#24.

17.8K 595 4
                                    

Sinar matahari pagi menyilaukan mata mereka yang memulai hari dengan berbagai macam kegiatan, banyak kendaraan yang mulai beroperasi, orang orang berjalan santai di trotoar pinggir jalan, ada pula yang hanya diam menikmati udara segar.

Di antara kegiatan manusia di atas, Jena memilih untuk duduk di atas ranjang yang menghadap ke balkon kamar dengan gorden terbuka lebar. Singkatnya, ia baru bangun tidur.

Rambut acak acakan, seluruh tubuh tergulung selimut tebal, mata sayu dan deru nafas tak beraturan.

Terasa lelah.

Remuk seluruh badan.

Ah!

Jena melempar dirinya kembali terlentang di atas ranjang.

Sejak ia membuka mata, Daniel sudah tidak ada di sana. Tidak di kamar mandi atau ruang ganti.

Entahlah.

Terpikir olehnya cucian baju yang menumpuk, piring kotor yang tergenang air di wastafel, bekas camilan di ruang tengah, belum lagi laporan yang Pak Brian pinta dari jauh hari-sebelum ia jatuh sakit dan ambil cuti, serta kerjaan lain yang belum diselesaikan.

Jena menghela nafas lelah, sebelum berteriak frustasi sambil menggoyangkan kakinya memberontak di atas kasur. Ia mengusap wajah dengan kedua tangan, memijat kulit di antara kedua alisnya hingga menimbulkan bercak kemerahan.

Belum lagi rasa pegal di bagian pahanya.

Oh Tuhan.

Jena ingin menjadi ikan saja rasanya.

Tapi satu hal yang ia yakini. Bahwa Daniel masih berada di rumah ini, mungkin tengah menikmati sarapan atau melakukan kegiatan lain di lantai bawah.

Jena tau hari ini jadwalnya untuk kembali bekerja. Pihak kantor sudah banyak memberi keringanan sejak ia dinyatakan sakit akibat kecelakaan yang menimpanya.

Masih ada waktu tiga puluh menit sebelum jam masuk kantor.

Tiga puluh menit.

Tiga. Puluh. Menit.

Tiga puluh menit?! Jena segera bergegas mandi dan menyelesaikan kegiatan sabunannya dengan cepat.

Oh ayolah, ia masih harus memilih baju, mengeringkan rambut, memakai pelembab, memakai make up, dan perjalanan menuju kantor memakan waktu kurang lebih sepuluh menit.

Jena : mati saja lah.

Setelah selesai dengan kegiatan yang sempat disebutkan di atas, Jena segera berlari menuruni tangga dan benar saja, Daniel berada di dapur, di kursi meja makan, melahap selembar roti yang diolesi selai kacang di atasnya.

Selain itu, keadaan rumah tampak cukup rapi, sampah camilan bekas semalam tidak ada lagi, piring kotor yang kemarin sore masih menumpuk di wastafel, sekarang sudah tersusun rapi di rak alat makan.

Jena berjalan pelan dan duduk di dekat Daniel. Ia menatap selembar roti di atas piring yang sengaja disediakan untuknya.

"Nggak sempat saya panggang, kamu buru buru, kan?" Daniel bersuara.

Jena mengulum bibir, menganggukkan kepalanya pelan.

Biasanya Daniel akan berangkat kerja pagi pagi sekali. Tapi kali ini, jam sudah hampir menunjukkan pukul delapan dan laki laki itu masih sempat menyiapkan sarapan untuknya.

Jena berusaha bersikap tenang, kemudian bertanya, "Om yang beresin rumah?"

Daniel menjawab acuh, "Siapa lagi?"

ALJENA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang