Day 17

28 6 9
                                    

Tema: buat cerita dengan setting Dinasti Yuan

Ok absurdness here we go

****

Entah kenapa saya berharap bab ini enggak dibaca lol

****

Genre: Hisfic

Judul: Emas

****
****

Bagi Aswad, kehidupan "normal" sebagai petani sudah amat disyukurinya. Sebagai seorang Hui yang merupakan minoritas, tetap bisa tinggal dengan tenang di daerah yang dikenang sebagai penjajah adalah privilese. Bukan hanya itu sebenarnya. Sudah cukup banyak suku Hui yang menganut agama Islam bekerja di pemerintahan dan memangku jabatan tinggi. Kaisar memang berusaha memperbaiki memori buruk itu, dan bagi Aswad, sudah cukup berhasil.

"Saya ke ladang dulu," pamit Aswad pada istrinya, lepas subuh hari itu. "Uang untuk belanja sudah saya tinggalkan di meja."

Agak ajaib mengingat mereka tak lagi perlu membawa-bawa mata uang logam yang berat untuk bertransaksi, digantikan uang kertas. Aswad membawa peralatannya ke ladang yang terletak cukup jauh dari rumahnya. Rumah Aswad terletak di permukiman khusus suku Hui, jauh dari pusat kekaisaran, meski masih bisa ditempuh seharian.

Sambil menggumamkan zikir, Aswad mulai mengecek ladangnya, mengira-ngira petak mana yang akan ia olah. Ah, satu bagian ini terlihat subur, tetapi penuh rumput liar. Ia akan membalik tanahnya.

Bismillah.

Sekopnya menyaruk dan menghimpun tanah. Di beberapa tempat ia menggali sampai cukup dalam untuk mengecek kadar kesuburan dan lainnya. Sampai pekerjaannya terhenti karena sekopnya menghantam sesuatu. Batu.

Kali ini, dengan pacul, Aswad mengetuk-ngetuk batu itu. Batu kali biasa, tetapi ukurannya cukup besar. Mungkin bisa ia gunakan untuk membuat alat masak nanti.

Rumput liar di sana terlalu tinggi. Aswad terpaksa menyabitnya. Mungkin bisa ia gunakan sebagai pakan ternak nanti. Ia menengadah dan mendapati dirinya sudah berada di tepi hutan yang memang tak jauh dari ladangnya.

"Jangan masuk sekarang." Aswad berucap pada dirinya sendiri. Masih subuh, matahari baru terbit malu-malu. Suasana temaram. Ia tak mau ambil risiko akan apa yang menunggunya di hutan.

CTANG!

Batu itu pecah tiba-tiba, padahal pacul Aswad hanya mengenai sedikit saja. Bukan hanya itu, batu itu langsung bercahaya.

Entah bagaimana ia terangkat dari dasar bumi sana, tetapi ini ... emas.

Emas yang berharga, yang keberadaannya bisa jadi mengalahkan komoditas batubara saat ini.

Aswad mereguk ludahnya. Sejak kapan di ladangnya ada ... emas?

Aku bisa jadi kaya!

Ralat.

Hanya sebongkah itu yang Aswad temukan. Ia masih terheran-heran, terkaget-kaget, tetapi memilih bungkam.

Emas tidak akan muncul bongkahan begitu saja. Ada yang menguburnya di sini.

Aswad menemukan batu berukir aksara kuno terkubur di sebelah bongkah emas tadi. Ia memahaminya. Emas itu bukan emas. Siapa pun yang menemukan harus merahasiakannya, sekaligus menjaganya sampai ke anak cucu.

Misterius.

Aswad diam-diam menyesali lokasi ladangnya. Mengapa harus ia yang menemukannya? Mengapa ia yang tertimpa tanggung jawab itu?

Aku akan menyerahkan ini ke pemerintahan.

Keputusan yang ... entahlah, mungkin kurang bijak.

Semua pejabat yang ia temui memang bungkam soal emas itu. Namun ratusan tahun berlalu dan kekaisaran runtuh, bongkahan itu ditemukan penguasa baru. Penguasa yang diam-diam merencanakan sesuatu jangka panjang. Sesuatu yang berkaitan dengan seluruh dunia dan, apa yang disebut, armageddon ... bahkan kiamat.

****

Halo, Deha di sini!

Tare semaput abis diserbu tema absurd, plus "kepalsuan" yang terlihat dari Bunga Kenangan yang kubawa ... sekaligus satu-satunya benda emas di sini.

Ini benar-benar absurd. Itu saja komentarku.

BTW, cerita sebenarnya akan berlanjut normal kalau temanya enggak ngelunjak. Tapi gini-gini masih ada benang merahnya. Ga bakal masuk cerita kalau ga berhubungan sama sekali!

Baiklah, hari ke-17 selesai!

Jkt, 17/2/22
ade-ha

Trapped in Hayalan (Again)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang