"Mau kemana kamu?"
"Je ada kelas, pa."
"Jangan lupa agenda hari ini," Tara mengingatkan.
Duduk anteng di sofa ruang santai ditemani secangkir teh dan seonggok buku dalam genggaman, televisi dibiarkan menyala meski fokus laki laki itu hanya pada buku bacaan di depannya.
Agenda hari ini adalah melakukan fitting baju untuk pesta pernikahan, katanya hanya itu yang belum disiapkan karena perlu kontribusi dari pengantin wanita untuk diperkirakan ukuran gaunnya.
Lantas Jena mendengus pelan.
"Pa, udah mendekati tenggat waktu bayar UKT," katanya, mengadu pada sang papa, berharap—untuk kesekian kalinya—pria paruh baya itu mau membantu biaya pendidikannya.
"Kamu bayar sendiri."
Jena terkekeh, memang apa yang dapat ia harapkan dari seseorang di hadapannya sekarang? Pria yang sudah hilang kewibawaannya sebagai kepala keluarga, yang sudah lama melepas tanggung jawab dan semena mena terhadap anak sulungnya.
Meski begitu, dia masih Gentara—sosok papa kesayangan Aljena. Dan seterusnya akan tetap begitu.
"Je sebenarnya lagi nggak ada uang, pa. Simpanan Je abis buat biaya penelitian sama cetak ini itu. Tapi gapapa kalo papa nggak bersedia, biar Je sendiri yang usaha."
Pagi itu Jena banyak mengadu, berkeluh kesah tentang beratnya pendidikan yang ia tanggung sendirian tanpa adanya support dari pihak yang ia harapkan untuk membantu.
Yang pada rangkaian kalimatnya, lelah adalah maksud dari itu semua.
"Je berangkat dulu. Papa jangan lupa minum obat."
Ah ya, Jena berbohong mengenai keberangkatannya untuk menghadiri kelas. Weekend ini jadwalnya kosong, ia hanya ingin mencari udara segar guna menghilangkan penat.
Kemana saja, asal jauh dari jangkauan Tara.
.
.
Memang tempat apa yang kiranya akan seseorang kunjungi untuk melepas penat?
Taman kota adalah salah satu jawabannya.
Ramai pengunjung membuat Jena merasa jauh lebih senang memperhatikan para manusia beraktivitas sebagaimana mestinya makhluk hidup mencari kebahagiaan.
Gelak tawa anak kecil terdengar sambil berlari saling mengejar, gelembung sabun dibiarkan terbang bebas mengikuti arah angin yang bertiup pelan. Jena menikmati setiap detik kehadirannya disana, walau terik matahari siang ini menerpa kulitnya yang kepanasan, ia tetap anteng duduk di bangku yang tersedia tanpa ada niat untuk meneduh.
Es krim dalam genggamannya mulai meleleh, cepat cepat Jena habiskan hingga tandas tak tersisa. Selama menghabiskan waktunya disana, ia sudah banyak menghabiskan makanan ringan yang dibeli dari pedagang sekitar, seperti es teh manis yang kini ikut tandas akibat tenggorokannya yang kering kelontang.
"Lah, udah abis aja?" Gumamnya tak sadar.
Jena menghela nafas dengan alis menukik silau oleh sinar matahari. Ia belum ada keinginan untuk pulang, toh fitting baju juga menunggu Daniel selesai kerja.
Entah betulan sibuk atau sok sibuk, tapi laki laki itu memintanya menunggu hingga sore hari untuk dijemput.
"Je."
Seseorang memanggil, Jena lantas menoleh. "Lah?"
"Ngapain disini?" Fira bertanya keheranan.
"Harusnya gue yang nanya begitu, lo ngapain disini?"

KAMU SEDANG MEMBACA
ALJENA-[END]
Novela JuvenilAljena Claudia, seorang mahasiswi semester akhir yang tengah kelimpungan dalam menyusun skripsi. Beban hidupnya kian bertambah saat sang papa dengan kurang ajarnya menyuruh dia untuk segera menikah-yang katanya demi menyetujui kontrak kerja sama den...