"Aku tahu."
"Tahu apa?" Tanya Wonwoo dari balik telepon. Sesuai janjinya, selama aku di-'karantina' sampai urusan Ayah selesai, kami tetap menjaga komunikasi. Kalau kata Wonwoo, sih, dia masih mau memonitori komplotan yang berurusan dengan Ayahku. Tapi aku enggan mengiyakan alasan itu. Sudah jelas dan valid kalau Wonwoo sebenarnya menyukaiku pula.
"Kamu dan Yerin."
"Yerin? Aku?"
Aku menganggukkan kepala. "Yang waktu itu di kampus."
"Oh? Yang kamu pikir aku ngelukain Yerin sampai mau berhenti menyukaiku, ya?"
"Yaa!!"
"Benar, kan?"
"Iya." Aku bersungut lalu mendecakkan lidah. "Kamu memarahinya, ya?"
"Nggak."
"Kata Yerin kamu marah-marah?"
"Oh ya?"
"Ahh... pokoknya kamu memarahinya karena menyuruhmu menjauhiku, kan?"
Wonwoo menghela napas panjang. "Bukan begitu, Yi Hyun. Aku hanya menggertaknya saja."
"Kamu benar, kok. Terima kasih, ya."
"Terima kasih apanya?"
"Terima kasih karena nggak ngejauhin aku."
Kali ini Wonwoo diam, sesekali terdengar deru napasnya di telingaku. Kecil sekali suaranya. Aku pun hanya bisa diam, menenangkan jantung yang berdegup tidak keruan.
"Itu hakmu untuk berusaha Yi Hyun dan kalau pun aku menjauh, aku yakin, kamu tetap akan mengejarku."
"Benar sekali." Aku terkekeh mendengar penjelasannya.
"Besok aku ke rumahmu, oke?"
"Eh? Buat apa!?"
"Ketemu Ayahmu."
Dahiku mengkerut. "Ayah nggak bilang apa-apa."
"Aku dan Jun diajak ke rumahmu, tuh."
"Kamu saja, deh. Jun jangan dibawa." Kataku mengomel dan Wonwoo tertawa di seberang sana. "Kalau Jun tahu, dia bakal ngambek denganmu, loh."
"Biarin."
Wonwoo tertawa lagi dan mau tak mau aku jadi tersenyum meski kesal membayangkan Jun yang bisa merusak momenku dengan Wonwoo.
"Ya sudah...aku tidur dul--"
"Wonwoo!! Tunggu tunggu!!"
"Kenapa?"
"Aku cuma mau bilang... terima kasih sudah tersenyum dan tertawa di depanku."
"Eh?"
"Hmm... aku suka sekali mendengarnya. Apalagi kalau melihatmu secara langsung." Kataku lagi menahan gemas. Wonwoo mendecakkan lidah, "aku tidur ya..."
"Iyaaa... nice dream, Jeon Wonwoo."
"Nice dream, Hwang Yi Hyun."
~~~
"Baiknya kalau kalian ke Jerman sampai kasus ini tuntas." Kata Ayahku sambil menyantap sarapan pagi. Ia tampak serius dengan ucapannya sampai aku dan Ibu tidak bisa mengerjapkan mata. Kami sama-sama menatap Ayah penuh tanya.
"Kamu ingat, kan? Waktu kamu dan anak-anak harus tinggal di Jeju selama setahun? Kejadian itu seperti terulang lagi dan menurutku kamu dan anak-anak harus mengungsi lagi."
Ibu menghela napas. Aku ingat kejadian yang disebut Ayah. Waktu kecil, aku, Ibu dan Kakakku pernah tinggal di Jeju selama setahun karena waktu itu Ayah diteror oleh sekelompok buruh pabrik yang tidak mau kehilangan pekerjaan karena lahan pabrik mereka dibangun secara ilegal. Ayah adalah salah satu hakim yang mengurusi kasus itu dan berkat hasutan si pemilik pabrik, Ayahku kena teror.
"Kenapa harus ke Jerman!?" Ibu mengerucutkan bibir dan kelihatan tidak nafsu makan lagi.
"Mereka serius menargetkan keluarga kita. Bahkan mereka sampai datang ke Seoul. Jeju, bagi mereka, pasti mudah..."
Aku diam saja, tidak berani menginterupsi karena ini obrolan orangtua. Tapi kalau ditanya, aku pun tidak setuju. Apalagi aku masih harus berkuliah seperti biasa.
"Yi Hyun, bagaimana!? Dia masih kuliah. Kenapa kamu tidak minta pengamanan dari kepolisian? Ini sudah masuk tindakan pidana, kan!?"
"Aku tahu." Kata Ayah tegas. "Aku sudah minta kepolisian untuk mengusutnya. Pihak Kementrian juga sudah memberi tanggapan. Tapi aku tidak ingin kalian kenapa-kenapa. Enam bulan saja..."
"Enam bulan!?" Kedua bola mata Ibu membesar. Aku pun, sampai makanan yang ku kunyah hampir ku muntahkan sangking kagetnya mendengar hal itu.
"Iya. Yi Hyun bisa cuti satu semester."
Makanan yang terpaksa ku telan rasanya sedang bergerumul di tenggorokan. Obrolan ini membuatku mual dan aku tidak sanggup untuk mendengarnya.
"Sampai kapan, sih, hidup kita jadi lebih aman!?" Ibu memijit dahinya frustasi. Ia pasti tidak bermaksud berkata seperti itu karena Ayah hanya bisa menghela napas panjang.
"Aku akan minta Taeil mengurus masa cutimu di Kampus, Yi Hyun. Kalau bisa, minggu depan kalian sudah harus berangkat ke Jerman."
Aku tidak punya pilhan lain. Ibu pun. Kami berdua paham apa yang sedang terjadi dan pilihan Ayah adalah yang paling terbaik. Selamat datang di kenyataan. Selamat datang di kehidupan Yi Hyun yang tidak pernah aman dan tentram. Beginilah kenyataannya memiliki Ayah yang bekerja di dunia yang mengerikan, apalagi Ayahku adalah sosok yang idealis.
~~~
Aku diam saja memperhatikan api di pemanggangan. Membiarkan Jun mengipas-ngipas bara yang makin menyala, diikuti asap yang mengepul menyerangnya hingga ia terbatuk-batuk. Wonwoo menepuk bahu Jun, menyuruhnya untuk berhenti melakukan hal bodoh.
"Sudah! Tidak perlu!" Seru Ayah mengibaskan tangan. "Kalian sini! Aku ajarkan potong daging yang benar!"
Dan dua manusia itu mengikuti titah Ayahku. Mereka menonton Ayah di samping gazebo, memotong daging sapi di tatakan. Sedangkan aku hanya bisa menghela napas daritadi, memperhatikan mereka dalam diam. Ibu masih di dapur, menyiapkan nasi dan side dish untuk makan malam kami.
"Yi Hyun, kau baik-baik saja?"
Aku terkesiap. Sadar kalau di sampingku ada Kakak sepupu Jun, Moon Taeil. Pria itu tengah melipat kaki, menyesap bir di tangannya dengan santai.
"B-baik."
"Kau masih kepikiran sama kasus Ayahmu, kah? Aku dengar, kau dan ibumu akan ke Jerman?"
Dengan kikuk aku mengangguk. "Maaf sudah merepotkan."
"Tidak apa-apa. Besok aku akan menguruskan cutimu."
Lagi, aku menganggukkan kepala.
"Ayahmu orang yang hebat." Kata Kak Taeil sembari memandang Ayah yang super semangat memotong daging sapi di depan Wonwoo dan Jun seakan ia sedang melakukan pertunjukan sirkus. "Orang mungkin mengira kehidupan Ayahmu baik-baik saja, bergelimang harta. Mereka tidak tahu saja apa yang selalu mengejar Ayahmu..."
"Iya, Kak."
"Jangan khawatir. Kasus ini akan cepat diselesaikan."
"Iya, Kak." Balasku lirih.
Entahlah. Aku tahu, Ayahku baik. Aku tahu, kehidupanku tidak pernah aman. Aku tahu banyak hal, bahkan sejak aku belum masuk sekolah, tentang bagaimana pekerjaan Ayah yang riskan. Aku pernah merasakan hal yang buruk, tapi kali ini, diumur yang sudah berkepala dua, aku lelah dengan semuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Catch You Until I Can [Complete]
FanfictionHwang Yi-Hyun menyatakan cinta pada Jeon Wonwoo!