Tema: [ Buat cerita yang berawalan. "Hari ini ketika aku terbangun, aku melihat ...." ]
Genre: ... SoL?
Judul: Transit Pertama
----
****
***
**
*Hari ini ketika aku terbangun, aku melihat jendela kamarku. Tampak cahaya matahari keemasan di sana. Aku mengecek jam, sekarang pukul delapan pagi. Ah ... memang terbiasa molor.
Tunggu.
Kenapa bisa ada cahaya matahari pagi di jendela kamar ... padahal jendelanya menghadap barat?
Aku sontak bangkit sambil gemetar. Ada apa hari ini? Mengapa rasanya kosong sekali?
Aku menghampiri jendela, berusaha menelisik keadaan luar. Ramaikah? Gegerkah? Bagaimana reaksi orang-orang?
Namun, yang kulihat hanya pemandangan biasa.
Ketika aku sedang berpikir ....
"Hei, dasar kocak!"
Aku melonjak. Sebentar, ini bukan kamarku. Ini rumah orang. Rumah yang ... tidak pernah kujejaki sebelumnya. Jendela kamarnya sama-sama menghadap barat, tetapi ... pemandangan ini, bukan kompleks rumahku.
"Kamu ini benar-benar susah membedakan realitas dan imajinasi, ya? Bahaya!"
"I-iya?" Aku tergagap.
"Ini bukan rumahmu. Ini Rumah Bukit."
Aku mendelik, baru sadar sosok itu ... R.I. Kutatap cahaya matahari yang ganjil itu. Tunggu ... matahari tidak ada di barat. Ada yang memantulkan cahaya matahari di luar sana.
"Aluminium foil?" tanyaku. "Siapa yang jembreng begitu?"
"Aku!" Satu wajah anak laki-laki muncul, membuatku mundur beberapa langkah dari jendela.
"Udah bangun, kebo?"
Itu Tora. Ia tampak bahagia.
"Ngapain jemur gituan?" tanyaku.
"Mau bakar ubi Cilembu."
"Apa, sih?!"
"Diam kamu tamu, dasar enggak sopan." Tora bersedekap sambil mendengkus. "Udah dikasih tumpangan kamar, juga."
Aku nyengir. "Jadi? Gimana? Kamu ikut lagi?"
"Ya ... aku gabut."
"Bilang aja mau ketemu Rehan!"
"Berisik," ujar R.I. tiba-tiba. Kami langsung bungkam.
"Hei, kukira ... matahari terbit dari barat." Aku menunjuk berkas cahaya yang masuk lewat jendela.
"Gelap amat, jangan dululah," seri Tora langsung. "Kamu masih banyak dosa."
Aku mengerjap. Aku ... masih banyak dosa. Benar ... lagipula, di sini, aku satu-satunya manusia.
"R.I., awasi dia biar ga terus-terusan bikin ulah," ujar Tora pada R.I.
"Aku selalu ngawasin, dia aja bebal."
"Hei!" seruku.
"Oh, ya, kalau kamu mau tukar peran, bilang aja," ujar Tora tiba-tiba.
"Tukar peran?" tanyaku.
"Ya!" Deha muncul entah dari mana. "Karena kamu bakal ditarik ke dunia nyata dan susah buat terus tinggal di sini, kami sepakat buat membantu tugasmu ... membuat cerita. Jadi, tenang aja, dan silakan fokus."
Kalian? Ujung-ujungnya aku juga. 'Kan cuma aku manusia di sini. Kalian semua hanya alterku.
"Baik." Aku nyengir. "Ra, udah ada sarapan? Aku lapar."
"Lihat, orang yang baru bangun jam 8 dan enggak membantu apa-apa, tamu kurang ajar, langsung menuntut sarapan!" Tora meledak. "Sana keluar kamar. Lihat meja, apa yang udah dibuat Kakak."
Aku mengulum senyum.
Yah, untuk sementara waktu ... aku akan tinggal di sini. Di Hayalan, maksudnya. Rumah Bukit hanya untuk transit pertama. Di mana aku akan transit esok-esoknya, siapa yang tahu?
****
Jkt, 31/1/22
zzztare
KAMU SEDANG MEMBACA
Trapped in Hayalan (Again)
Random[Dalam rangka Daily Writing Challenge NPC] *Mungkin mengandung spoiler dari semua cerita Tare* Untuk memenuhi tuntutan tema, Tare bermain ke Hayalan, dunia imajiner buatannya. Niat hanya bertandang sebentar, ternyata ia harus melalui misi untuk bisa...