Jena menjalani perawatan di rumah sakit. Beruntung ada peningkatan yang cukup signifikan, mulai dari rasa sakit yang perlahan pudar, dan lengannya sedikit bisa ia gerakkan.
Hari ini, dokter mengizinkannya untuk pulang.
"Perbannya harus diganti sesuai jadwal, jangan banyak bergerak. Jangan lupa check up sekiranya rasa sakit di punggung kamu makin parah dan berakibat fatal."
Jena mengangguk mengerti. "Makasih dokter, maaf ya kalo kuping dokter sakit waktu aku ngomel ngomel," ia cengengesan.
Selama menjalani perawatan, Jena banyak mengeluh akibat dari rasa sakit yang membuatnya terbelenggu di dalam ruang inap. Sesekali Jena membuat kesal dokter dan perawat di sana, ia akan menjadi sangat sulit untuk minum obat, enggan saat diberi makan. Meski begitu, para pekerja rumah sakit dengan telaten meladeni, merawat hingga masa pemulihan dan sakitnya berangsur angsur menghilang.
Dokter hanya tertawa sebagai tanggapan, lalu bergumam ikut mencampuri candaan pasiennya.
"Kuping saya jadi melebar keseringan denger rengekan kamu."
Jena tertawa lagi, "Sa ae dok."
"Bercanda Aljena. Gak apa apa, saya malah senang kalau kamu banyak mengeluh, itu tandanya kamu masih sehat dengan mengenali rasa sakit kamu. Tapi jangan menyepelekan makanan ya, bagaimanapun di sana terdapat banyak nutrisi yang tubuh kamu butuhkan," Dokter beralih pandang pada Daniel sebelum melanjutkan.
"Dan.. pak Daniel, mohon bimbingannya agar Aljena lebih berani lagi dalam mengonsumsi obat. Dari sepengatahuan saya, dia hanya tidak berani menelan tablet yang ukurannya cukup besar. Kalau berbentuk sirup dia bisa, jadi nanti saya berikan obat tablet dalam bentuk bubuk."
Sepertinya, label 'bagus' yang masyarakat berikan terhadap rumah sakit ini sesuai dengan kinerja para dokter beserta perawat di dalamnya. Selain bekerja sesuai dengan tugasnya, mereka juga sangat mengayomi para pasien disana.
Daniel mengangguk. "Dimengerti, dok. Terimakasih."
Dokter mengulas senyum, kembali pada Jena yang terduduk pada kursi roda dalam kuasa Daniel.
"Ingat ya, jangan banyak gerak," dia memperingatkan.
Rambut Jena bergerak seiring dengan kepalanya yang mengangguk semangat.
"Kami permisi," pamit Daniel sebelum mendorong kursi roda, melenggang pergi dari koridor rumah sakit.
Di sana ramai, banyak pengunjung yang datang untuk menjenguk kerabatnya, atau beberapa orang yang melakukan check up bulanan. Bagaimanapun juga, ini adalah rumah sakit ternama di daerahnya, dokter yang bertugas merupakan para ahli yang terpercaya bagi masyarakat sekitar.
Mobil milik Daniel sudah menunggu di lobby rumah sakit, Jena dibantu untuk masuk ke dalam dan duduk di kursi penumpang. Satpam disana menghampiri untuk mengambil alih kursi roda dan menyimpannya kembali, sementara Daniel mengitari mobil untuk mengemudi.
Di sepanjang perjalanan, Jena terus bergerak gelisah, merasa repot dengan luka di punggungnya yang membuat ia kesusahan saat bersandar.
Menyadari hal itu, Daniel segera memperingati. "Jangan banyak gerak, Je," katanya dengan satu tangan mengemudi, tangan lain mengatur AC mobil agar berhembus ke arahnya saja.
"Sakit om nyendernya."
Mendengar keluhan itu, Daniel lantas menoleh pada punggung Jena sebagai acuan. Sebelah kakinya yang menginjak pedal gas disesuaikan menjadi lebih pelan, memudahkannya untuk bergerak mengambil bantal di kursi penumpang bagian belakang.
"Nyender ke depan," katanya sambil menyodorkan benda tersebut.
Jena menerima dengan senang hati. Ia langsung bersandar ke depan dengan bantal yang menjadi tumpuan. Sampai di rumah, Jena langsung menaiki ranjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALJENA-[END]
أدب المراهقينAljena Claudia, seorang mahasiswi semester akhir yang tengah kelimpungan dalam menyusun skripsi. Beban hidupnya kian bertambah saat sang papa dengan kurang ajarnya menyuruh dia untuk segera menikah-yang katanya demi menyetujui kontrak kerja sama den...