"Ah, I see." gumam Ganendra. "Done! Bagian saya udah selesai!" Pria itu mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi, seakan baru saja berhasil menyelesaikan salah satu misi di dalam gimnya. Padahal, masih ada beberapa kotak lagi yang belum disortir, tapi ia tidak ingin merusak kesenangan pria itu. Dan ia merasa lebih mudah mengerjakannya tanpa pria itu di sekitar. Ganendra berdiri dengan menggunakan tangannya sebagai tumpuan di dengkul. "Ah, duduk kelamaan bikin pegel kaki." Bisiknya pelan, kini kepalan tangannya memukul-mukul paha dan juga bokongnya.
"Saya yang selesaiin. Kamu memangnya gak ada kerjaan?" Ganendra terlihat ragu-ragu menjawab pertanyaannya, "Ada sedikit, sih. Tapi, saya gak enak ninggalin kerjaan sebanyak ini ke kamu."
Nadira memberikan senyumannya, "Saya dibayar buat ngerjain ini. Mau kamu punya barang sebanyak apa juga saya memang berkewajiban ngerjain. Saya merasa gak enak malah kalau kamu bantuin." Ia masih duduk di lantai sehingga perlu mendongak agar dapat melihat pria yang sudah berdiri itu. Ganendra menganggukkan kepalanya. "Okay, kalau begitu saya di ruang kerja kalau kamu butuh sesuatu. Makan siang di sini aja, bareng sama Bibi dan saya. Bibi sudah siapin makanan juga buat Hime."
"Lho? Ganendra, saya gak enak jadinya kalau gitu."
"Lebih gak enak lagi kalau nolak, Nadira. Karena, Bibi sudah selesai siapin semua dari pagi."
**
Ganendra mengeluarkan kursi makan balita dari garasi. Mengelapnya hingga mengkilat serta menyemprotkan disinfectant, menunggunya kering sebelum menggendong Himeka dan mendudukannya di sana. Bocah itu mendapatkan satu tempat makan bersekat dengan berbagai macam warna di atasnya. Fusilli berwarna hijau, brokoli berukuran kecil untuk sekali makan, telur orak-arik, sup wortel serta daging yang sudah dihaluskan. Lupakan sendok dan garpu, anaknya mengganyang semua itu dengan kesepuluh jarinya. Lebih banyak yang berceceran di meja kecilnya ketimbang masuk ke dalam mulut.
Bukan jenis makanan ini yang diharapkannya ada di rumah seorang pria yang belum memiliki anak. Ia bahkan sempat berpikir harus memotong kecil-kecil semuanya lagi sebelum anaknya itu makan dengan disuapi olehnya. "Keponakan kamu sering main di sini dari bayi?" Tanyanya dengna penasaran. Karena, Ganenedra dan Bibi tidak terlihat kebingungan saat menyiapkan makanan. No offense, Bibi pasti sudah sangat mengetahui makanan anak-anak, tapi bukan versi seperti ini.
Ganendra tertawa lalu menjawab pertanyaannya, "Bukan main lagi, tapi nginep. Dia dan suaminya sering banget jalan-jalan berdua. Karena keluarga suaminya di luar kota dan hanya saya yang masih belum punya anak, dengan senang hati dia nitipin ke sini setiap pergi. Katanya biar saya belajar sebelum punya anak." ceritanya. Pria itu tidak tampak keberatan sama sekali, justru terlihat senang. "Ini peralatan makan yang memang disiapin di sini dari mereka bayi. Ada lagi versi yang piring biasa dengan gambar kesukaan Kakak dan Abang." terangnya.
Nadira menyuapi sup untuk Himeka yang langsung disemburkan oleh putrinya itu ke segala arah. Ia mengerang karena meja makan kini penuh dengan cairan berwarna oranye hasil karya putrinya. "Maaf-maaf. Saya lap." katanya panik. Tangannya meraih tisu lalu membersihkan seluruh permukaan meja dengan terburu-buru yang malam membuatnya menyenggol gelas di meja dan berakhir menumpahkan seluruh isinya. Sedangkan gelasnya berguling hingga jatuh ke lantai dan pecah. Ia mengerang karena kepanikannya justru membuat semuanya semakin berantakan.
Ia semakin ketakutan karena membayangkan Ganendra akan marah seperti mantan suaminya saat ia membuat kekacauan. Biasanya di awali dengan dengusan yang membuat Nadira ketakutan, mendengar omelan suaminya mengenai betapa tidak kompetennya ia dan berakhir dengan ia yang berulang kali meminta maaf tetapi diabaikan. Ketakutan menggigitnya secara perlahan, membuat kerongkongannya kering dan terasa tercekat sehingga susah bernapas.
"Jangan dipegang pecahannya. Biar saya aja yang bersihin." Ganendra langsung mengambil mini dustpan berserta pengkinya untuk membersihkan pecahan beling itu. "Rumah saya sering dipecahin piring, gelas dan sebagainya sama bocah-bocah itu. Jadi, bisa dibilang saya seorang pro untuk bersih-bersih barang pecah belah." dengan cekatan, pria itu membersihkan semuanya. Dan memastikan tidak ada pecahan lagi di lantai. Nadira hanya dapat berdiri di tempatnya, memerhatikan Ganendra yang sama sekali tidak menunjukkan protes.
Ia sendiri tidak tahu harus bereaksi seperti apa karena selama ini reaksi yang dikeluarkannya hanyalah ucapan maaf sambil menunduk dan membersihkan kekacauannya. Ia makin merasa tidak enak, "So sorry, akan saya ganti gelasnya." ujarnya pelan.
"Itu cuma gelas, Nadi. Bukan hal besar. Makan aja, saya buang ini dulu."
28/5/21
Aku akan update bertahap sampai chapter 20 2/2 ya, habis itu nunggu target @400 komen sampai baru apdet lagi. jadi, jangan lupa tinggalin jejak yes. Makasi!
Zero-Sum Love Rhea - sudah tamat
Cooperative Love Farras
Lover's Dilemma Damayanti
Sequential Love Nadira
KAMU SEDANG MEMBACA
Sequential Love [FIN]
RomanceTrigger warning and may contain some mature convos. Bercerai tidak pernah ada di dalam kamus Nadira. Sebagai seorang yang hopelessly romantic, Nadira selalu berharap cinta pertamanya akan menjadi yang terakhir, yang berarti seperti janji pernikaha...