Mata Nadira tidak dapat berhenti terbelalak, bahkan jika ini adalah kartun, bola matanya pasti sudah menggelinding keluar dan mwmbesar dengan dramatis akibat pemandangan di depannya. Kerdus-kerdus itu berisikan makanan mulai dari berbagai macam cemilan, bumbu dapur kering dan keperluan rumah tangga lainnya dalam jumlah banyak. Seakan ada berpuluh-puluh orang tinggal di rumah ini, alih-alih dua orang.
"Mas Gan itu suka kelewatan kalau lagi belanja sendiri. Semuanya dimasukin ke troli, padahal bibi sudah kasih list belanja sekaligus jumlahnya." Bibi memelintir baju yang dikenakannya. Nadira tahu wanita tua itu kesal sekarang.
"Setiap belanja sebanyak ini, Bi?" Tanyanya dengan tatapan nanar pada kerdus-kerdus itu. Otaknya langsung berputar menentukan harus menyusun backstock ini di mana. Yang dalam kasus ini untuk satu tahun ke depan, atau bahkan lebih.
Wanita tua itu mengesah, "Tiap Mas Gan yang belanja, Non. Jadi, beberapa hari yang lalu itu Bibi sakit perut dan Mas Gan nawarin diri buat belanja padahal Bibi udah bilang gak usah. Karena tiap belanja ya gini hasilnya." ujarnya dengan bahu yang turun. Perasaan buruk tiba-tiba saja muncul. "Bi, ada lagi stok makanan dan barang-barang lainnya selain di sini?"
Anggukkan kepala dari lawan bicaranya membuat Nadira kakinya seperti jeli seketika. "Mas Gan suka nyetok makanan, mainan anak-anak buat keponakannya yang suka dateng ke sini. Cokelat menggunung di kerdus-kerdus sana. Mainannya Kakak, Dedek dan Abang juga ada di sana." ia menunjuk ke tumpukan kerdus yang dikira Nadira adalah benda-benda yang dapat dibuangnya. "Maksudnya baik sebenarnya, Non. Biar Bibi gak capek bolak-balik belanja, tapi ya gak segini juga." katanya lesu.
**
Orang yang menumpuk kenangan atau orang yang menumpuk barang-barang, mana yang lebih baik?
Sejujurnya, Nadira tidak tahu mana yang lebih baik karena Ganendra jelas menyandang keduanya. Dengan alasan sentimental, tidak ada barang yang dapat dibuang dari ruangan ini. Kecuali makanan yang sudah kadaluwarsa. Boro-boro dibuang, keluar dari ruangan ini saja tidak boleh.
"Itu jangan dibuang, Kakak dulu suka mainin itu." jawabnya saat Nadira mengangkat barbie lengkap dengan aksesorisnya. Bukan hanya satu mainan berbentuk manusia berukuran mini, tetapi ada lebih dari sepuluh dengan satu kerdus berukuean besar yang berisikan aksesorisnya.
"Itu Abang yang suka mainin." katanya saat Nadira mengangkat robot-robotan yang sudah sangat usang. Tangan sebelah kanannya sudah tidak ada dengan warna yang sudah pudar di sana-sini.
Dan pada saat ia mengangkat lego-lego Ganendra langsung protes, "Itu jangan! Dedek suka mainin!"
Otomatis itu membuat garasi ini menjadi gudang bagi mainan para keponakannya dan juga backstock yang sangat banyak. Rasanya ia ingin berteriak dengan lantang "Jadi, mana yang bisa dibuang?!" Tapi, nyatanya ia harus belajar dari pengalaman. Meskipun sesekali ia melemparkan protes pada mainan-mainan yang sudah rusak parah agar dapat dibuang. Dengan berat hari Ganendra menyetujuinya, memasukkan mainan itu ke kotak yang akan dibuang. Biarpun dari ujung matanya Nadira dapat melihat Ganendra yang sesekali mencuri beberapa mainan dan dimasukkan kembali ke dalam kotak yang akan disimpan.
Nadira mencoba cara lain untuk meyingkirkan mainan-mainan ini, "Tau gak kalau di panti asuhan mainan ini pasti bakalan lebih berguna? Bakalan mereka mainan ketimbang ngejogrok di sini. Itu juga bagus buat ajarin keponakan-keponakan kamu berbagi ke orang yang membutuhkan."
Wkwkwkw sekali hoarder, tetaplah hoarder.
Btw aku mau adain Giveaway 3 Novel gratis, bebas pilih judul, ada yang mau?
7/5/21
KAMU SEDANG MEMBACA
Sequential Love [FIN]
RomanceTrigger warning and may contain some mature convos. Bercerai tidak pernah ada di dalam kamus Nadira. Sebagai seorang yang hopelessly romantic, Nadira selalu berharap cinta pertamanya akan menjadi yang terakhir, yang berarti seperti janji pernikaha...