Proposalnya diterima oleh Ganendra hanya berselang beberapa menit setelah ia mengirimkan pesan yang memberitahukan ia telah menghitung biaya untuk mengorganisir loteng pria itu.
Nadira tidak tahu apa pria itu membaca nominal yang tertera atau tidak, karena menurutnya, nominalnya cukup besar. Ia harus mengubah cat tembok, mempelitur lantai kayu serta menyemprotkan anti rayap lagi, memperbaiki jendela, menambah ventilasi ruangan di atas jendela, menambah beberapa lemari baru, membeli karpet, membeli single sofa beserta pouf-nya. Bagian awal itu memang bukan pekerjaannya, tapi tangannya gatal melihat ruangan itu sangat kotor dan berdebu. Padahal jika dirawat, loteng itu akan menjadi tempat yang sempurna untuk kabur dari hiruk pikuk kota besar.
Jika ia memiliki loteng seperti milik pria itu, kemungkinan ia dan Hime akan lebih banyak menghabiskan waktu di sana. Mengisinya dengan berbagai macam mainan Hime dan hal-hal yang disukainya. Menghiasi kayu di bagian plafon dengan lampu-lampu. Bagian bawah sisi kiri dan kanan yang tidak menjorok ke dalam akan dipenuhi dengan lemari buku-buku Hime. Sedangkan untuknya, meja besar yang menghadap keluar untuk tempatnya bekerja.
Menambahkan kursi gantung rotan juga tampaknya akan menarik.
Mungkin nanti saat uangnya sudah cukup, ia bisa mewujudkan keinginannya. Pikiran itu membuatnya bersemangat untuk turun dari mobil dan memasuki rumah Ganendra dengan Hime yang menggandeng tangan kirinya. Ia menghela napas, ibunya tidak bisa menjaga puterinya, sehingga mau tidak mau ia harus membawa Hime bekerja. Semoga saja Ganendra tidak keberatan, ia sudah meminta adik Lisa untuk turut serta hari ini, untuk menemani Hime. Entah di mobil atau di mana nanti. Yang pasti harus dapat dicek setiap saat. Karena, bagaimana pun ia tidak terlalu mengenal adiknya Lisa, jadi membiarkan orang lain memegang anaknya tanpa pengawasannya adalah sesuatu yang tidak mungkin dilakukannya.
Bunyi pagar kayu yang berderit di bagian engselnya mendapat perhatian Giant yang langsung berlari dari halaman belakang. Dengan mudah melompati pagar pembatas yang membedakan halaman depan dan belakang, dan kini sudah berada di depannya dengan ekor yang dikibas-kibaskan.
"Halo, Giant." Nadira menggaruk leher anjing itu dengan kedua tangannya. "Kamu besar sekali." Hime ya g baru pertama kali melihat anjing yang jauh lebih besar darinya langsung memeluk Giant dengan kedua tangan kecilnya. Takut sama sekali tidak masuk dikamus anaknya, malah Nadira yang harus ekstra hati-hati jadinya.
Ia mendengar gongongan lagi dari pagar pembatas dan menoleh ke sana. Ada anjing Saint Bernard yang berdiri dekat dengan pembatas. Tubuhnya yang besar dengan bulu yang lebat tampaknya membuat anjing itu tidak bisa melompati pagar seperti Giant.
Ada kalung dengan tulisan 'Boo' dan gambar tulang yang tertera di sana. "Kamu namanya Boo?" Dengan gemas Nadira menggaruk bulu-bulu anjing yang berwarna putih, cokelat dan hitam. Bulu-bulunya selembut kapas dan wangi terlepas dari liurnya yang tidak berhenti mengalir dari kedua sisi mulutnya yang berwarna hitam.
"Boo! Giant!" Teriak pria dari arah taman belakang. Ia memanggil nama itu berulang kali dan kali ini nada panik tersemat di sana. Bahkan saat berjalan ke arah samping ia terlihat berlari sebelum berhenti dan menghela napas lega. "Giant! Kan sudah dibilang jangan lompati pagar pembatas ini!" Ganendra menghardik anjing bertubuh besar yang kini duduk di samping kakinya dengan kepala yang berada di bawah kedua kaki depannya. "Jangan pakai trik itu lagi, Giant. Tidak mempan. Kamu gak semenggemaskan sewaktu kecil!" Lanjutnya dengan kedua tangan di pinggang.
Nadira seperti makhluk tak kasat mata sekarang karena pria itu tidak menyadari kehadirannya sama sekali hingga ia berdeham dan memanggilnya. "Ganendra."
Pria itu melihat ke arahnya dengan mata membulat seakan melihat hantu. "Kamu dari kapan di sini?"
"Dari tadi. Dari kamu lari-lari dengan muka panik."
Tangan kanan pria itu naik ke rambutnya, menyisirnya dengan sembarangan dan kali ini Nadira melihat di bagian dalam bisepsnya ada tato yang mengintip dari lengan baju yang tertarik. "Dia itu suka banget kabur ngelompatin pagar. Terakhir kali, Giant hilang dua hari sampai akhirnya ditemukan oleh orang lain dan dibawa pulang. Kebayang gak, anjing sebesar dia berkeliaran di jalanan. Niatan ngajak main orang yang dia lewati, malah dikira ngejar nanti."
Nadira membayangkan hal itu. Tampang Giant yang galak nan menyeramkan sama sekali tidak cocok dengan sifatnya yang ramah dan suka bermain. Yang ada orang-orang keburu takut melihatnya di jalan.
"Terus, kamu ngapain ke sini sekarang? Masih dua jam lagi kan?" Ganendra melihatnya aneh, matanya lalu tertuju pada Hime yang kini asyik menarik bulu Boo dari sela-sela pagar tempatnya memasukkan tangan. "Ini siapa?"
26/1/21
KAMU SEDANG MEMBACA
Sequential Love [FIN]
RomanceTrigger warning and may contain some mature convos. Bercerai tidak pernah ada di dalam kamus Nadira. Sebagai seorang yang hopelessly romantic, Nadira selalu berharap cinta pertamanya akan menjadi yang terakhir, yang berarti seperti janji pernikaha...