Park Jimin yang tsundere dan terkesan galak, diterima kerja di salah satu perusahaan Seoul sebagai staf akuntan. Ia ditempatkan dalam satu bilik dengan Min Yoongi, yang ternyata adalah seorang gay bermuka tembok.
- Boys Love, bxb, BL, ♂️&♂️
- top!Y...
Terhitung sudah hampir seminggu Jimin bekerja di perusahaan S sebagai staf akuntan, selama itu pula ia berusaha agar tak berinteraksi apapun dengan Yoongi, termasuk kalau ia sedang kebingungan dan butuh bimbingan seorang senior di sana.
"Jimin, kalau ada yang tidak mengerti bisa kau tanyakan pada Yoongi."
Ucapan pimpinan staf saat awal dia bekerja di sana membuatnya bergidik.
Tanya pada Yoongi yang seorang gay itu? Tidak, terima kasih. Jimin tidak ingin terjadi hal-hal yang tidak diinginkannya. Karena, ya... Jimin sadar diri dia itu tampan. Bisa jadi Yoongi nanti menaruh hati padanya. Repot.
Seperti saat ini, dia sedang kesusahan dan ingin minta bantuan ke seniornya yang duduk di meja sebelah Yoongi, Lee Taemin.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sayangnya, orang itu tidak masuk hari ini.
Jimin memaju-mundurkan kursinya, bingung harus bertanya pada siapa karena hanya orang itulah yang selalu dimintainya bantuan.
Jimin kemudian bangkit dari duduknya, berjinjit menengok ke meja lain dan menemukan staf lainnya masih terlihat sibuk. Ia merasa sungkan kalau harus minta bantuan pada lainnya, padahal juga di sebelahnya ada Yoongi.
Ia duduk kembali.
Masa iya harus minta bantuan ke Yoongi?
Yoongi hanya meliriki saja segala tingkah laku Jimin sedari tadi, sejak ia menangkap mulut pria itu maju seperti bebek.
"Yoongi-ssi, bisa minta tolong sebentar?"
Akhirnya, tak ada jalan selain bertanya padanya.
"Hm? Kenapa?" Yoongi mendekatkan kursinya pada Jimin, ia langsung menengok layar komputer Jimin sebelum Jimin menyuruhnya.
"Ini...." Jimin menunjuk bagian yang membuatnya bingung.
"Hmm." Yoongi hanya bergumam. Ia mengambil alih komputer Jimin sepenuhnya kali ini.
Jimin yang menggeser kursinya hanya berdiam diri menatapi layar, terjepit di antara meja samping dan kursi Yoongi.
Untuk yang ke sekian kali, parfum pria pucat itu menggelitik indera penciuman Jimin, dan sekarang makin jelas. Wangi jeruk, begitu manis.
"Jimin?"
"Eh. Ya?" Jimin yang entah sejak kapan masuk ke mode melamun tersentak saat namanya dipanggil.
"Posisiku kurang enak." Yoongi berucap sambil bangkit dari duduknya, mendorong kursinya ke tempat asalnya.
"Oh, iya." Jimin segera memberikan kursinya pada Yoongi, lalu memilih untuk berdiri membelakanginya agak jauh.
"Kau selalu saja salah di bagian ini," ucap Yoongi santai, sembari menunjuk-nunjuk kesalahan yang Jimin buat pada layar, mau tak mau membuatnya mendekat.
Apa dia bilang tadi? Selalu?
"Oh, gi-gitu, ya? Sudah selesai?" Jimin terheran.
Yoongi menjelaskan perihal mengapa Jimin selalu kurang teliti.
Selalu??
Jimin mengernyit. Kenapa dia daritadi menyinggung kata selalu?
Jimin tidak sadar saja kalau ketika dirinya meminta bantuan ke Taemin, Yoongi juga bisa mendengar isi percakapan mereka, dan alasan mengapa Jimin selalu buntu kebanyakan adalah karena dia kurang teliti memasukkan angka.
"Lain kali lebih teliti lagi. Kenapa kau sering sekali begitu?" Yoongi menggelengkan kepala.
Jimin hanya meringis. Memang salahnya sendiri, karena ia sering sekali bekerja sambil menonton video random di Youtube. Entah mengapa, duduk di meja pojok belakang begini membuat Jimin seperti anak sekolahan yang bandel. Apalagi tempatnya macam bilik warnet begitu. Tapi walaupun Jimin sering meleng waktu bekerja, hasil pekerjaan Jimin selalu rampung di tenggat waktu yang tepat. Aneh.
"Memangnya aku tak tahu kalau kau suka menyambi pekerjaan sambil nontonin Youtube?" Yoongi terkekeh, terkesan mengejek.
Otomatis saja Jimin mendelik. Kenapa tiba-tiba orang ini yang biasanya diam, kini melontarkan ejekan dan malah menggodanya begini?
"Hah? Bu-bukan, kok. Hahaha." Jimin berusaha mengelak. Tapi melihat dekatnya jarak layar mereka serta sekat yang tidak begitu berguna, Jimin juga tahu kebohongannya sia-sia.
Yoongi mendenguskan kekehannya lagi, merasa lucu. Ia lalu kembali ke mejanya, kemudian terlarut kembali dengan pekerjaannya semula.
Jimin rasanya ingin ditelan bulat-bulat ke dalam inti bumi.
×××
Istirahat siang, kafetaria penuh dengan orang. Jimin duduk sendirian di salah satu meja, menyantap bibimbap-nya sambil melirik ke sekitar. Ia kemudian menemukan Yoongi duduk dengan dua temannya, termasuk Taemin, terlihat berbincang santai sambil menyantap makanan masing-masing.
Jimin jadi kepikiran, bagaimana pandangan seseorang dengan ketertarikan seksual yang menyimpang seperti pria pucat itu kalau sedang bersama dengan teman-teman prianya? Apa dia bisa naksir pada mereka?
Jimin menggelengkan kepala, tak bisa membayangkan. Karena walaupun ia tahu jaman sekarang penuh dengan segala kesemerawutan dunianya dan makna romantisme yang tak hanya antar laki-laki dan perempuan, namun baru kali ini ia bertemu sendiri dengan yang bersangkutan.
Pria itu tanpa sadar melamunkan semuanya dengan kedua mata mengarah ke meja Yoongi, menopang kepala dengan salah satu tangan, lalu tangannya yang lain mengaduk-aduk nasi di dalam mangkuknya.
Yoongi yang awalnya terlarut dalam bincangan, tertegun sejenak saat mengetahui Jimin yang duduk agak jauh dari tempatnya melihat ke arahnya.
Terlambat, Jimin buru-buru menunduk beberapa detik kemudian saat menyadari pandangannya menyatu dengan pria yang saat itu sedang tidak memakai kacamatanya.
Terusin aja Jim, ngelamun gak liat tempat, batinnya kecut.
Kembali Jimin menyantap makanannya sampai habis, tak menyadari Yoongi yang beberapa kali mencuri pandang lagi ke arahnya.
×××
Jimin memerosotkan tubuhnya dari kursi, pekerjaannya selesai lebih cepat dari dugaannya dan ia habis menggeliat penuh sukacita.
Masih satu jam sebelum jam pulang, Jimin memanfaatkan waktunya untuk tiduran sejenak di mejanya. Tak lupa ia menghadap arah berlawanan dari meja Yoongi, tak mau kalau-kalau pria itu mengambil kesempatan dari Jimin di saat dirinya sedang tertidur.
...
Batinnya sih begitu, tapi ujungnya malah ketiduran dan tidak sadar kalau wajahnya sudah bertengger manis di kedua tangannya yang telah ia lipat, menghadap ke sekat pembatas mejanya dengan meja Yoongi.
Pria pucat yang baru saja selesai dengan pekerjaannya itu menarik mundur kursinya untuk kemudian meluruskan punggungnya yang kaku. Menemukan wajah Jimin yang terlihat dari sela sekat dan lengannya, diam-diam memerhatikannya yang sedang pulas.