"Appa--"
"Yang benar saja, appa!" Jisoo yang masih berumur lima tahun saat itu termangu mendengar seruan Junwo. Langkahnya berhenti persis di depan pintu ruang kerja Raejun yang tidak tertutup rapat. Ada celah sedikit sehingga Jisoo kecil dapat mendengar percakapan yang terjadi di dalam ruangan itu.
Tujuan awal Jisoo mendatangi ruang kerja tersebut karena disuruh oleh Yenna memanggil kedua pria yang berstatus sebagai anak dan ayah tersebut untuk makan malam, semua makanan telah siap dihidangkan. Namun, seruan Junwo barusan berhasil membuat Jisoo kecil merasa gentar masuk ke dalam.
"Jangan membantah, Junwo! Keputusanku sudah bulat!" Itu suara Raejun. Nada suaranya tidak kalah tinggi.
Di dalam ruangan itu, Junwo mengacak rambutnya frustasi. Pria itu tidak tahu lagi cara menghadapi pola pikir ayahnya yang menurutnya tidak masuk akal.
"Kenapa aku?! Seharusnya appa memberikan perusahaan itu kepada Saerin-noona, dia lebih berhak mendapatkannya daripada aku. Aku hanya--"
"Tutup mulutmu, Kim Junwo!" Raejun berdesis galak. Kedua matanya menatap Junwo nyalang. "Sampai kapan pun aku tidak akan pernah sudi menyerahkan perusahaanku kepadanya! Tidak akan pernah!"
"Tapi appa--"
Raejun mengangkat tangannya. "Pembicaraan kita selesai. Keputusannya sudah jelas. Mulai besok kau akan bekerja menggantikan posisiku. Aku tidak menerima penolakan!"
Junwo memandangi ayahnya yang kini telah kembali duduk di meja kerjanya, sibuk mengurusi berkas-berkas. "Arasseo, jika itu yang appa inginkan."
Mendengar itu, raut wajah Raejun sedikit melunak. Pria itu tersenyum tipis. "Baguslah, akhirnya kau--"
"Tetapi setelah ini, appa harus siap menanggung semua akibatnya." Ucap Junwo penuh penekanan. Setelah itu beranjak keluar dari ruangan itu, meninggalkan Raejun yang kebingungan.
Jisoo kecil terperanjat melihat pintu di depannya terbuka lebar. Memunculkan sosok ayahnya yang juga sama terkejutnya dengan dirinya.
"Soo-ya?" Ucap Junwo, menutup pintu lebih dulu, kemudian berjongkok dihadapan putri sulungnya itu. "Sedang apa disini, hmm?"
"E-eomma menyuruhku memanggil appa dan harabeoji, makan malam sudah siap." Jawab Jisoo takut-takut. Seruan Junwo tadi terus terngiang-ngiang di dalam kepalanya.
"Ah, benar juga. Kajja!" Setelah mengatakan itu Junwo menggendong Jisoo, lalu diangkatnya setinggi mungkin, mendudukkan putri sulungnya itu diatas pundak.
Jisoo tidak bisa untuk tidak tertawa riang. Seketika melupakan percakapan penuh emosi antara ayah dan kakeknya. Dia merasa senang. Semenjak kehadiran Jennie dan kedua adik kembarnya, Junwo mulai jarang bermain bersamanya.
Tetapi Jisoo juga merasa senang atas kehadiran ketiga adiknya itu, dia bisa merasakan suatu perasaan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Perasaan menjadi seorang kakak.
"Apa kau tahu menu makan malam hari ini, Soo-ya?" Tanya Junwo sambil terus melangkah menuju meja makan.
"Bulgogi!" Jisoo menyerukan jawabannya.
"Wah, mendengar namanya saja appa sudah kelaparan. Soo-ya, pegangan appa akan mengebut!" Begitu Junwo berlari melintasi lorong mansion, Jisoo berteriak senang.
***
Jisoo terbangun dari tidurnya saat merasakan ada yang mengalir di pipinya. Aktris terkenal itu mengerjapkan kedua matanya, memandangi langit-langit kamarnya. Air mata yang menggenang di pelupuk mata membuat pandangannya sedikit buram.

KAMU SEDANG MEMBACA
Memory (DISCONTINUED)
FanfictionAkibat kecelakaan yang menimpanya pada masa lalu, membuat Lisa harus kehilangan semua ingatannya. Semua memori yang ada dikepalanya terhapus total. Tidak ada yang tersisa, walau hanya sedikit. Namun, pada suatu hari Lisa dihadapkan dengan rentetan k...