#6.

21.2K 830 6
                                    

Jena tidak bisa berkedip saat bayangan dirinya di cermin terlihat begitu menawan. Make up membuat dia terlihat jadi lebih dewasa, sekilas tampak seperti orang lain karena beberapa ke-khasan dari wajah aslinya tertutupi.

Kebaya sederhana yang tampak mewah saat melekat pada tubuhnya, juga sanggul yang diatur serapi mungkin, membuat Jena terpana untuk beberapa saat.

"Cantiknya..."

Seorang perias bergumam memuji. Sambil memegang brush di tangannya dia memandang dengan penuh kekaguman.

Jena mengulas senyum, "Makasih."

"Akad nikahnya sebentar lagi, biar saya antar ke bawah."

Jena menarik nafas, merasakan debaran jantung yang tak karuan. Telapak tangannya berkeringat, dengan jemari yang gemetar gugup.

"Je."

Soraya masuk ke dalam ruangan, berjalan mendekati Jena dan bertanya, "Sudah selesai?"

Jena mengangguk sebagai jawaban. Sebuah elusan pada pundaknya membuat dia mendongak pelan, menemukan sorot mata Soraya yang tengah memandang lembut—seolah, perempuan ini berbeda dengan orang yang kemarin memukuli putranya tanpa ampun.

"Tolong dibantu ke tempat akad, ya."

Perias dan dua asistennya menuruti. Selagi Jena berjalan, mereka mengatur ujung kebaya yang terseret agar memudahkan sang empu untuk menuruni tangga dan sampai di tempatnya melangsungkan akad nikah.

Daniel De Darso dengan mata cerahnya menjadi objek yang permata kali Jena dapati di antara kerumunan orang orang yang menjadi saksi pernikahan keduanya.

Duduk di samping laki laki itu membuat degup jantungnya semakin meningkat selama beberapa waktu berlalu.

Yang pertama kali mengucapkan ijab adalah Tara, kemudian dilanjutkan oleh Daniel.

"Saya terima nikah dan kawinnya Aljena Claudia binti Gentara dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."

Terucap dengan lantang, disahkan oleh para saksi yang datang. Sorak gembira terdengar saat kedua cincin terpasang di jari manis masing masing mempelai, disusul dengan sebuah kecupan hangat yang diberikan pengantin pria pada wanitanya. 

Jena terpejam sampai Daniel menjauhkan bibir dari dahinya, beralih menciumi punggung tangan laki laki itu dan selanjutnya... Tara.

Jena tak kuasa, apalagi saat ia membungkuk untuk menyalami sang papa. Sambil samar samar ia dengar bisikan darinya.

"Waktu dimana para saksi mengatakan sah, saat itu juga kewajiban papa berpindah pada suami kamu."

.

.

Resepsi pernikahan memakan waktu hampir seharian. Jena lemas, bukan hanya kakinya yang mati rasa, tapi seluruh tubuhnya seperti tidak punya tenaga sampai ia hanya diam dan menurut saat Daniel membawanya pulang ke kediaman De Darso.

Sebuah mobil datang menyusul, Soraya dan Darso muncul dari dalam sana, memimpin langkahnya masuk ke dalam rumah.

"Je, kamar kamu sama Daniel ada di lantai atas, kalau ada apa apa panggil pembantu aja, selamat istirahat, ya, tidur nyenyak," ujar Soraya sebelum berlalu memasuki kamar—meninggalkan dirinya di ruang tengah yang teramat sunyi.

Sambil menaiki tangga, Jena menoleh ke belakang memperhatikan tiap sudut rumah itu yang desain dan model tiap sesuatunya terkesan elegan. Jena tau harga marmer yang ia pijaki saat ini, lampu yang menggantung dari atas sampai lantai bawah, jam dinding yang besarnya seukuran kincir angin pinggir jalan.

ALJENA-[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang