Part 17

5.2K 702 167
                                    

Lukisan Monalisa yang paling terkenal dan yang paling sering dicari oleh semua orang yang ada di dunia ini, telah terpajang beberapa meter dari tempat Lalice berdiri saat ini. Sayang, lukisan berharga tersebut tidak diperdulikan oleh gadis berponi tersebut. Padahal disekelilingnya, pengunjung yang lain sibuk memotret dan mengaggumi lukisan tersebut.

Kedua mata bundarnya fokus menatap Jennie yang berdiri disampingnya. Sama seperti pengunjung lainnya, model tersebut sedang sibuk mengabadikan penampakkan lukisan karya Leonardo da Vinci melalui lensa kameranya. Tidak sadar jika Lalice terus menatapnya sejak tadi.

Tangan Lalice terkepal erat. Sejak semalam pikiran tersebut selalu memenuhi kepalanya. Ketika hendak beranjak tidur dia menyadari jika kemarin dia bertingkah aneh, tidak seperti biasanya.

Lalice menghela napas pelan. Mendongakkan kepalanya menatap langit-langit Museum Louvre yang merupakan bekas bangunan istana tersebut. Tatapannya menerawang jauh. 'Atau hanya perasaanku saja?'

"Setelah ini kita akan ke bagian mana?" Suara Jennie berhasil memotong lamunan Lalice.

Kepala Lalice kembali dalam posisi semula, melirik Jennie sekilas. Gadis berponi itu mengangkat bahunya, mengalihkan perhatiannya ke arah lukisan Monalisa yang terpajang dibalik kaca anti peluru.

Rasa antusiasnya untuk mengelilingi museum ini mendadak hilang begitu saja. Disebabkan oleh pikiran-pikiran yang terus menghantuinya sejak kemarin malam.

Jennie mendengus pelan, lalu melihat audio guide yang merupakan sebuah Nintendo 3DS XL. Pihak museum menyewakan benda tersebut agar memudahkan para pengunjung dalam mendapatkan informasi secara keseluruhan terkait museum tersebut.

"Bagaimana dengan... La Victoire de Samothrace?" Usul Jennie, setelah menemukan sesuatu yang menarik dari audio guide tersebut. Tapi tidak ada jawaban dari Lalice yang membuat Jennie gemas sendiri.

"Aku anggap itu sebagai jawaban 'Iya'!" Sambung Jennie kesal. Segera melangkahkan kakinya meninggalkan area tersebut.

Lalice tanpa banyak komentar bergegas mengikuti gadis berpipi mandu tersebut, kemana pun dia pergi. Dan seperti biasa para bodyguard dan manager senantiasa menemani model tersebut. Bagaikan besi yang terus menempel pada magnet.

Walaupun hanya melewati lorong-lorong yang berfungsi untuk menghubungkan satu bagian ke bagian lainnya, tetapi lorong tersebut memberikan kesan tertentu kepada para pengunjung. Bahkan diatas langit-langitnya terdapat lukisan serta ukiran yang berbentuk rumit nan mewah.

"Woah! Semuanya terlihat menarik, aku ingin mengelilingi seluruh museum ini!" Ucap Jennie antusias saat sibuk membaca informasi dari audio guide yang berada di tangannya.

"Maka kau harus meluangkan waktu selama tiga tahun lamanya." Sahut Lalice dengan santai.

Dahi Jennie mengernyit bingung. Tidak mungkin hanya untuk mengelilingi museum ini, dia harus menghabiskan waktu selama tiga tahun.

"Salah satu informasi mengenai museum ini bilang seperti itu. Menurutku hal tersebut memang masuk akal." Jelas Lalice saat melihat wajah kebingungan Jennie.

"Ada ribuan lebih, jumlah karya seni yang ada disini. Bagi para pecinta seni, mungkin mereka akan menghabiskan waktu seharian hanya untuk menikmati satu karya seni. Hanya satu. Bayangkan berapa hari yang harus dia habiskan untuk menikmati seluruh karya seni yang ada di museum ini."

"Itu tidak mungkin!" Ketus Jennie yang tidak mempercayai ucapan Lalice barusan.

Lalice mengendikkan bahunya. "Aku tidak memaksamu untuk mempercayainya."

Memory (DISCONTINUED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang