"Aku ingin bertanya." Kataku memulai obrolan lalu menyesap soju dari gelas kecil di tangan kananku. Selama beberapa saat aku mendesis, merasakan panas di kerongkonganku yang terkena cairan alkohol.
"Silahkan." Ucap pria di hadapanku sambil bersidekap. Ia tampak khawatir melihatku, tapi aku sudah tidak peduli.
"Kau, sahabat dekat Wonwoo, kan, Jun?"
Jun mengangguk.
"Dia orang baik atau jahat?"
Jun mengerjapkan mata. Ia tadinya bersandar, tapi setelah mendengar pertanyaanku, tubuhnya bergerak maju mendekatiku, memastikan pertanyaan yang keluar dari mulutku selaras dengan apa yang ia dengar. Aku tahu, ini memang gila tapi setelah keluar dari bar (lebih tepatnya kabur dari Soonyoung dan Yerin), aku segera menghubungi Jun, memintanya bertemu di warung soju pinggir jalan yang letaknya tidak jauh dari kawasan Hongdae. Untung saja pria itu menyanggupinya.
"Iya. Jawab saja. Dia orang baik atau jahat?" Tanyaku sekali lagi.
Ada jeda yang tercipta selama beberapa saat. Aku memperhatikan Jun yang terdiam seperti manekin di hadapanku. Mungkin ia bingung atau heran, atas dasar apa pertanyaanku sebenarnya.
"Baik. Aku tidak mungkin bersahabat dengan orang jahat." Jawabnya kemudian.
Aku menghela napas panjang. Rasa lega itu muncul bukan karena efek Soju yang ku minum, tapi karena jawaban itu memang yang ku harapkan keluar dari mulut Jun. Wonwoo anak baik. Itu sudah pasti. Soonyoung dan Yerin terlalu jahat sudah berburuk sangka pada Wonwoo yang bahkan tidak dikenali mereka secara baik.
"Kenapa?" Tanya Jun perlahan meraih botol Soju, menuangkannya ke dalam gelasku yang kosong, lalu ke gelasnya sendiri.
"Hanya memastikan aku tidak jatuh cinta pada orang yang salah." Jawabku sambil tersenyum getir.
"Wonwoo membalas pesanmu dengan kata-kata buruk, ya?"
Bahkan lebih baik menerima balasan dengan kata-kata buruk daripada tidak sama sekali.
"Tidak. Pesanku tidak pernah dibalas."
Kepala Jun bergerak naik turun. Ia menegak Soju, mendesis lalu terkekeh pelan. "Memang begitu. Pesanku saja dibalasnya sekali-kali. Kalau penting aku bahkan harus menelponnya."
Entah mengapa pernyataan tersebut membuat hatiku senang. Itu berarti Wonwoo memang memiliki sikap yang demikian. Bahkan kepada sahabatnya sendiri ia jarang membalas pesan, apalagi aku yang tiba-tiba muncul di kehidupannya, langsung menyatakan cinta pula.
"Baguslah."
"Kau yakin menyukainya? Yakin masih ingin mengusahakannya?"
Aku menganggukkan kepala dengan mantap. "Masih."
Jun tergelak. Ia mengisi gelasnya dengan Soju lalu menegaknya hingga tandas. "Hebat."
"Aku sudah berjanji akan terus berusaha." Kataku menegak Soju lalu meraih kacang goreng yang tersedia. Soju memang paling enak diminum bersama cemilan asin seperti kacang goreng. Aku dan Jun setuju untuk tidak membeli makanan berat karena sama-sama ingin mengurangi berat badan.
"Makanya ku bilang, hebat." Puji Jun lalu terkekeh. "Aku sudah sering melihat perempuan-perempuan yang menyukai Wonwoo. Biasanya mereka akan menyerah dalam hitungan minggu, bahkan hari. Wonwoo orang yang sulit didekati, Yi Hyun. Tidak banyak yang bisa bertahan."
"Aku akan bertahan."
"Kau memang aneh." Ujar Jun. "Ini pertama kalinya aku berteman dengan orang yang menyukai sahabatku sendiri."
"Terima kasih sudah menganggapku sebagai teman."
Jun terhenyak dan aku tertawa melihatnya. Aku hanya berkelakar. Jun memang sudah ku anggap sebagai teman, juga informanku untuk saat ini. Kalau ia tidak ada, mungkin aku akan termakan hasutan Soonyoung dan Yerin yang masih menganggap Wonwoo sebagai orang yang buruk.
"Oh iya, Wonwoo menyukai perempuan atau pria?" Tanyaku dengan polos, mengingat Wonwoo pernah mengaku kalau ia tidak menyukai perempuan.
"Yaa!" Mulut Jun bergetar, ia menahan tawa. "Dia memang dingin kepada perempuan tapi dia normal!"
"Aku tahu."
"Kenapa bertanya kalau begitu!" Seru Jun tidak bisa menyembunyikan senyuman di wajahnya. Daritadi ia masih menahan tawa.
"Dia bilang kalau dia tidak menyukai perempuan."
Tawa Jun menggelegar pada saat itu juga. Ia sampai menghentak-hentakkan tangannya di atas meja, mungkin karena ia membayangkan Wonwoo mengatakan hal itu kepadaku.
"Iya." Ku anggukkan kepala, tersenyum tipis lalu meraih gelas dan menegak isinya hingga tandas.
"Woahhh... aku bisa mengerjai Wonwoo dengan hal ini. Terima kasih, Yi Hyun. Terima kasih." Katanya sambil meraih kedua tanganku, menjabatnya erat.
Aku hanya bisa menyeringai. Benar, kan, itu hanya akal-akalan Wonwoo agar aku berhenti mengejarnya. Aku tidak bodoh. Aku masih bisa membedakan mana pria yang tertarik pada perempuan, mana yang tidak. Wonwoo, meski sikapnya super dingin, masih menyukai perempuan.
"Terus, kau balas apa?"
"Aku bilang, kalau dia lucu."
Jun menganga. "Lucu?"
Aku menganggukkan kepala. "Iya, aku bilang dia lucu. Soalnya aku tahu ia hanya berbohong."
Kedua tangan Jun kembali menjabatku erat, lalu mengangkat dua jempol tangannya ke udara. "Hebat." Katanya. "Kau memang hebat, Yi Hyun!"
"Jujur, ya, bahkan kalau Wonwoo serius tidak menyukai perempuan, aku akan tetap berusaha mendekatinya." Ungkapku membuat Jun kembali menganga. Ia menatapku tidak percaya.
"Serius." Kataku.
"W-wow... aku akui, Yi Hyun. Kau memang manusia teraneh yang pernah ku temui."
"Makanya teman-temanku ingin membawaku ke Psikiater."
Dan Jun kembali tertawa. Kali ini tawanya lebih kencang sampai aku ikut terkekeh. Aneh memang. Tapi aku sudah bertekad mendekati Wonwoo dan ingin membuat hatinya lumer seperti es yang terkena sinar mentari. Aku ingin sekali melihat Wonwoo bersikap ramah dan hangat kepadaku, seperti sikapnya di depan Jun dan Jihoon. Dan aku yakin, aku bisa membuat hal itu jadi nyata.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.