Farras berdecak, "Terus mau ngomongin apaan? Apa bahasan yang lebih menarik dibandingkan pe--"
"Sumpah ya, Ras. Lo sebut itu sekali lagi, gue lempar dari balkon." potong Damayanti dengan sadis. Hamil membuatnya jauh lebih sadis dibadingkan biasanya.
Farras membuat gestur seakan mengunci mulutnya.
"Kerjaan lo gimana Nadi? Masih ngerjain yang rumah temannya Farras?" Rhea membuka topik pembicaraan baru.
Rhea selalu menanyakannya tiap mereka bertemu. Hal-hal sederhana seperti bagaimana pekerjaannya atau ada hal menarik apa. Wanita itu cukup tahu bahwa ia tidak akan bercerita jika tidak ditanya terlebih dahulu. Bukannya apa-apa, ia tidak tahu harus membuka topik pembicaraan tentangnya seperti apa. "Puji Tuhan, seengaknya tiap minggu ada kerjaan, Rhe. Itu udah selesai minggu lalu. Ini di klien baru."
"Ngomongin klien lo gak seru. Isinya ibu-ibu semua." Farras sudah membuka mulutnya lagi. Kapan sih memangnya wanita satu ini dapat menutup mulut lebih dari satu menit?
"Enggak sih, yang ini laki-laki."bantahan. Mata Farras bersinar dengan benderang dan terlihat sangat tertarik dengan pembicaraan ini sekarang. "Serius? Siapa?Mungkin gue kenal."
"Lo sudah absen populasi laki-laki satu Jakarta apa gimana sampai bisa kenal?" Sindir Damayanti. Wanita satu itu benar-benar suka sekali mengganggu Farras. Kakinya diselonjorkan di pouf.
"Ya gak absen juga. Cuma kan kadang kita gak tahu teryata kenal sama siapa gitu. Kayak Handaru kan gue kenal dan gue gak tahu dia kenal juga sama lo." argumen Farras, masih kekeh mencoba mencari tahu siapa kliennya. "Gue penasaran aja siapa. Kalau itu laki sampai ngehubungi Nadira sendiri, berarti kemungkinannya dia single and available. Kalau sudah punya pasangan kan gak mungkin."
"Ganendra." ujarnya, tidak mungkin kan Farras kenal dengan semua orang? "Ganendra Ishan."
Farras menelengkan kepalanya dengan alis berkerut, "Kok namanya kayak familiar ya." melihat reaksi Farras membuat Nadira tidak yakin dengan pemikirannya barusan.
"Itu e-sport athlete bukan? Gue pernah kerja sama dengan dia deh." kali ini Damayanti yang berbicara. "Gak kerja sama juga sig sebutannya. Bank tempat gue kerja kemarin sponsorin acara gim, dan dia bintang tamunya. Lagi naik daun kan dia."
Tangan kanan Farras yang terkepal menepuk telapak tangan kirinya yang terbuka lebar, "Bener! Gue inget! Gue pernah kenalan waktu di acara temennya!"
"Sudah kenalan juga sama juniornya?" Tanya Rhea, setengah bercanda dan setengah lagi serius.
"Belum sempat. Gue datang sama temannya, mana mungkin pulang sama dia." dengus Farras seakan dia sudah melewatkan suatu kesempatan yang jarang muncul. "Gak ganteng-ganteng amat sih emang, cuma kelihatan menarik aja gitu orangnya. Masih gantengan si Anu lah."
Wajah Rhea muram seketika. Nadira kini menimpuk Farras dengan bantalan sofa, tepat mengenai wajahnya. "Itu mulut gak kenal kata rem apa, Ras? Dia klien gue sekarang, gue gak mau omongin hal pribadinya atau dia seperti apa di rumah kalau itu yang lo mau tahu."
Farras memutar bola matanya, "Gue gak perlu lo buat itu. Bisa cari tahu sendiri." ujarnya lalu meneguk minuman.
"Jangan sekarang please, Ras. Gue masih ada kerjaan sama dia. Screw him dua atau tiga bulan lagi, setelah kerjaan gue sama dia selesai. Gue gak mau dia sensi nanti." Nadira mengetuk gelas minumannya dengan kuku jari telunjuk kanannya yang berwarna nude, "Dia tahu gue dari lo ya berarti?"
"Mana bisa gue kasih tahu lo ke dia? Nomornya aja gue belum punya. Nah ngomong-ngomong, boleh minta nomor ponselnya?" Farras mengacungkan ponselnya ke arah Nadira.
"Jangan mimpi!"
20/1/21
Jangan lupa vote, komen dan follow akun WP ini + IG @akudadodado yaaw.
Thank you :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sequential Love [FIN]
RomanceTrigger warning and may contain some mature convos. Bercerai tidak pernah ada di dalam kamus Nadira. Sebagai seorang yang hopelessly romantic, Nadira selalu berharap cinta pertamanya akan menjadi yang terakhir, yang berarti seperti janji pernikaha...