"Kamu pesan ojol?"
"Iya."
"Kenapa nggak minta saya buat antar kamu?"
"Bosen ah, sekali kali mau sama cowo orang."
Itu alibi Jena. Yang pada kenyataannya ia hanya berat hati kalau harus Daniel antar sementara jarak kantornya dengan kantor laki laki laki itu berbeda arah.
Daniel mencebik. "Drivernya bisa jadi udah lansia, atau suami orang, kamu tetep mau?"
Sementara Daniel tidak merasa keberatan kalau bensin mobilnya harus terkuras demi mengantar Jena, atau saat waktu tempuh menuju kantor perempuan itu membuat jam kerjanya menjadi sedikit mundur. Tidak masalah, ia dengan senang hati mendampingi.
"Ya nggak masalah, yang penting gak sama om!" Jena menjulurkan lidahnya, mengejek.
Daniel hendak menyeloteh, sangat siap untuk meladeni topik absurd tak berdasar ini. Namun semangatnya dalam beradu mulut, urung akibat mata bulat bercahaya yang menatapnya jahil—sukses memporak poranda rangkaian kalimat yang hendak ia celotehkan sebelumnya.
"Semerdeka kamu aja, Aljena."
Hanya satu kalimat itu yang tersisa di ujung bibir. Daniel menggeleng pelan sambil melenggang pergi menuju halaman depan—diiringi oleh suara langkah kaki dengan gelak tawa yang mengejarnya di belakang.
Jena tertawa kencang, membungkuk dalam sambil memegangi perutnya yang keram, satu tangannya menumpu beban tubuh pada lengan Daniel yang kini menatapnya heran. "Bercanda ih. Je naik ojol karena lagi ada promo kemanapun cuma bayar 5 ribu, sayang kalo voucher itu hangus."
"Sama saya nggak bayar, loh?" Jawab Daniel diselingi oleh suara kunci mobil yang terbuka setelah menekan remote control dalam genggamannya.
Jena menoleh pada besi berukuran raksasa dengan cat hijau telor asin di sampingnya.
"Baru lagi?" Ia menatap penuh tanya pada Daniel yang berdiri dengan wajah tanpa dosa di depannya.
Laki laki itu bergumam mengiyakan. "Punya Alvian, tapi dia belum punya SIM, jadi saya yang pegang."
Pernyataan itu Jena tanggapi dengan anggukan. Mobil yang katanya milik Alvian itu ia pandangi secara keseluruhan, bahkan gores kecil di dekat spion pun tak menjadi alasan untuknya menganggap jelek kendaraan ini, dan demi apapun, itu adalah jenis mobil yang selama ini ia idam idamkan.
Warna hijau telor asin dipadukan dengan warna hitam glossy yang menambah kesan cantik pada body mobil tersebut, design-nya simple dengan kapasitas penumpang tidak lebih dari lima. Yah, cukup unik untuk menjadi selera Alvian dalam memilih mobil.
"Kenapa? Suka? Berubah pikiran mau saya antar ke kantor?" Tanya Daniel menginterupsi.
Jena menarik diri, menyeret tubuhnya—yang sebenarnya masih asyik menilai setiap inci bagian bagian mobil tadi—ke samping Daniel. "Nggak, kata siapa? Naik ojol aja, udah terlanjur order juga."
Daniel mendengus. Ia tak mungkin melupakan fakta bahwa Jena itu pengejar promo. Baik cashback, diskon, gratis ongkir, atau buy one get one. Semua dia sikat sampai dapat. Jadi, terserahlah.
"Saya berangkat duluan," pamit Daniel seraya merapikan dasi yang melingkar pada sela kerah di lehernya, tak ada kegiatan memaksa Jena untuk diantar, toh perempuan itu sudah jelas menolak. Ia hanya melenggang masuk ke dalam mobil dan memegang kemudi.
"Hati-hati!"
Jempol Daniel menongol dari kaca jendela mobil yang kini melaju perlahan hingga menghilang dari pandangan.

KAMU SEDANG MEMBACA
ALJENA [END]
Ficção AdolescenteAljena Claudia, seorang mahasiswi semester akhir yang tengah kelimpungan dalam menyusun skripsi. Beban hidupnya kian bertambah saat sang papa dengan kurang ajarnya menyuruh dia untuk segera menikah-yang katanya demi menyetujui kontrak kerja sama den...