Menginjak usia 9 bulan kehamilan, aktifitas yang biasa dilakukan perlahan ditinggalkan. Pekerjaan rumah sepenuhnya diambil alih oleh bi Sri. Daniel memberi pengawasan ketat terhadap Aljena, mulai dari porsi makan, kegiatan, waktu tidur dan segala hal yang dapat berakibat buruk pada sang istri.
Akibat keram yang akhir akhir sering Jena alami, dokter menyarankan agar Daniel selalu berada disampingnya untuk mendampingi.
"Perut Je sakit.."
Ini sudah 20 menit sejak Jena merasakan sesuatu yang mendesak dari dalam perutnya. Daniel bantu memijat punggung Jena guna menetralisir rasa sakit sembari merapalkan doa agar Tuhan mudahkan segalanya.
"Kamu kuat, sayang."
Ambulance datang, perawat menangani Jena dengan telaten.
Daniel tak mampu dalam pengendalian diri, ia kalang kabut melihat wanitanya pucat pasi saat dibawa menuju ruang persalinan.
Beruntung Soraya menyusul putranya dengan cepat, ia menghampiri Daniel yang terduduk risau di ruang tunggu.
"Niel."
"Ma, Jena kesakitan."
Kala itu Daniel mengadu, pada sosok yang disebut sebut sebagai ibu. Dinding rumah sakit dan beberapa benda mati lainnya menjadi saksi bisu kekacauan Daniel hari itu.
Soraya tak kuasa melihat sang putra. Sulungnya yang selama ini selalu tegap bak penguasa, kini runtuh menghadapi keadaan Jena yang sedang berjuang mempertaruhkan nyawa.
"Dengan wali Aljena?"
"Saya."
Daniel dengan tangan gemetarnya maju paling depan.
"Bapak diminta untuk menemani Aljena selama proses persalinan," perawat menjelaskan.
Daniel meneguk ludah, takut tak kuasa mendampingi Jena didalam sana, lantas ia menoleh pada sang ibunda.
"Pergi nak, temani Aljena."
Perintah Soraya bak air yang mengalir deras menghempaskan segala kekhawatiran yang ada.
Daniel melangkah dengan mantap. Ia hampiri Jena yang sudah terbaring lemah di atas ranjang yang sukses membuat lemas saraf saraf otot dalam tubuhnya.
Disaat seperti ini Daniel berpikir untuk menyelempeng dari program pemerintah. Kalau katanya dua anak cukup, mungkin baginya satu anak lebih dari cukup saat melihat Jena yang menderita dalam proses melahirkan.
Dokter memberi intruksi agar Jena dapat mengatur nafasnya dengan baik karena perempuan itu beberapa kali berhenti mengedan karena tenaganya yang tidak stabil.
"Je nggak kuat.."
"No, kamu bisa, saya disini, baby bantu mama ya.." gumam Daniel tak henti hentinya memberi kecupan pada pucuk kepala Jena yang sedang terisak—bermaksud menguatkan.
Sementara itu, Soraya menyambut kedatangan Tara di ruang tunggu. Ia segera menjelaskan keadaan putra dan putrinya didalam sana.
"Berdoa saja agar Jena dikuatkan," kata Soraya mengakhiri penjelasannya.
Tara menghela nafas, ditenangkan oleh Kiran yang setia menemaninya di sana.
Operasi memakan waktu hampir hampir 5 jam lamanya. Dokter keluar memberi kabar bahagia, bahwa Aljena dan kedua bayinya selamat tanpa cacat.

KAMU SEDANG MEMBACA
ALJENA [END]
Teen FictionAljena Claudia, seorang mahasiswi semester akhir yang tengah kelimpungan dalam menyusun skripsi. Beban hidupnya kian bertambah saat sang papa dengan kurang ajarnya menyuruh dia untuk segera menikah-yang katanya demi menyetujui kontrak kerja sama den...