Part 22

5.2K 686 136
                                    

Lengang. Satu kata itu yang cocok menggambarkan suasana di dalam mobil Mini Cooper milik Jisoo tersebut. Yang terdengar hanyalah suara deruman mesin, serta suara kendaraan lainnya yang melaju di jalanan.

Jennie mencengkram erat kemudi mobil. Mulutnya tertutup rapat, padahal dia ingin sekali bertanya kepada Lalice. Namun, lidahnya terasa kelu. Bibirnya terkunci rapat.

Sedangkan Lalice yang duduk disebelah Jennie hanya diam membisu, menatap keluar jendela mobil. Perkataan Jisoo di restoran tadi berhasil mempengaruhi pikirannya.

Karena tidak ada yang memulai percakapan lebih dulu, mereka terus larut dalam keheningan hingga sampai di lingkungan apartemen mewah Jisoo berada.

Berkat bantuan dari Irene, Jennie bisa mengetahui alamat gedung dan letak apartemen milik Jisoo.

Sejak sepuluh tahun yang lalu, lebih tepatnya saat mereka mulai dewasa dan meniti karir di dunia entertainment, mereka putus kontak. Hubungan mereka semakin merenggang. Sehingga mereka tidak tahu tentang perkembangan satu sama lain.

Tetapi Jennie cukup terkejut saat Jisoo mendatangi apartemennya kemarin. Dia tidak tahu darimana kakaknya itu mendapat alamat apartemennya. Mungkin bisa saja Jisoo memintanya kepada salah satu manager-nya atau juga kepada Irene.

Sesampainya mereka di area parkir basement khusus untuk para penghuni apartemen. Lalice langsung keluar dari mobil, kembali menggendong Jisoo di punggungnya. Jennie ikut menyusul, membantu gadis berponi itu mengangkat tubuh kakaknya.

Mereka bergegas melangkah menuju lift. Jennie langsung menekan tombol angka dua puluh, lantai tempat apartemen Jisoo berada.

Pintu lift menutup. Persis setelah itu lift segera naik ke atas, menuju lantai dua puluh.

Ting!

Bel tersebut menandakan jika mereka telah sampai di lantai tujuan. Pintu lift terbuka, mereka kembali melangkahkan kaki. Menelusuri lorong lantai dua puluh yang lengang.

Kedua mata Jennie dengan teliti memperhatikan nomor-nomor yang tertera pada setiap pintu. Satu pun tidak ada yang terlewatkan.

"299-J... 300-J... 301-J! Ini dia!" Jennie berseru senang seperti baru saja menemukan harta karun. Ketika gadis berpipi mandu itu mendekat ke arah pintu, masalah baru muncul.

"Aigoo... Aku tidak tahu kode keamanannya." Jennie mengusap rambutnya ke belakang. Menatap frustasi papan tombol yang menempel pada pintu tersebut.

Lalice menghela napasnya samar. Mencoba mencari solusi. "Mungkin seseorang yang kau hubungi tadi juga mengetahui kode kemanannya."

"Maksudmu Irene-eonnie?" Lalice menganggukkan kepalanya.

Jennie mengusap wajahnya dengan gusar. Hatinya terasa sakit saat menyadari sesuatu. Dia adalah adik kandung Jisoo, tetapi dia tidak mengetahui apapun mengenai kakaknya dibandingan dengan orang lain.

"Tidak ada yang tahu... Termasuk Irene-eonnie..."

Baik Lalice, maupun Jennie seketika menoleh menatap Jisoo yang tiba-tiba bergumam. Antara sadar dan tidak sadar.

"Lalu, berapa kode keamanan apartemenmu eonnie?" Tanya Jennie, melangkah mendekati Jisoo.

Jisoo menggeliat di punggung Lalice. Kepalanya tertoleh ke arah Jennie, tetapi kedua matanya masih tertutup rapat. "Kau... Chaeyoung... Pasti tahu..."

Jennie terdiam mendengar ucapan Jisoo barusan. Memutar otaknya, berpikir dengan keras.

"Jangan dengarkan. Dia dalam keadaan mabuk, bisa saja apa yang dikatakannya hanya bualan semata." Ujar Lalice menoleh menatap Jennie.

Memory (DISCONTINUED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang