"Loh? Mbak Aljena?"
Yang terpanggil hanya mematung di tempat, matanya mengerjap cepat dengan bibir yang kelu untuk berucap.
Dari banyaknya ilmu sihir yang ada di dunia ini. Salah satu yang ingin Jena kuasai adalah teknik menghilang dari bumi. ALIAS, JENA MALU BANGET BANGSAT.
"Kamu kok bisa di rumah pak Daniel, Al?"
"Dia istri saya."
Selagi Jena tak mampu berkutik, Daniel lebih dulu menghampiri. Membuka pintu utama lebih lebar dan laki laki itu mensejajarkan tubuhnya di samping sang istri.
Sementara seseorang yang menjadi tamu saat itu tak bisa bereaksi lebih selain tertawa canggung akibat fakta mengejutkan yang baru ia ketahui.
"Ada apa, Din?" Daniel bertanya, pada sekretarisnya yang tiba tiba bertamu tanpa ada konfirmasi lebih dulu.
"Ini—ah maaf sebelumnya saya mendadak mengunjungi bapak. Siang tadi saya mengecek ulang beberapa dokumen pengajuan kerja sama, diantaranya ada yang belum bapak tanda tangani. Kebetulan berkas ini yang harus dibawa dalam pertemuan besok."
Daniel mengambil berkas yang Dina bawa, ia lihat sekilas isinya sebelum kembali menatap wanita muda di hadapannya.
"Malam ini saya tanda tangani, besok saya bawa lagi. Terimakasih, ya."
Dina menunduk dengan senyum manis, ia beralih tatap pada Jena yang kini mulai rileks dalam rengkuhan Daniel. Sulit menerima kenyataan bahwa pada perempuan ini lah hati sang atasan berlabuh.
Oh, mengingat pada siapa Jena bekerja, membuat Dina teringat akan suatu hal. "Tadi saya dapat email dari pak Bryan—its not from he's company, it's personal message—bapak diminta untuk menemuinya di waktu luang."
Mendengarnya membuat Daniel terdiam beberapa saat. Ia sempat melirik Jena di sampingnya, memastikan perempuan itu tak terganggu dengan pembahasan tentang atasannya.
"Ya, boleh, tolong atur jadwalnya," putus Daniel mantap.
Dina kembali mengangguk dengan anggun. Ia memang pegawai yang dapat Daniel andalkan, kinerjanya mumpuni dan bisa dipercaya lebih dari staff manapun.
"Selamat ya atas pernikahannya. Maaf kalau kedatangan saya ini mengganggu, doa dari saya semoga kalian segera dapat momongan."
Keduanya—Daniel dan Aljena—refleks tertoleh, saling memandang beberapa detik sebelum mengalihkan pandangan masing masing. Dini terkekeh karenanya.
"Saya permisi, pak.. bu?"
"Nyonya," koreksi Daniel yang langsung mendapat pukulan keras di punggungnya.
Jena terkekeh tak enak hati, "jangan didengerin, agak miring otaknya," ujarnya menunjuk Daniel.
Dina ikut terkekeh, lucu melihat bagaimana atasannya yang tak berkutik saat dikatai. Ia menyesal karena tidak sempat hadir di pernikahan Daniel, mau bagaimana pun laki laki itu sudah banyak membantu hidupnya dari jurang kesengsaraan, ia hutang budi.
Tak banyak yang ia bisa berikan pada Daniel, hanya doa kepada Tuhan agar pernikahan mereka dijaga kesuciannya, hanya seonggok doa dari pendosa seperti dirinya, Dina merasa rendah diri.
"Sekali lagi, saya permisi pak, bu," putus Dina segera berlalu pergi.
Jena menatap sekretaris sang suami dengan seksama, merasa simpati karena dari tatapan matanya yang menyiratkan rasa lelah.
"She's a good mother. Di usianya yang sekarang, dia harus kehilangan suami dan anaknya karena tragedi kecelakaan. Saya yang selamatkan dia dulu, saya juga yang beri dia pekerjaan. Suaminya sempat koma, dia butuh banyak uang untuk biaya pengobatan, meski pada akhirnya nggak bisa diselamatkan. Fase ikhlasnya lama sekali, sampai katanya dia mau mati."

KAMU SEDANG MEMBACA
ALJENA [END]
Teen FictionAljena Claudia, seorang mahasiswi semester akhir yang tengah kelimpungan dalam menyusun skripsi. Beban hidupnya kian bertambah saat sang papa dengan kurang ajarnya menyuruh dia untuk segera menikah-yang katanya demi menyetujui kontrak kerja sama den...