Sequential Love - 28 - Si Mulut Manis

4.8K 740 237
                                    

Aku punya akun Karyakarsa dan ada cerita baru di sana. Buat yang suka badboy, sila ke akun Dadodado. Ceritanya sampai tamat (dengan pov laki-laki, lengkap kap kap kap) di sana+sekarang sudah mau tamat. Sampai jumpa di Karyakarsa!

**
Nadira mengangkat Himeka yang tertidur di car seat. Mendekap bocah itu dengan erat karena mimpinya membuat Himeka menaikkan kedua tangan ke atas secara tiba-tiba. Ia membawa balita itu dengan hati-hati sambil menutup pintu dengan kakinya.

"Ganendra, nanti saya aja yang bawa barang-barangnya." Bisiknya pada pria yang membawa tasnya serta tas Himeka di tangan kanan dan kiri.

"Sekalian masuk. Kamu gendong Hime aja." Ganendra mendahuluinya, membukakan pintu kamar sementaranya agar ia dapat membaringkan Himeka di ranjang.

Nadira membuat barikade bantal serta kursi di sekeliling ranjang baru ia keluar kamar, pintu dibiarkan terbuka agar dapat mendengar suara Himeka. Jaga-jaga jika bocah itu terbangun. Tidur siang yang terlambat ini nampaknya membuat Himeka akan tidur cukup lama.

"Farras dan Kata pulang jam berapa?" Ganendra menaruh ponselnya di atas meja ruang tengah.

"Malam mungkin, Leo ajak makan malam sekalian katanya."

Nadira menawari pria itu minum yang dijawab dengan air mineral saja. Ia membawa dua gelas kembali ke ruangan di mana Ganendra duduk.

"Farras bilang saya harus temanin kamu dan Hime dulu sampai dia dan Kata pulang." Ganendra memberikan informasi baru yang membuatnya akan mengomeli Farras ketika perempuan itu pulang nanti. "Dia ngomongnya serius, jadi aku pikir ini alasan kamu pindah sementara ke sini." Sambung pria itu ragu-ragu. Ganendra memberikan jeda dengan tarikan napas sebelum kembali berucap. "Apa ada yang jahatin kalian sewaktu di apartemen?"

Raut ketidaksukaannya dibaca jelas oleh Ganendra yang buru-buru menambahkan kalimat. "Saya hanya perlu tahu kalau ada terjadi sesuatu, siapa tahu saya bisa bantu kaljan berdua." Ganendra menggaruk lehernya pelan.

Nadira berdecak pelan, "Hanya ayahnya Hime yang minta balikan."

Ganendra tampaknya hendak menanyakan sesuatu tetapi diurungkannya. Apa pun pertanyaan yang tidak terucap itu, Nadira merasa bersyukur tidak perlu memberikan jawaban.

"Kamu bisa mulai mengerjakan yang saya minta kemarin kapan? Kalau besok, saya gak perlu bawa Sapri ke sini, sekalian kalian saya antar pulang aja."

"Bisa. Tapi, besok gak perlu antar pulang. Saya bisa nyetir sendiri." tolaknya halus.

"Pulang malam mana bisa kamu nyetir sendiri."

"Eh, kok malam? Biasa kan sore sudah selesai." Tanyanya bingung, pasalnya jika bukan karena load kerja yang menggunung, sebisa mungkin Nadira sudah pulang di sore hari agar tidak mengganggu pemilik rumah yang ingin beristirahat tanpa orang asing di sekitarnya. Nadira juga dulu lebih suka di rumah yang sepi dengan beberapa orang yang ia akrab dibandingkan rumah ramai tetapi oleh orang asing.

"Lho kan kamu mau masakin saya makan malam. Tadi kan kamu bilang ok." Ganendra tersenyum geli melihat ekspresi cengo miliknya. "Kamu gak amnesia kan, Nadi? Pembicaraan tadi bahkan belum lewat 12 jam."

