#15.

18.6K 661 7
                                    

Jena punya banyak pertanyaan, punya beberapa hal yang masih diragukan. Inginnya ia abaikan saja, tapi nyatanya terus terngiang di kepala.

Kalau Jena bukan tipe orang yang biasa memendam perasaan, mungkin sudah dari lama ia bertanya, tentang apa yang terjadi pada hatinya?

Ia buta arah. Demi Tuhan, kalau tentang cinta, Jena tidak tau apa apa.

Hari harinya berjalan seperti biasa, begitu pula dengan aktivitasnya yang tak banyak berubah, masih menjadi mahasiswi yang menunggu prosesi wisuda.

Hubungannya dengan Daniel masih sama seperti sebelumnya, mereka baik baik saja.

Hanya saja, akhir akhir ini Daniel nampak sibuk. Pergi ke kantor tanpa sarapan, pulang larut malam tanpa kabar, weekend juga masih harus terjun ke lapangan.

Jena memilih untuk mengetahui jadwal pekerjaan Daniel dari pada harus banyak berkomentar.

Jadi selama Daniel sering pergi ke kantor saat pagi buta, selama itu pula Jena selalu berusaha bangun lebih awal untuk menyiapkan bekal.

Namun hari ini pengecualian, tolong dimaafkan, ia juga sama sibuknya.

Kala terik matahari menerobos lewat celah rumah, Jena sudah menyiapkan diri dengan setelan kerja dan berkas berwarna coklat di genggamannya.

Jujur saja, hari harinya membosankan, jadi ia berinisiatif untuk mencari pengalaman. Semalaman Jena menyiapkan diri, padahal niatnya tak bener benar serius mencari pekerjaan.

Ia cek isi dompetnya, bermacam macam kartu ada didalam sana. hanya untuk berjaga jaga kalau nanti terjadi sesuatu pada dirinya, ada identitas yang ia simpan disana.

Tidak lupa, Jena menempelkan plaster di bagian tengkuk dengan bantuan cermin di hadapannya, menutupi bekas kemerahan yang Daniel buat kemarin malam. Ini merupakan hal paling penting hingga Jena catat di sticky note kalau kalau ia lupa.

Selesai.

Tinggal merapikan diri dan menambah wewangian, lalu menyemprot parfum yang memberikan aroma segar. Berbarengan dengan itu, pintu kamar terbuka dari luar.

Gerakan Jena melambat, pupil matanya bergerak melirik seseorang yang baru saja mendorong pintu.

Tegap tubuh Daniel dalam balutan jas pagi ini bisa ia lihat dari pantulan cermin, kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana, membuatnya semakin memesona.

"Mau kemana?" Laki laki itu bertanya, pada Jena yang berusaha mati matian menarik kesadarannya untuk tetap fokus.

Tampang Daniel masih biasa saja, tapi berhasil membuat ricuh yang di dalam sana. Jena memegang dada, menyiapkan hatinya sebelum berbalik badan secara perlahan. 

Kini, dihadapan Daniel berdiri, ada Aljena yang tersenyum cerah menampilkan deretan giginya yang rapi.

"Mau kemana?" Tanya Daniel sekali lagi.

Nadanya halus sekali, kaki Jena jadi kayak yupi.

"Mau mangkal nih om," jawabnya mengadi ngadi.

Tanpa menunggu reaksi Daniel selanjutnya, Jena sudah berlalu keluar menuju dapur untuk sarapan.

Sementara Daniel masih bergeming di tempatnya, perlu diingat bahwa dia juga seorang pekerja kantoran yang jelas tau dari setelan sampai berkas yang Jena bawa itu untuk apa.

Daniel coba menyambung telfon dengan seseorang di seberang sana. Setelah selesai dengan urusan tersebut, ia memutuskan untuk keluar menemui Jena yang nampaknya baru saja selesai sarapan, padahal belum ada lima belas menit sejak anak itu keluar kamar.

ALJENA-[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang