Seorang mahasiswa laki-laki dan seorang mahasiswi perempuan yang bertugas sebagai pembawa acara untuk pertunjukkan seni festival kampus sedang berdiri di atas panggung. Mereka sibuk berbincang-bincang, membicarakan berbagai hal mengenai acara festival kampus ini. Jeda sejenak sebelum penampilan berikutnya.
Disamping panggung Lalice sedang bersiap-siap bersama para back dancer. Lay dan Seulgi sejak tadi telah meninggalkan belakang panggung, mereka berdua memilih untuk menonton penampilan Lalice dari bangku penonton.
Sejak tadi gadis berponi tersebut terus menghembuskan napasnya pelan, berusaha untuk tetap tenang. Sesekali dia melemaskan tangan dan kakinya, serta melompat-lompat kecil.
Rasa gugup terus melanda Lalice setiap dia hendak tampil di suatu acara, meskipun dia telah sering melakukannya. Apalagi dia tampil di penghujung acara, penampilan Lalice persis sebelum giliran Rosé untuk tampil. Hal itu memberikan beban tersendiri bagi gadis berponi tersebut.
"Gwenchana?" Salah satu back dancer menyentuh pundak Lalice dengan lembut.
Lalice mengulas senyumnya. Dia tidak yakin apakah saat ini dirinya baik-baik saja atau tidak. Namun, Lalice memilih untuk tersenyum agar yang lainnya tidak ikut gugup juga.
"Ja! Sepertinya para penonton sudah tidak sabar lagi!" Ujar sang pembawa acara laki-laki, tersenyum lebar menatap para penonton.
"Itu sudah pasti! Karena setelah penampilan ini, penyanyi yang ditunggu-tunggu oleh semua penonton disini akan segera tampil. Siapa dia?!" Sang pembawa acara perempuan tersebut mengarahkan mic-nya kepada penonton.
"ROSÉ!!" Teriak semua penonton dengan penuh antusias.
"Lebih keras lagi!"
"ROSÉÉÉÉ!!!" Teriakan penonton semakin keras, diikuti oleh suara gemuruh tepuk tangan.
Fokus Lalice seketika buyar saat mendengar teriakan barusan. Dia semakin merasa terbebani karena jika penampilannya nanti tidak disambut dengan baik oleh para penonton. Ratusan penonton yang ada disana masih bertahan karena hendak menonton penampilan Rosé yang berada di akhir.
Sebenarnya penampilan sebelum-sebelumnya juga tidak kalah menakjubkan, para penonton menyukainya. Lalice hanya terlalu gugup, oleh karena itu dia terus berpikiran negatif.
"Tapi sebelum penampilan Rosé-ssi, kita telah menyiapkan satu penampilan yang luar biasa!" Lalice menghela napas tertahan saat mendengar ucapan pembawa acara tersebut. Dia paling tidak suka dibilang seperti itu.
"Ne, majayo! Dia juga merupakan salah satu mahasiswi di kampus ini. Dia telah memenangkan berbagai kompetisi dance hingga tingkat--"
"LALICE!!" Potong para penonton, meneriakkan nama Lalice.
"SONG LALICE! SONG LALICE!" Mereka kembali berteriak, kali ini terus bersahut-sahutan.
Lalice melebarkan kedua mata bundar tersebut ketika mendengarnya. Apa dia tidak salah dengar? Mereka memanggilnya? Memanggil namanya? Song Lalice? Lalice tersenyum lebar tanpa sadar, rasa gugupnya langsung berguguran saat itu.
"Woah... Sepertinya semua penonton yang ada disini sudah mengetahuinya. Heol! Daebak!"
"Lebih baik langsung kita panggil saja ke atas panggung, agar Lalice-ssi bisa mengguncang panggung ini!!"
Sebelum dia benar-benar terpanggil ke atas panggung, Lalice menoleh menatap para back dancer yang telah lama ikut bersamanya setiap melakukan penampilan maupun perlombaan. Dia merangkul bahu salah satu back dancer yang kemudian disambung oleh back dancer lainnya, lantas membentuk lingkaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memory (DISCONTINUED)
FanfictionAkibat kecelakaan yang menimpanya pada masa lalu, membuat Lisa harus kehilangan semua ingatannya. Semua memori yang ada dikepalanya terhapus total. Tidak ada yang tersisa, walau hanya sedikit. Namun, pada suatu hari Lisa dihadapkan dengan rentetan k...