; Je ke rumah papa, ya. Om beli makan di luar aja, maaf hari ini Je gak masak. Rumah juga gak di kunci kok, siapa tau om pulang cepet.
Kurang lebih seperti itu pesan yang Jena titipkan pada Daniel lewat dirrect message yang tertera pada kartu dalam genggamannya.
Kini dirinya sudah berdiri di depan rumah megah tempat papanya tinggal. Tangannya bergerak pelan memasukkan ponsel ke dalam saku celana, sementara matanya bergulir menatap dua orang yang keluar dari rumah tersebut.
Jena membawa kakinya untuk melangkah, menghampiri.
"Papa," panggilnya pelan.
Tara berdiri angkuh disana, memandang Jena yang secara kebetulan muncul banyak pertanyaan tentang bagaimana keadaan putrinya kini? Mengapa tubuhnya semakin kurus? Apa Daniel mengurus kesayangan Darso dengan baik?
Semua pertanyaan itu ia telan pahit, memilih untuk kembali pada kegiatannya—memasukkan koper ke dalam bagasi mobil dan mengabaikan Jena.
"Ada apa?"
Jena hendak berbicara, namun dering ponsel menyita atensi tiap orang yang ada disana.
"Papa nggak punya banyak waktu," kata Tara bermaksud menyuruh Jena agar perempuan itu cepat berbicara.
"Bi Sri mau pulang kampung," beritahu Jena cepat.
Tara terdiam sebentar. "Ya, silahkan."
"Papa izinin?" Tanya Jena memastikan.
"Gak ada alasan buat papa gak izinin Bi Sri pulang kampung, lagipula kenapa harus kamu yang repot minta izin?" Cecar Tara meski raganya sibuk menutup bagasi mobil.
Jena kini merasa lega, tugasnya selesai, bi Sri bisa pulang dengan tenang.
"Papa mau keluar kota?"
Tara menoleh. "Iya," jawabnya singkat.
Jena menarik bibir untuk tersenyum, namun tiba tiba saja seseorang sengaja menabrak bahunya saat berjalan ke arah Tara.
"Hati hati, ya."
Jena hanya memutar bola matanya asal.
"Jaga kandungan kamu." Tara berujar sembari melirik perut Kiran yang sudah mulai membuncit. Dan..
Apa dia benar benar hamil?
Jena diam, menyaksikan pemandangan di depannya yang menyayat hati. Tak sadarkah Tara dengan perasaan anak gadisnya sekarang. Ia rindu dengan sikap seorang papa, kasih sayang, juga usapan lembut yang di berikan Tara untuknya.
Jena pikir semuanya itu hanya akan ada di masa lalu dan sedikit kemungkinan untuk terulang kembali.
Lamunannya buyar saat mobil Tara mulai berjalan meninggalkan halaman rumahnya. Lalu samar samar ia mendengar helaan nafas seseorang yang berada di depannya.
"Mau jadi pahlawan kamu?" Tanya Kiran tiba tiba, membuat Jena menautkan alisnya tak mengerti.
"Gak jelas." Decih Jena hendak pergi sebelum Kiran menahan lengannya dengan kuat, lebih seperti cengkraman.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALJENA-[END]
أدب المراهقينAljena Claudia, seorang mahasiswi semester akhir yang tengah kelimpungan dalam menyusun skripsi. Beban hidupnya kian bertambah saat sang papa dengan kurang ajarnya menyuruh dia untuk segera menikah-yang katanya demi menyetujui kontrak kerja sama den...