Apa kamu percaya dengan ungkapan yang mengatakan bahwa Tuhan akan memberikan sesuatu yang lebih baik dari apa yang telah di ambilnya.
Kembali pada takdir bahwa kematian sudah di tentukan bahkan sejak kita hadir di dunia yang fana ini. Maka dari itu, jangan menyesali apa yang telah pergi, karena tidak ada yang tau masa depan itu akan seperti apa.
Saat Jena berfikir bahwa hidupnya akan terus berjalan dengan hampa tanpa sosok seorang ibu di sampingnya. Tuhan menghadirkan Daniel. Laki laki yang mampu mengubah warna kelabu dalam hidupnya. Menghadirkan cinta, kasih sayang, dan ketulusan.
Saling merajut kisah untuk di kenang di masa depan. Saat keduanya sudah tak ada lagi di dunia ini, maka kenangan itulah yang akan mereka tinggalkan, membuat sejarah dalam benak setiap orang yang bersangkutan.
Tidak hanya itu, Tuhan juga memberikan karunia yang amat Jena syukuri kehadirannya.
Tanpa seorang anak, apa yang akan menjadi perjuangan setiap orang dalam sebuah hubungan pernikahan?
Terkadang, keegoisan itu selalu ada, baik dari salah satu pihak maupun dari dua belah pihak. Tapi tidak menutup kemungkinan bahwa ego bisa terkalahkan oleh peran seorang anak.
"Mama, mama."
Jena yang duduk di kursi penumpang bagian depan pun menoleh pada sang putri yang duduk di jok belakang.
"Di sekolah Adik ada ibu guru yang namanya Mrs Anggi, tau."
"Oh ya? Dia ngajarin kalian apa?"
Daniel melirik dari back mirror, ikut mendengarkan cerita Mentari yang sayang untuk dilewatkan.
"Dia ngajarin kita bahasa Inggris, ya, kak?"
Bintang hanya bergumam di sebelahnya.
"Dia baik banget, ma. Mrs Anggi ngajarin Adik buat hafalin bahasa inggrisnya nomor satu sampe sepuluh."
"Wah, keren, adik udah hafal?"
Mentari tersenyum lebar, "hafal, dong."
"Pinter banget anak mama!" Seru Aljena mencubit pipi si bungsu, gemas.
"Coba sebutin, papa mau denger."
Mentari menarik nafas sebelum menyebutkan nomor nomor dalam bahasa Inggris. Tapi sampai di nomor delapan, ia berhenti, menoleh bingung pada sang kakak yang juga tengah memperhatikannya.
"Delapan itu nine ya, kak?"
"Nine itu sembilan, adik."
Mentari menyengir lugu. "Terus bahasa inggrisnya delapan, apa?"
"Eight," Daniel menyahut.
"Wah, papa pinter," sorak Mentari kegirangan.
Jena melirik iri pada Daniel mendapat pujian dari si bungsu. Ia juga ingin tau!
"Mama juga hafal bahasa Inggrisnya sembilan belas, nineteen," ujarnya bermaksud memanas manasi sang suami. Daniel ingin tertawa saja dibuatnya.
"Nine itu kan sembilan, ten sepuluh. Berarti sembilan sepuluh dong ma, mama salah kalo gitu?"
Jena melongo mendengar tanggapan Mentari. Daniel tak kuasa menahan gelak tawanya terlanjur berhambur akibat si bungsu.
"Gak boleh gitu, adik. Kamu juga belum tau sembilan belas, kan?" Bintang menengahi.
Mentari menggeleng bingung. Ia lantas menatap mamanya di depan. "Mama maafin adik, ya."
Aljena mengulas senyum.
![](https://img.wattpad.com/cover/250271644-288-k356553.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ALJENA-[END]
Ficção AdolescenteAljena Claudia, seorang mahasiswi semester akhir yang tengah kelimpungan dalam menyusun skripsi. Beban hidupnya kian bertambah saat sang papa dengan kurang ajarnya menyuruh dia untuk segera menikah-yang katanya demi menyetujui kontrak kerja sama den...