulu.

Tawa Himeka terdengar nyaring dan membuatnya memperhatikan interaksi mereka lagi. Kali ini bocah itu sudah berada di punggung Boo yang berbaring di rumput dengan lidah terjulur. Bulunya yang tebal pasti membuatnya kepanasan di cuaca terik seperti sekarang.

Ia mendekati anaknya itu dan tiba-tiba saja Boo berdiri dengan Himeka yang masih berada di punggungnya. Himeka menjerit kesenangan dengan pipi menempel di punggung anjing itu. "Hime, turun. Boo keberatan." titahnya. Tapi selayaknya tidak membawa beban sebelas kilo di punggungnya, Boo berjalan ke tempat teduh dengan tenang lalu berbaring di sana lagi.

"Biarin aja, belum berat kok. Kalau kesusahaan Boo pasti protes." Ganendra mengelus perut Giant yang berbaring di rumput.

"Terakhir kali saya ke sini Boo gak ada." ujarnya.

"Dia lagi grooming. Bulunya yang tebal juga bikin gak bisa lama-lama kepanasan jadi lebih banyak di dalam rumah." terang pria itu, sesekali melihatnya saat memberikan jawaban.

"Jangan bilang mereka punya kamar di sini?" Tanyanya penuh dengan curiga, ia sering mendengar mengenai pemilik anjing yang memberikan anjing mereka kamar dengan pendingin ruangan. Terutama untuk anjing berbulu tebal yang tidak cocok dengan iklim tropis Indonesia.

Ganendra tertawa, "Punya. Tapi lebih sering tidur sama saya dari mereka kecil. Sudah dipaksa tidur sendiri, eh setiap bangun sudah bergelung di ranjang saya." jelasnya dengan tawa. Tidak terlihat sama sekali kalau pria itu keberatan.

"Kamu gak punya anjing?" Kali ini gantian pria itu yang bertanya. "Kamu kayaknya suka sama anjing. Hime juga." Ganendra menelengkan kepalanya, melihat ke arah Hime yang kini sudah bersandar di perut Boo.

"Tempatnya tidak memadai." jawabnya jujur. Ia sendiri memang ingin, tapi selain tempat, Nadira tidak yakin mampu membiayai kebutuhan anjing dan juga waktu untuk bermain.

Ganendra melempar bola lagi saat Giant menyundul kakinya. Giant dengan cepat berlari menuju bola dan kembali. "Atta boy." puji Ganendra dengan sumringah. "Mau main juga?" tawarnya.

Nadira menggelengkan kepala dengan berat hati karena melihat jam yang sudah menunjukkan pukul sepuluh dan sepertinya kedua asistennya akan datang sebentar lagi.

4/2/21

4/2/21

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sequential Love [FIN] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang