Part 38

4K 589 104
                                    

Tengah malam yang lengang, pecah oleh keributan badai. Jutaan tetes air hujan tumpah dari langit. Kilat sambar-menyambar dari kejauhan.

Dari balik jendela sebuah kamar yang terdapat di sebuah mansion megah, seorang gadis berponi sedang berdiri menatap jauh ke luar. Tatapannya menyiratkan ketakutan. Seolah ada bahaya mengintai dari balik kegelapan tersebut.

Lisa menghela napas samar. Derasnya hujan membuatnya teringat kejadian kelam sepuluh tahun yang lalu. Bayang-bayang kecelakaan itu terus berputar di dalam kepalanya, membuat dirinya sulit tertidur.

Sebuah kilat kembali menyambar. Lebih dekat dan lebih terang dari yang sebelumnya. Lisa refleks memejamkan matanya. Selain cahayanya begitu menyilaukan, gadis berponi itu masih menyimpan trauma terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan badai.

"Kenapa kau masih bangun, Nak?"

Lisa tersentak. Kedua matanya langsung membuka. Jantungnya berpacu dua kali lebih cepat kala mendengar suara seorang wanita tepat dibelakangnya.

Bersamaan lenyapnya cahaya kilat, gadis berponi itu langsung berbalik, meski sedikit gentar. Ingin memastikan apakah suara wanita yang tadi didengarnya hanya halusinasi belaka atau memang benar nyata terjadi. Karena suara barusan sangat mirip sekali dengan suara bibinya, Saerin.

Deg!

Pandangan mereka bertemu. Jantung Lisa seakan merosot jatuh ke bawah. Gadis itu refleks mundur ke belakang, mencari jarak aman dari sosok tersebut, hingga tubuhnya membentur jendela dibelakangnya.

"Waeyo, Lisa-ya?" Ucap Saerin setelah terdiam beberapa saat.

"B-bagaimana..." Kalimat Lisa terhenti sampai disana. Lidahnya terlalu kelu untuk berbicara dalam keadaan seperti ini.

Gadis berponi itu menelan ludahnya susah payah. Semua ini tidak masuk akal. Bagaimana bisa Saerin dengan mudahnya masuk ke dalam mansion? Ada banyak penjaga yang tersebar di setiap sudut mansion. Tidak mungkin mereka membiarkan bibinya itu masuk begitu saja. Apa yang sebenarnya terjadi?

Saerin mendekat satu langkah, Lisa semakin merapat ke jendela. Kedua alis wanita itu terangkat melihat pergerakan dari keponakannya itu. Matanya menyipit, menyelidiki.

"Kau," Kalimat Saerin menggantung. Matanya yang hitam legam memandangi wajah keponakannya itu, seperti membaca raut wajahnya. "Kau takut kepada imoo, Lisa-ya?"

Lisa meremas jemarinya. Tidak ada jawaban yang keluar dari mulutnya.

"Wae?" Tanya Saerin, meminta penjelasan.

"Karena kau lah otak dari kecelakaan sepuluh tahun yang lalu!" Ingin sekali Lisa berteriak seperti itu di depan Saerin, akan tetapi dia tidak memiliki bukti yang kuat atas tuduhan tersebut. Masih belum.

Dan pada akhinya gadis berponi itu memilih bungkam. Pandangannya beralih menatap lampu tidur yang berada di atas meja nakas. Dia tidak sanggup bertatapan lebih lama lagi dengan wanita yang berstatus sebagai kakak perempuan dari ayahnya itu.

Saerin menghela napas samar, tersenyum simpul. "Apa yang membuatmu menjadikanku sebagai penjahatnya disini, Lisa-ya?"

Kalimat ganjil dari Saerin barusan sukses menarik perhatian Lisa. Kepalanya tertoleh lagi menatap Saerin. Kedua mata gadis berponi itu melebar tidak percaya.

Dia tidak salah lihat, kan? Wajah Saerin sekarang terlihat... Sendu?

"N-ne?..." Lisa menautkan alisnya bingung.

Wanita itu tidak langsung menjawab. Dia hanya tersenyum sambil menatap tetesan air hujan yang membasahi jendela dibelakang Lisa. Seakan disana ada penjelasan atas semua permasalahan yang sedang terjadi.

Memory (DISCONTINUED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang