Keesokan harinya, Yoongi mengajak Jimin makan malam berdua di sebuah restoran Jepang seusai bekerja. Awalnya Jimin menolak, tapi berkat usaha serta sedikit paksaan dari Yoongi, pria itu akhirnya mengiyakan dengan sedikit berat hati.
"Jimin, gimana keadaanmu sekarang? Aku khawatir karena sejak kejadian waktu itu, kamu jadi pendiam dan nggak banyak bicara." Yoongi menatap cemas pada Jimin yang duduk di depannya. Wajahnya terlihat murung dan tak bersemangat. Yang biasanya sedikit galak, belakangan ini justru melunak dan terkesan mellow.
Jimin terdiam, enggan menjawab. Ia memilih menunduk untuk menghindari tatapan Yoongi.
"Kamu nggak mau cerita ke aku, Jim?" Yoongi bertanya lagi. Menelisik wajah Jimin yang kini merapatkan kedua bilah bibirnya.
"Kalau mau cerita, aku siap kok dengerin. Nggak usah dulu anggep aku Yoongi yang suka sama kamu. Anggep aja aku temenmu, seperti Jungkook. Aku ada di sini dan bakal dengerin keluh kesah kamu. Aku bener-bener nggak tega lihat kamu kayak gini terus, Jim."Secara naluri, tangan Yoongi ingin sekali menggenggam kepalan tangan Jimin yang mengerat di atas meja. Namun ia merasa takut Jimin tak nyaman karenanya.
"Jim?" Yoongi mencondongkan badan, mengintip Jimin dari bawah karena ia masih saja terus menunduk.
"Permisi. Ini pesanannya, Kak."
Seorang pelayan yang tampak seusia anak sekolah datang membawa pesanan mereka. Yoongi tersenyum, mengucapkan terima kasih dan pelayan tersebut permisi untuk berlalu.
Yoongi kembali menatap Jimin, yang kini melamun memandang makanan mereka yang baru saja tiba.
"Gue nggak tau."
Celetukan Jimin yang tiba-tiba sedikit mengagetkan Yoongi.
"Sejak kejadian itu gue jadi susah tidur kalo malem," ucap Jimin pelan, menumpukan kepalanya.
Yoongi tidak mengira, Jimin selanjutnya akan mendaratkan atensi sepenuhnya pada dirinya. Ia mengerjapkan mata sebelum kepalanya turun dengan tatapan yang masih saling beradu. Yoongi tiba-tiba salah tingkah ditatap sedemikian intens oleh Jimin dengan raut yang tidak biasanya.
"Gue benci banget sama diri gue sendiri. Kenapa gue kayak gini?" Jimin bergumam pelan. Menanyakan pertanyaan itu pada dirinya sendiri.
Sejujurnya, Jimin capek harus seperti ini. Menghadapi ketakutan serta trauma dari masa lalunya. Ruang sempit, gelap, dan entitas dari dimensi lain yang ikut mengganggu. Ketiganya menjadi satu dan Jimin muak atas dirinya yang begitu lemah.
Kalau saja waktu itu...
Jimin menggeleng, sudah cukup menyalahkan masa lalunya.
"Tiap orang wajar punya kelemahan atau ketakutan tersendiri, Jim. Itu namanya manusiawi," tutur Yoongi lembut, memberikan senyum menenangkan walau sebenarnya hatinya ketar-ketir lantaran ini pertama kalinya Jimin menatapnya sebegitu intens, jauh dari tatapan galak atau wajah datar yang biasanya selalu ia layangkan kepadanya.
"Tapi gue gak suka? Gue capek tiap ngadepin fase kayak gini." Jimin menatap Yoongi getir. "Gue— gue biasanya selalu punya sosok yang jadi sandaran gue selama ini. Dan gue nggak nyangka justru di saat kayak gini dia nggak ada di samping gue. Gue—"
"Jim, tenang dulu."
Yoongi menelungkupkan kedua tangannya di atas kepalan tangan Jimin yang bergetar. "Pelan-pelan ceritanya. Ya?"
Sungguh Yoongi merasa amat bodoh. Harusnya ia lihat-lihat situasi dulu dan bukannya mendesak Jimin untuk bercerita di tempat makan seperti ini. Melihat Jimin di depannya tampak kalut menceritakan masalah dengannya membuat Yoongi justru ingin menenangkan pria itu di dalam pelukannya, mengelus punggungnya agar ia merasa tenang.
![](https://img.wattpad.com/cover/250199569-288-k85688.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
UNDEFINED ・ YOONMIN (UPDATE)
FanfictionPark Jimin yang tsundere dan terkesan galak, diterima kerja di salah satu perusahaan Seoul sebagai staf akuntan. Ia ditempatkan dalam satu bilik dengan Min Yoongi, yang ternyata adalah seorang gay bermuka tembok. - Boys Love, bxb, BL, ♂️&♂️ - top!Y...