Day 3

35 8 7
                                    

Tema: Buat karya yang wajib memiliki kata-kata ini di dalamnya:

Dunia bawah tanah
Pesta Teh
Perhiasan yang hilang

Genre: Fantasi
(mulu?? Kapan genre lain?? wkwkw)

Karena Hayalan adalah dunia fantasi. Imajiner. Bukan Dufan! //tampol

****

Tidak tepat kalau ini disebut dunia bawah tanah. Pasalnya, ini hanya sebuah ruang bawah tanah. Ruang lembap dan dingin yang didominasi bebatuan aneka rupa. Ada yang menyerupai kursi, batu datar seperti alas tidur, rak, dan lainnya. Dinding, lantai, dan langit-langit semuanya terbuat dari batu. Entah bagaimana ruangan ini bisa dibuat, aku sama sekali tak terbayang. Apa si pembuat itu melubangi batolit dan menghaluskan isinya, sedikit demi sedikit? Membayangkannya membuatku gila duluan.

"Aw!"

Ada yang menyundulku. Batu juga. Si kucing batu mode portabel, Terra.

"Kenapa kamu ikut ke sini?" tanyaku.

Ia tak menjawab. Makhluk aneh itu memang tidak ditakdirkan bisa bersuara. Aku kembali menatap sekitar yang gelap.

"Ini ruang bawah tanah, lebih tepatnya, bawah danau," gumamku. "Siapa yang membangun? Entah. Makanya, Hayalan bukan diciptakan. Ia ditemukan. Masih banyak teka-teki di sini."

Aku menatap lorong gelap yang kuyakin panjangnya mencapai puluhan kilometer. Entah berujung di mana. Kawah gunung?

Kenapa pula aku berpikir begitu.

"Yang jelas, lorong ini menghubungkan Kastel Catalyn dengan sumur tua di belakang Rumah Danau." Aku melanjutkan kembali. "Dan enggak dipungkiri, ini menjadi tempat pengungsian ketika bencana, mungkin bencana yang menyebabkan terbentuknya danau di atas. Orang-orang yang berlindung di sini membiarkan semua apa adanya ketika keluar kembali."

Ada sisa-sisa makanan kaleng yang tak tersentuh, ada pula yang berantakan di lantai dan nyaris hancur. Agak aneh memikirkan orang di sini bisa hidup normal tanpa adanya peralatan rumah tangga biasa. Semua dari batu. Bahkan tatakan makan juga batu. Andai ada pesta teh, sudah pasti cangkirnya dari batu.

Aku memikirkan apa barusan?

"Deha enggak ikut masuk aja?" Aku melirik lorong belakangku, tempatku masuk tadi. "Kalau aku keluarnya berjam-jam kemudian gimana?"

"Aku masuk, kok!"

Nyaris aku terpental mendengar lengkingannya. "Kok hening banget?!"

"Baru sampai!" Deha terengah-engah, lalu menyandarkan dirinya ke meja batu dan menarik napas dalam. "Lihat. Aku menemukan ini." Ia mengangkat topinya, lalu mengeluarkan sesuatu yang ia sembunyikan di sana.

"Bunga mawar?"

"Hei, ini bukan sembarang mawar, tahu." Deha mematut-matut mawar berwarna merah muda keputihan itu. Kilatan dari batu yang mengilap membantu mataku mengenali warna. "Mawar ini penanda. Ia milik seseorang. Bisa jadi, orang itu sedang kehilangan."

"Mawar itu ... semacam perhiasan yang hilang?"

Deha mengangguk. "Kamu mestinya tahu, 'kan? Siapa lagi yang pakai hiasan mawar merah muda. Duh, dari aromanya udah ketahuan."

Aku merinding tiba-tiba. Bukannya ketakutan, aku lebih merasa tegang karena seseorang yang kuketahui tapi tidak pernah bertemu ada di sana. ".... Makhluk fiktif penguasa kecemburuan?"

Deha mengangguk. "Ya. Clara. Mungkin kita akan menemuinya setelah ini."

"Ah, wow," gumamku. "Tak kusangka, tema hari ini menyeret kita lebih cepat dari dugaan."

"Sepertinya kamu malah menikmati waktumu di sini." Deha tampak menyesal. "Yah, tunggu saja sampai kamu ketemu kembaranmu."

"Aku akan menantikannya!"

(Bersambung)

****

Weh, jauh lebih pendek dari biasanya yang sampai 1000 kata. Yalah, soalnya aku enggak perlu mengorek cerita salah satu penghuni Hayalan biar cocok sama tema.

2/2/2021
AL. TARE

Trapped in Hayalan (Again)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang