Sampai sekarang Nadira tidak mengerti bagian mana dari kata-katanya yang membuat Ganendra emosi. Ia hanya sekedar bertanya, bukannya menginterogasi pria itu. Selepas ucapan Ganendra itu, ia langsung izin pulang tanpa melihat nagian rumah lainnya yang akan dikerjakan.
"Gue paham sih, kenapa dia marah." Damayanti meminum Le Petit Chavin Rose yang dibelikan oleh Bang Bra--euh Bang Wira. Hanya satu sesapan dari gelas Damayanti dan ia sudah memutuskan tidak menyukai minuman itu. Terlalu peachy untuknya. "Mungkin kotak itu memang tempatnya di sana. Dan lo, Nadira, I love you tapi terkadang lo terlalu pushy untuk hal-hal kayak gini. I mean, dia bos lo dan itu barangnya. Sekali dia bilang tempatnya di sana, that goddamn thing should be there." lanjut Damayanti yang membuat dua teman lainnya meneriakkan, "Amen, sister!"
Mereka kini sedang berada di she shed di hari jumat. Dengan tumpukan botol minuman favorit Farras yang menumpuk di ujung ruangan setelah wanita itu memastikan ia menguras sejumlah uang dari rekening Bang Wira.
"OCD lo di rumah gue aja, Nadi. Gue dengan senang hati menerima lo beresin semua barang-barang di rumah gue. Ikhlas!" Farras memberikan tatapan penuh perhatian dengan tangan berada di dada. "Beresin rumah lo gak bakalan kelar dalam satu hari, Ras. Hell, satu bulan juga gak bakalan kelar!" Rhea menimpali pembicaraan mereka.
"Gue ngerasa apa yang gue lakuin masih dalam batasan." ia berucap. "Itu hal yang tricky dari perasaan. Apa yang lo rasain belum tentu sama dengan yang orang lain rasain. Tergantung dari sudut pandang mana lo ngelihatnya." Damayanti memutar gelas wine-nya dengan perlahan. Mata Nadira jatuh pada cairan berwarna merah muda pucat yang tidak terisi penuh di dalam gelas. Memutari gelas.
"Jadi..." Rhea menggantung ucapannya, melihat dengan usil pada Nadira yang kini sudah mengalihkan perhatian dari gelas Damayanti. "Lo bawa Hime ke sana dan biarin Ganendra main dengan Hime?" kedua sudut bibir Rhea naik dan membuatnya memutar bola mata.
"Dari sekian banyak kata yang gue keluarin, lo cuma denger bagian itu, Rhe? Really?"
"People hear what they want to hear. Lo tahu kan telinga kita semua punya filter yang denger apa aja yang sesuai dengan yang kita mau. Dan bagian itu menarik di telinga gue." Rhea memberikan teorinya sendiri dan kali ini Damayanti mendengkus. "Ayolah, buat orang yang gak bakalan hidup tenang kalau anaknya gak dipegang langsung sama dia, ini kan menarik." sambungnya.
Anggukan kepala dari Farras dan Damayanti membuat seluruh perhatian teralih padanya sekarang. Ia benci jika hal ini terjadi. "Gak ada apa-apa. Nyokap gue gak bisa jaga Hime dan gue gak punya pilihan lain selain bawa dia. Lagian adik dari asisten gue kok yang bantu jaga anak gue. Gue juga bolak-balik lihatin Hime pas lagi ngambil barang-barang dari mobil." terangnya. Itu adalah alasan terlogis yang dimilikinya dan memang kenyataannya seperti itu.
"Yuck, no fun. Bilang kek kalau lo punya perasaan sama Ganendra dan mau kenalin Hime ke dia secara gak langsung." Farras berujar.
"Gue baru cerai, Ras. Lagi berusaha berdiri di kaki gue sendiri lagi, mana sempat mikirin hal-hal kayak gitu? Kepala gue cuma dipenuhin sama gimana caranya biayain Hime dan didik dia kedepannya."
3/4/21
KAMU SEDANG MEMBACA
Sequential Love [FIN]
RomanceTrigger warning and may contain some mature convos. Bercerai tidak pernah ada di dalam kamus Nadira. Sebagai seorang yang hopelessly romantic, Nadira selalu berharap cinta pertamanya akan menjadi yang terakhir, yang berarti seperti janji pernikaha...