"Ya! Aaa... Eonnie lihat Lisa!"
"Ya! Lalisa!"
"Kau kenapa usil sekali, Lili-ya?"
"Aniya, aku hanya mengambil kue milik Chaeyoung sedikit."
Lalice mengerjapkan matanya. Selain terganggu akibat suara-suara tersebut, cahaya matahari pagi yang menyinari matanya juga berhasil mengusik tidur lelapnya. Kedua mata bundarnya terbuka perlahan. Pandangannya masih terlihat samar dan buram.
Tepat setelah pandangannya kembali terlihat jelas dan normal, saat itulah Lalice terkesiap mendapati sosok Jisoo yang tidur disampingnya. Dia langsung merubah posisinya menjadi duduk.
Jisoo yang memang telah bangun sejak tadi terkekeh pelan melihat reaksi kaget Lalice. Ikut beranjak duduk, tanpa mengalihkan tatapannya dari gadis berponi itu.
"Apa kau tidur dengan nyenyak?" Suara Jisoo memecah kesunyian pagi di dalam kamarnya. Tidak lupa memberikan senyuman hangatnya.
Lalice tidak mengangguk, juga tidak menggeleng. Dia hanya diam menatap Jisoo. Kesadarannya masih belum terkumpul sepenuhnya. Butuh beberapa menit bagi Lalice untuk mencerna semuanya.
Kemarin badai melanda Kota Seoul sejak sore hari. Dan tentunya disertai dengan petir. Sesuatu hal yang paling Lalice takuti selama ini. Setiap petir menyambar dia selalu merasa ketakutan. Dia akan menangis karena saking takutnya, seolah-olah ada kejadian buruk yang menimpanya setiap badai disertai petir terjadi. Tetapi Lalice sendiri tidak mengetahuinya atau mengingatnya.
Disaat Lalice sedang ketakutan, dia tidak akan peduli dengan siapa yang berada di dekatnya. Gadis berponi itu akan refleks memeluk orang tersebut, mencari perlindungan.
Lalice mengusap wajahnya, akhirnya sadar dengan apa yang terjadi kepadanya. Dia menatap Jisoo dengan takut-takut. "A-apa... Apakah kemarin aku melakukan sesuatu?..."
Senyuman Jisoo semakin lebar. Lalu menggelengkan kepalanya, mengerti maksud ucapan Lalice. "Gwenchana, kau tidak melakukan apa-apa selain tidur dalam pelukanku."
Lalice memejamkan kedua matanya mendengar jawaban dari Jisoo. Mengeluh dalam diam. Dia merasa malu dan bersalah disaat yang bersamaan. Jika saja kemarin tidak ada petir, mungkin dia tidak akan melakukan hal tersebut.
"Gwenchanayo, sedikit pun aku tidak merasa keberatan." Ujar Jisoo mengusak rambut hitam milik Lalice, seakan mengerti apa yang dipikirkan oleh gadis berponi itu.
Lalice termangu memperhatikan Jisoo. Seharusnya dia merasa risih ketika orang lain melakukan hal tersebut, tetapi entah kenapa dia merasa tidak perlu menolak perlakuan dari Jisoo.
"Sekarang hari minggu. Kau tidak memiliki jadwal kuliah, kan?" Sebagai jawabannya Lalice menganggukkan kepalanya samar.
Jisoo beranjak turun dari atas kasurnya, berjalan mengambil sebuah handuk dari dalam lemarinya. Kemudian memberikannya kepada Lalice. "Lebih baik kau mandi terlebih dahulu, aku memiliki beberapa pakaian yang mungkin sesuai untukmu. Setelah sarapan aku akan mengantarmu pulang menggunakan taksi."
Lagi-lagi Lalice hanya menganggukkan kepalanya. Menuruti perintah Jisoo dengan menerima handuk tersebut. Setelah itu berdiri, melangkahkan kakinya menuju kamar mandi yang ada didalam kamar Jisoo.
Jisoo langsung mencarikan pakaiannya yang sesuai untuk Lalice, begitu gadis berponi itu menghilang dibalik pintu kamar mandi. Setelah berhasil mendapatkannya, Jisoo meletakkannya diatas kasur.
"Aku meletakkannya diatas kasur."
"Ne, kamsahamnida." Sahut Lalice dari dalam kamar mandi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memory (DISCONTINUED)
FanfictionAkibat kecelakaan yang menimpanya pada masa lalu, membuat Lisa harus kehilangan semua ingatannya. Semua memori yang ada dikepalanya terhapus total. Tidak ada yang tersisa, walau hanya sedikit. Namun, pada suatu hari Lisa dihadapkan dengan rentetan k...