"Aaaa!..." Erang Lisa kesakitan saat merasakan sebuah cubitan pada pipinya yang sedikit tirus. Kedua mata bundarnya melirik ke samping, melihat siapa pelakunya.
"Eonnie~" Rengeknya sambil melepaskan tangan Jennie dari pipinya. Akan tetapi gadis berpipi mandu itu tidak melepaskan cubitannya.
Kedua mata kucing Jennie menatap lurus ke arah wajah Lisa. Dia mencubit Lisa tentu karena suatu alasan. Sejak tadi dia perhatikan adik bungsunya itu terus melamun, seperti memikirkan sesuatu.
"Ya! Eonnie, lepaskan!" Seru Lisa mulai kesal.
Jennie menghela napas pelan, lalu melepaskan cubitannya pada pipi Lisa. Gadis berponi itu langsung mengusap-usap pipinya yang terasa panas dan memerah, begitu Jennie menyingkirkan tangannya.
"Memikirkan sesuatu, hmm?"
Gerakan tangan Lisa langsung terhenti. Salah satu tangannya yang lain mencengkram selimut dengan erat.
Gadis berponi itu memang sedang memikirkan sesuatu, bahkan sejak satu hari setelah dia sadar. Dia terus memikirkan percakapan kedua pria yang datang untuk memeriksa kondisi kedua orang tuanya dan juga dirinya, saat kecelakaan sepuluh tahun yang lalu.
Ketika itu, salah satu pria menyebutkan nama seseorang yang dikenali oleh Lisa. Namun, dia ragu. Mungkin saja itu orang lain yang kebetulan memiliki nama yang sama. Memiliki nama yang sama persis di Korea Selatan sudah menjadi hal biasa.
Lisa memutuskan untuk menggelengkan kepalanya. "A-aniyo, aku tidak memikirkan apapun."
"Jika kau tidak memikirkan apapun, lalu kenapa kau melamun?" Tanya Jennie yang entah kenapa membuat Lisa merasa terintimidasi.
"A-aku melamun? Kapan?"
"Hampir setiap hari." Itu bukan jawaban dari Jennie, melainkan Rosé yang sedang berbaring di atas sofa sambil memainkan ponselnya.
Lisa langsung menghadiahi kakak kembarnya itu dengan tatapan tajam. Tetapi sedetik kemudian dia segera teringat sesuatu.
"Ya, Chaeng-ah, apa kau tidak memiliki jadwal?" Selain berusaha mengalihkan pembicaraan, Lisa sedikit heran dan juga penasaran melihat Rosé yang begitu santai.
Padahal satu hari yang lalu Jisoo mendapatkan banyak panggilan dari manager-nya untuk segera kembali seperti biasa. Oleh karena itu, hari ini kakak sulungnya itu tidak berada di ruang rawatnya.
Sebenarnya Lisa juga tidak mempermasalahkannya, malah dia sendiri yang memaksa Jisoo agar segera kembali melakukan aktifitasnya seperti biasa. Dia tidak ingin karier Jisoo terhambat hanya kerena dirinya. Itu juga berlaku untuk Jennie dan Rosé.
Rosé beranjak duduk begitu mendengar ucapan Lisa tadi. Kedua matanya menatap adik kembarnya itu dengan kesal.
"Jadwalku memang kosong minggu ini. Dan satu lagi, apa kau tidak bisa memanggilku dengan panggilan 'eonnie', eoh?!"
Tidak ada jawaban dari Lisa. Gadis berponi itu malah menggelengkan kepalanya sambil bergumam. "Sampai sekarang aku masih tidak percaya jika aku telah menjadi adik dari seorang aktris, model, dan soloist terkenal."
"Ya! Jangan mengabaikanku!" Seru gadis blonde itu tidak terima.
Tok... Tok... Tok...
Beruntung sebuah ketukan pada pintu ruang rawatnya berhasil menyelamatkan Lisa dari amukan Rosé.
"Masuk." Sahut Jennie.
Pintu tersebut terbuka dan menampakkan sesosok perawat yang bertugas untuk membawakan makan siang bagi pasien. Perawat itu membungkuk sekilas, kemudian melangkah masuk sambil mendorong troli yang dibawanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memory (DISCONTINUED)
Fiksi PenggemarAkibat kecelakaan yang menimpanya pada masa lalu, membuat Lisa harus kehilangan semua ingatannya. Semua memori yang ada dikepalanya terhapus total. Tidak ada yang tersisa, walau hanya sedikit. Namun, pada suatu hari Lisa dihadapkan dengan rentetan k...