"Bukan begitu," ketusnya, "saya tadi gak ada bilang kapan. Tiba-tiba ditodong seperti ini."

"Karena kamu gak ada bilang kapan makanya saya berinisiatif sendiri. Besok makan malam gak perlu yang berat, yang kamu bisa dengan bahan makanan yang ada di dalam kulkas." kelakar pria itu. Rasanya Ganendra berbakat jadi sales ketimbang bermain gim.

"Kamu menjebak saya."

Ganendra tertawa lantang mendengar gerutuannya. "Kamu sendiri yang gak kasih tanggal, saya kan hanya menagih janji." ucap pria itu membela dirinya. "Kalau ada bahan yang kamu perlukan, aku bisa belanja di siang harinya."

Nadira buru-buru menyetop ide Ganendra itu. "Gak perlu, terima kasih. Salah-salah kamu balik dan tambahin kerjaan saya dengan improvisasi belanjaan kamu." desisnya sebal. "Kulkas kamu juga sudah seperti bagian sayuran dan buah di supermarket."

"Yeah, thanks to you. Kakak saya aja sewaktu mampir terkesima lihat kulkas saya. Katanya enak dilihat dan rapi banget. Keponakan saya juga jadi gak mau berantakin isi kulkas."

Kedua sudut bibir Nadira terangkat, membentuk senyuman. Ia paling senang jika ada yang memuji hasil kerjanya dan tentu saja menghargai kerja kerasanya untuk membereskan hal yang terlihat sepele.

"Keponakan kamu umur berapa?"

"Oh, jadi kamu mulai tertarik sama keluargaku?" Ganendra meletakkan siku tangan kirinya di sandaran sofa, lalu menyanggah kepalanya dengan tangan itu. Seringai yang kini tampak menyebalkan bagi Nadira muncuk di bibir pria itu.

Nadira mendengus sekencang mungkin."Saya perlu untuk memperkirakan mainan apa saja di rumah pohon. Atau akan ada isian barang apa aja di sana."

Lalu Ganendra mulai menceritakan tiga keponkannya dengan ekspresi senang, kesal dan jengkel menjadi satu. Mulai dari kenakalan-kenakalan anak-anak hingga yang membuat kakaknya dipanggil oleh kepala sekolah. Nadira tertawa kencang saat ada cerita yang sebenarnya membuat Nadira kasihan pada Ganendra, tapi ia tidak dapat menahan diri untuk tidak tertawa saat melihat ekspresi pria itu.

"Terus-terus itu kodoknya gimana?" tanyanya sambil mengelap air mata di sudut mata.

"Satu kelasnya berusaha nangkap lima kodok! Teman-teman perempuannya histeris, teriak ketakutan tiap ada satu kodok yang melompat mendekat. Sampai ada yang nangis!" Ganendra bercerita dengan menggelengkan kepalanya, sedangkan ia semakin tidak dapat membayangkan sepanik apa para siswi di kelas itu akibat ulah keponakan Ganendra.

"Toba deh. Itu anak memang badungnya kebangetan. Alasan bawa kodok ke kelas katanya biar kodoknya pintar dan belajar bareng dia. Itu kejadian TK, Nadi. Bayangin deh nanti SMA dia bakalan bikin kericuhan apa. Saya rasa dia bakalan ajakin teman-temannya tawuran." ujar pria itu pasrah yang semakin membuatnya geli.

"Saya jadi gak sabar buat Hime masuk sekolah dan kenakalan-kenakalan dia nantinya." kata Nadira dengan mata yang mengawang, membayangkan akan seperi apa nanti Himeka ketika sudah menjadi remaja.

"Saya yakin kenakalan Hime gak bakalan sampai 10% dari keponakan saya. Saya juga yakin Hime bakalan pintar dan baik hati seperti ibunya."

17/9/21

Eaaa sa ae om modusnya wkwkw

Oiya kalau ada tipo, boleh bantu aku dengan komen di paragrafnya ya. Terima kasih!

 Terima kasih!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sequential Love [FIN] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang