#23.

17.2K 658 4
                                    

Televisi dinyalakan, menemani Jena yang sudah duduk lemas di sofa ruang tengah. Intro dari film yang ditayangkan mulai berputar, tapi Jena tak kunjung fokus meski pandangannya terpaku pada televisi.

"Jangan banyak gerak, luka kamu baru sembuh," tegur Daniel sebelum pergi menuju dapur, mengambil beberapa camilan untuk menemani malamnya dalam menonton film.

Tidak sampai lima menit sampai Daniel kembali ke ruang tengah dengan membawa bungkus chiki yang ia bawa, lalu meletakkannya di atas meja, sementara dirinya duduk di samping Aljena.

Jena memejamkan mata guna menarik kesadarannya agar bisa fokus menonton televisi, ia mengulum bibir dan memilih untuk mengambil camilan yang Daniel bawa.

"Om nggak lanjut kerja?"

"Sudah selesai."

Ternyata, tumpukan kertas yang Jena lihat tadi adalah kerjaan yang sudah Daniel selesaikan, namun tidak sempat ia rapikan karena harus mengurusi Jena yang perlu minum obat.

"Ini ada berapa season?" Tanyanya mulai fokus pada tayangan di depan.

"Ada tiga season."

Jena mengangguk mengerti, meski merasa belum sepenuhnya pulih dari pikiran tadi, tapi ia berusaha untuk tidak terlalu kentara dengan keadaan saat ini.

Suhu AC mencapai angka di bawah 20, namun hawa di sekitarnya entah kenapa masih terasa panas. Mungkin karena jarak duduknya bersama Daniel hanya setengah lengan saja-membuatnya gerah.

Nyatanya, kegiatan ini tidak sepenuhnya mengalihkan pikiran Jena. Di sela sela tontonannya, ia sering terganggu oleh bayang bayang mimpi yang masih saja menghantuinya hingga saat ini.

Jena merasa tak tentu dalam hatinya, perasaan bahagia, gelisah, hampa, campur aduk tak karuan. Membuatnya lagi lagi kehilangan fokus.

Selain itu, film ditonton bukan berdasarkan kemauannya sendri, melainkan rekomendasi Daniel-yang bisa dibilang tidak menarik karena selera keduanya dalam genre movie cukup berbeda.

Namun sampai di akhir cerita, Jena merasa sedikit puas dengan kisah yang disampaikan. Kalau saja dia berada dalam mood yang bagus, mungkin Jena sudah pergi ke kamar dan segera tidur. Tetapi malam ini mood nya kurang baik, ia tidak ingin tidur dan berniat untuk melanjutkan tontonan hingga season dua.

Sebelum itu, Jena ingin mengambil air minum untuk menghilangkan serat. Karena sadar tidak sadar, sedari awal Jena terus mengunyah camilan.

Namun lengan Daniel lebih dulu menahan Jena yang sudah beranjak saat itu. "Mau kemana?"

"Mau.. ngambil minu-"

Jena belum selesai bicara saat Daniel menarik tubuhnya untuk kembali duduk di sofa pada posisi semula, hanya saja ada beberapa hal yang berbeda.

Pertama, Daniel tidak menyisakan jarak di antara mereka.

Ke-dua, suhu ruangan terasa lebih panas dari sebelumnya.

Ke-tiga, Jena tidak tau mengapa jantungnya kini berdebar kencang.

Poin ke-empat tidak sempat tercetus karena keadaan di sana kini benar benar berbeda.

Entah sejak kapan Daniel menyeruput minumannya dan meraih tengkuk Jena dengan cepat, menyatukan kedua bibir yang kemudian memberi cairan dingin dari mulut ke mulut.

Jena mengernyit, bahkan hendak memuntahkan cairan itu kalau saja lidah Daniel tidak dengan segera memagut lidahnya di dalam sana, beradu saling mengejar dan menyesap secara acak.

Jena mulai linglung, pinggangnya diremas oleh telapak tangan yang dingin, membuat bulu halus di sekitarnya berdiri oleh rasa asing yang menyengat.

Perutnya terasa diputar, menciptakan gelombang aneh hingga membuatnya pening dan tak sadar memejamkan mata. Entah berapa sekon ia lewati sampai saat pihak lain menarik diri, Jena terengah engah di tempatnya.

ALJENA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang