Satu minggu berjalan dengan normal setelah perjalanan Lalice melakukan study tour di workshop Chanel. Sepulangnya dari Paris, gadis berponi itu kembali disibukkan dengan kertas-kertas rancangan desain.
Tiffany juga memintanya untuk membuat laporan tentang segala hal yang dia dapatkan dari kegiatan study tour-nya kemarin. Kini Lalice tengah sibuk berkutat dengan laptopnya. Jemarinya bergerak lincah menekan tombol keyboard. Merangkai kata demi kata.
Kepala Minnie terjulur dari balik batang pohon yang tumbuh disekitar taman kampus. Kedua matanya mengintai Lalice yang duduk di salah satu bangku taman. Sibuk menatap layar laptop yang ada dihadapannya.
Dia kembali mengingat percakapannya dengan Rosé satu minggu yang lalu, ketika mereka menunggu kepulangan Lalice di apartemen. Saat itu Minnie yang lebih dulu memancing Rosé untuk bercerita karena dari pengamatannya sikap soloist itu terlihat sangat dekat dengan Lalice, padahal mereka baru saling mengenal. Hal tersebut sangat ganjil bagi Minnie yang merupakan mahasiswi Physicology.
Setelah mendengar penjelasan dari Minnie, Rosé berusaha untuk jujur. Setidaknya dia bisa berbagi beban dan mendapat bantuan dari orang terdekat Lalice. Gadis blonde itu tidak menceritakan semuanya, dia hanya mengatakan kepada Minnie bahwa Lalice adalah adik kembarnya yang hilang akibat kecelakaan sepuluh tahun silam.
Ketika Minnie melihat ke dalam mata Rosé, dia langsung mengetahui jika soloist itu tidak berbohong. Semua yang dikatannya benar. Apalagi ketika dia memperhatikan perbedaan sikap Lalice ketika menghadapi Rosé dengan orang lain yang benar-benar baru dikenalnya.
Dari hal tersebut Minnie semakin yakin jika Lalice adalah sosok Kim Lalisa, adik kembar Rosé.
Minnie memperhatikan sekitar. Tidak ada satu pun yang lewat atau berada di dekat Lalice. Ini kesempatannya!
Dengan berjalan mengendap-endap, Minnie mulai mendekati Lalice. Tangannya mencengkram erat buku kuliah Phsycology-nya yang terdiri dari beribu-ribu halaman. Hampir setebal buku ensiklopedia.
Begitu sampai dibelakang Lalice, dia mengangkat buku tersebut tinggi-tinggi. Berhitung mundur dalam hati. Dan persis pada hitungan ketiga, ketika Minnie hendak mengayunkan buku tebal tersebut pada kepala Lalice, Eunha mendadak datang.
"Lalice-ya! Minnie-ya!"
Minnie langsung melemparkan buku tebal tersebut ke samping. Mendarat tepat pada tanah. Sesaat dia masih belum menyadari apa yang dia lakukan, tapi pada detik berikutnya dia berseru panik.
"Andwe! Buku perpustakaan!" Gadis Thailand itu segera mengambil buku tersebut. Memastikan jika tidak ada yang lecet sedikit pun.
Eunha yang baru saja sampai memandangi Minnie dengan bingung. Terutama Lalice, dia bahkan tidak tahu jika Minnie ada di dekatnya.
Minnie menghembuskan napas lega setelah tidak menemukan satu pun lecet pada buku tebal tersebut. Untung saja disekitar taman itu tanahnya ditumbuhi oleh rumput. Jadi buku tersebut tidak kotor atau pun rusak.
"Kenapa kau melempar buku itu?" Tanya Eunha yang telah duduk dihadapan Lalice.
"E-eoh? I-itu... Tadi ada serangga yang hinggap, jadi aku refleks melemparkan buku itu." Jawab Minnie semasuk akal mungkin.
"Bagaimana dengan laporanmu, Lalice-ya?" Tanya Minnie berusaha mengalihkan percakapann.
Lalice terdiam sejenak. Tidak menyangka jika Minnie akan menanyakan laporannya. "Eoh, hampir selesai. Sekarang aku sedang menyelesaikan bagian penutup."
"Jinjjayo, Lalice-ya! Sampai sekarang aku masih tidak menyangka jika kau pergi ke Paris bersama Kim Jennie!" Eunha berseru antusias. Lupa dengan tingkah aneh Minnie barusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memory (DISCONTINUED)
FanficAkibat kecelakaan yang menimpanya pada masa lalu, membuat Lisa harus kehilangan semua ingatannya. Semua memori yang ada dikepalanya terhapus total. Tidak ada yang tersisa, walau hanya sedikit. Namun, pada suatu hari Lisa dihadapkan dengan rentetan k...