Part 28

4.7K 659 84
                                    

Sudah dua hari lamanya Lisa berada di ruang ICU, tetapi belum ada tanda-tanda jika gadis berponi itu akan segera tersadar. Meskipun begitu, kondisinya mulai membaik. Besok Lisa sudah bisa dipindahkan ke ruang rawat.

Kedua mata Rosé menatap wajah Lisa dengan sendu. Apalagi melihat selang ventilator yang ada pada mulut adik kembarannya itu. Gadis blonde tersebut meremas jemarinya kuat, berusaha memendam isak tangisnya.

Kemarin pihak rumah sakit telah memberikan izin untuk mengunjungi Lisa, walau sangat terbatas. Itu tidak menjadi masalah bagi mereka, asalkan mereka bisa bertemu dengan Lisa. Meski hanya dalam waktu yang singkat.

"Lisa-ya, ini aku... Chaeyoungie. Kau pasti mengingatnya, kan?" Suara serak Rosé berhasil memecah keheningan yang terjadi pada ruang ICU tersebut.

Perlahan-lahan tangannya terangkat untuk menggenggam tangan Lisa yang tidak dipasangi oleh jarum infus. Rosé tercekat saat merasakan betapa dinginnya tangan Lisa. Padahal saat ini dia tengah memakai sarung tangan lateks pemberian petugas rumah sakit, tetapi dia tetap bisa merasakan tangan Lisa yang seperti membeku.

Rosé menggigit bibirnya kuat. Kedua matanya terasa memanas, lantas air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Sebelum air mata itu benar-benar terjatuh, soloist itu dengan segera menengadahkan kepalanya menatap langit-langit ruang ICU.

"Lisa-ya," Rosé kembali berucap setelah berhasil menenangkan dirinya. Semakin mengeratkan genggamannya pada tangan dingin milik Lisa.

"Saat kau bangun nanti... Aku ingin kau manggilku dengan panggilan Chaeyoungie... Bukan Rosé-ssi lagi... Begitu juga dengan Jisoo-eonnie dan Jennie-eonnie... Arasseo?"

"Cepatlah sadar, eoh?" Setelah mengatakan itu Rosé mengecup singkat sudut bibir Lisa.

Dengan berat hati Rosé meninggalkan ruangan yang suhunya begitu dingin. Hal pertama kali yang terlihat oleh Rosé begitu keluar dari ruang ICU adalah wajah kakak pertamanya yang terlihat sangat kesal.

"Waeyo, eonnie?" Rosé melangkahkan kakinya mendekati kedua kakaknya yang sedang duduk di bangku depan ruang ICU.

"Para awak media mulai mengikutiku, bahkan tadi ada yang sempat muncul dihadapanku. Seperti biasa mereka bertanya ini dan itu. Benar-benar memuakkan!" Gerutu Jisoo yang berhasil mengundang kekehan samar dari Jennie yang duduk disebelahnya.

"Aku tidak akan terkejut lagi jika nanti ada rumor yang mengatakan kau tengah berkencan dengan seorang dokter muda rumah sakit ini." Mendengar hal tersebut Jisoo langsung melototkan matanya kepada Jennie.

"Ya! Jaga ucapanmu, kau tidak tahu setiap dinding memiliki telinga?!"

Jennie kembali terkekeh. "Arasseo. Mianhaeyo, eonnie."

Jisoo menghembuskan napasnya kesal. Kedua matanya memperhatikan sekitar, memastikan jika tidak ada seseorang pun yang berada di dekat mereka.

Ucapan Jennie barusan memang sekedar candaan. Hanya saja jika hal tersebut sampai terdengar oleh orang lain, mungkin mereka akan langsung mempercayainya. Karena mereka mempercayai apa yang mereka dengar tanpa disertai bukti yang kuat.

"Kau sudah mengunjunginya?" Tanya Jisoo saat tatapannya tertuju ke pintu ruang ICU yang ada di depan mereka.

Rosé terdiam, menatap wajah Jisoo untuk sesaat. Lantas menganggukkan kepalanya singkat menanggapi pertanyaan sang kakak barusan.

"Duduklah." Ujar Jennie sedikit menggeser posisi duduknya. Rosé segera mendudukkan dirinya diantara Jisoo dan Jennie.

"Eonnie." Panggil Rosé entah kepada siapa, sehingga kedua kakaknya itu menoleh ke arahnya dalam waktu yang bersamaan.

Memory (DISCONTINUED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang